Produksi Tanaman Pangan Spasial dan Temporal pada Perubahan Iklim di Indonesia
  • Sumber: mertani.co.id
    Sumber: mertani.co.id

Potensi lahan di Indonesia mempunyai luas keseluruhan seluas 192 juta hektar dengan luas lahan kering seluas 144 juta hektar. Lahan-lahan tersebut seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami perubahan-perubahan kesesuaian lingkungan. Perubahan-perubahan lingkungan ini berdampak pada perubahan-perubahan produksi dan lain sebagainya.

Hal tersebut diungkapkan Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Tanaman Pangan , ORPP  BRIN Ahmad Suriadi, memberikan paparan mengenai “Spatial and Temporal Food Crops Production on Changing Climate” dalam webinar Teras-TP#4 dengan tema ”Optimalisasi Sumberdaya Lahan Kering untuk Peningkatan Produksi Tanaman Pangan Akibat Perubahan Iklim di Indonesia” yang dihelat Pusat Riset Tanaman Pangan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi (BRIN), pada Senin (13/05).” . 

“Proyeksi perubahan suhu global pada tahun 2050 diproyeksikan akan mengalami kenaikan sekitar 0.66 hingga 2.88°C, sedangkan hasil proyeksi suhu permukaan rata-rata di Indonesia juga akan mengalami kenaikan hingga tahun 2100 dalam semua skenario RCP namun kenaikannya lebih rendah daripada yang terjadi secara global,” tutur Ahmad.

Ahmad juga menjelaskan berdasarkan data yang diperoleh dari Copernicus bahwa pada bulan Februari 2024 saja sudah terjadi empat hari berturut-turut peningkatan suhu sebesar 2°C sedangkan pada tahun sebelumnya peningkatan suhu hanya terjadi selama 1 hari saja.

“Dapat terlihat bahwa frekuensi hari dengan kenaikan suhu di atas 2°C dari tahun ketahunnya semakin meningkat sehingga proyeksi tren suhu di masa depan dalam berbagai skenario rumah kaca emisi gas menunjukkan bahwa suhu global akan terus meningkat dalam beberapa dekade mendatang,” terangnya.

“Adapun untuk kondisi di Indonesia terkait dengan proyeksi curah hujan pada tahun 2030 yang akan datang akan mengalami kenaikan pada wilayah-wilayah tertentu seperti di wilayah Sumatera, Papua serta wilayah-wilayah Indonesia bagian Barat kecenderungannya akan mengalami peningkatan curah hujan. Tetapi untuk wilayah Indonesia bagian Timur sebagian besar justru akan mengalami penurunan seperti pada wilayah Bali dan Nusa Tenggara diproyeksikan sampai bulan Desember, Januari dan Februari akan mengalami penurunan curah hujan sampai 20%,” tambah Ahmad.

“Bahkan hasil analisis yang dilakukan pada tahun 2024 ini menunjukan bahwa perkiraan awal musim dan akhir musim penghujan tahun ini akan mengalami pergeseran waktu, periodenya pun akan semakin sedikit sehingga berdampak juga pada jumlah curah hujan yang semakin menurun namun musim kemarau menjadi semakin panjang,” ujar Ahmad lebih lanjut.

 

Dampak Perubahan Iklim 

Dampak perubahan iklim terhadap tanaman pangan dimana variabel iklim yang menyebabkan terjadinya perubahan produksi pada beberapa tanaman pangan contohnya adalah pada tanaman padi, variabel iklim nya adalah curah hujan dan suhu yang ketika terjadi kenaikan suhu sebesar 1 – 2.5 °C dengan curah hujan turun hingga 5 – 25 % maka akan berpengaruh pada penurunan produksi hingga 50%. Namun pada tanaman kacang kedelai yang variabel iklim nya adalah curah hujan, maka ketika curah hujan meningkat 50 mm/bulan akan berdampak pada peningkatan produktivitas sebesar 27.31%. 

Untuk dampak iklim ekstrim El Nino maupun La Nina terhadap terhadap produksi padi adalah berupa banjir, kekeringan serta serta OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang akan berdampak pada terjadinya fluktuasi produksi padi bahkan penurunannya dapat mencapai 4,8 juta ton/hektar pada periode September hingga April (contoh kasus El Nino pada 1997/1998). 

Dampak perubahan iklim pada OPT yang dimana suhu menjadi faktor penting bagi kehidupan serangga. Terjadinya perubahan suhu, kelembaban dan/atau pola angin secara langsung juga mampu merangsang pergerakan serangga dan dapat menjadi pemicu terjadinya ledakan serangga atau hama seperti contoh kasus ledakan hama belalang kembara yang menyerang tanaman padi di NTT yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu.

Dampak perubahan iklim pada tanaman buah seperti dampak El Nino terhadap penurunan produksi durian di Indonesia yang dimana wilayah yang paling terpengaruh adalah mencakup wilayah Jawa dan Sumatera. Suhu juga berkaitan erat dengan perkembangan morfologi pada fase pembungaan mangga, tiga variabel iklim yaitu suhu, cahaya dan CO2 berpengaruh positif terhadap hasil fotosintesis pada tanaman mangga,  pada tahun basah produktivitas buah-buahan biasanya akan menurun namun pada tahun kering akan meningkat.

Dampak perubahan iklim pada ternak diantaranya adalah adanya kenaikan temperatur, peningkatan konsentrasi, karbondioksida serta perubahan curah hujan akan berdampak pada produksi tanaman pakan, ketersediaan air, penyakit, produktivitas ternak, reproduksi serta biodiversity.  Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer serta peningkatan temperatur menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan menurun, disamping itu juga akan menyebabkan penurunan biodiversitas tanaman pakan, sehingga akan terjadi kelangkaan pakan ternak. 

Kekurangan ketersediaan air yang disebabkan oleh perubahan curah hujan akan berdampak langsung terhadap produksi ternak, karena air sangat penting baik bagi ternak maupun untuk pertumbuhan pakan ternak, kekurangan air minum pada sapi perah juga akan menyebabkan penurunan produksi susu.

Perubahan iklim global juga berpengaruh pada kesehatan hewan, terjadinya peningkatan temperatur menyebabkan ternak mudah terserang penyakit yang dapat menyebabkan kematian, memudahkan perkembangan mikroorganisme patogen dan parasit sehingga ternak menjadi lebih rentan terkena serangan penyakit mulut dan kuku.

Perubahan kesesuaian lahan tanaman padi akibat perubahan iklim pada tahun 2050-2069, kesesuaian lahan untuk padi di Lombok Timur, Lombok Selatan, Sumbawa dan Bima diperkirakan akan meningkat sebagai dampak buruk dari kenaikan suhu sebesar 2°C pada pertengahan abad ini. Bahkan diperkirakan  akan terjadi pemanasan sebesar 3–3,5°C pada akhir abad ke-21 yang akan berdampak pada perubahan kecil pada kesesuaian lahan dibandingkan pertengahan abad ke-21 abad. Namun wilayah yang sangat cocok di Kabupaten Sumbawa diperkirakan akan semakin berkurang.

Pada periode tahun 2030-2060 diperkirakan akan terjadi penurunan kesesuaian lahan untuk tanaman padi dari tingkat S2 menjadi N/S3 di daerah Timur pulau Lombok dan menjadi tidak sesuai (N) di pulau Lombok bagian Barat dan Selatan serta Sumbawa bagian Tengah dan Utara, namun kesesuaian lahan untuk tanaman jagung pada periode tersebut diprediksikan akan semakin meningkat ke bagian Selatan Pulau Lombok dan Sumbawa.

Implikasinya adalah dengan semakin berkurangnya tingkat kesesuaian lahan untuk lahan padi dan jagung, terutama semakin luasnya tingkat N (tidak sesuai) pada akhir abad 21 di NTB, hal ini tentu akan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas padi jagung dan kedelai di masa depan. Kondisi tersebut harus diwaspadai sebagai warning dari dampak perubahan iklim, sehingga semua pihak baik masyarakat tani maupun pemerintah dan stakeholder lain yang berkepentingan dalam bidang pertanian bisa memanfaatkan informasi dalam menentukan perencanaan di bidang pertanian dimasa depan. Pengambilan Langkah strategis dan kebijakan yang tepat berbasis science untuk mengurangi dampak perubahan iklim di bidang pertanian.

Perubahan iklim yang berdampak signifikan bagi pertanian, mengancam ketahanan pangan, mata pencaharian, dan ekosistem, maka yang harus dilakukan adalah mengeluarkan kebijakan berbasis ilmu pengetahuan, investasi dalam penelitian dan inovasi, serta upaya yang dilakukan secara kolaboratif di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk membangun ketahanan dan keberlanjutan dalam sistem pertanian.

Untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di sektor pertanian adalah melalui adaptasi pengaturan pola tanam (tumpangsari), VUB tahan cekaman iklim ekstrim kering, pertanian konservasi, teknologi panen air (water Harvesting), teknologi konservasi air, teknologi pengelolaan sumberdaya air, teknologi pemanfaatan air secara efisien. Adapun untuk mitigasi adalah melalui varietas rendah emisi, teknologi biogas serta teknologi pengolahan pupuk organic yang merupakan contoh nyata yang harus diterapkan secara konsisten pada setiap musim tanam agar kesuburan tanah serta produktivitas tanaman dapat meningkat. 

 

Sumber: https://www.brin.go.id/news/118564/produksi-tanaman-pangan-spasial-dan-temporal-pada-perubahan-iklim-di-indonesia

 

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.