MELAYANI Mengunjungi Belu, Serambi Indonesia
Penulis : Sumarni Arianto
  • Tarian dan lantunan lagu dari anak perempuan dan laki-laki juga dengan balutan kain khas Belu <br>Foto: Sumarni Arianto/Yayasan BaKTI
    Tarian dan lantunan lagu dari anak perempuan dan laki-laki juga dengan balutan kain khas Belu
    Foto: Sumarni Arianto/Yayasan BaKTI

Husar dato rai bot
Bidan dato rai bot
Sasekin dato hira-hira
Tanen dato hira-hira
Ha kau hota dei
Ha man hola dei....

(Sajak selamat datang yang bermakna rasa  syukur dan terimakasih
telah dikunjungi demi perubahan baik bagi masyarakat)

Pantunan sajak selamat datang dibawakan oleh tiga orang anak dengan balutan kain tenun khas Belu berwarna cerah di depan gerbang SD Negeri Tini. Rombongan tamu yang dipimpin Wakil Bupati Belu menyimak takzim lantunan sajak hingga selesai. Bukan hanya sajak, rombongan juga disuguhi dengan tarian dan lantunan lagu dari sekitar 12 anak perempuan dan laki-laki juga dengan balutan kain khas Belu.
SDN Tini yang berlokasi di Jl. Loro Lamaknen Tini Kec. Atambua Selatan adalah salah satu lokasi yang dikunjungi oleh peserta tukar pengalaman pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Sebelumnya, kegiatan kunjungan diawali dengan penerimaan secara resmi oleh Wakil Bupati Belu, J.T Ose Luan di ruang pertemuan kantor Bupati Belu. Hadir dalam pembukaan tersebut adalah perwakilan dari Pemerintah Daerah Bojonegoro, Perwakilan dari World Bank serta Yayasan BaKTI. Dalam sambutannya, World Bank yang diwakili oleh Bapak Ahmad Zaki menyatakan bahwa permasalahan layanan dasar yang sifatnya sederhana di Indonesia relatif sudah mulai teratasi. Masalahnya adalah pada upaya mencoba menjawab tantangan yang lebih sulit. Dalam program Mengurai Permasalahan Perbaikan Layanan Dasar di Indonesia (MELAYANI), tantangan yang lebih sulit yang berusaha untuk diatasi adalah meningkatkan kualitas pendidikan yang tidak hanya dipecahkan dengan membangun sekolah lebih banyak tapi juga membutuhkan lebih banyak koordinasi dari semua stakeholder yang terkait.

Kegiatan tukar pengalaman antar pemerintah daerah dampingan program MELAYANI adalah kegiatan yang  bertujuan untuk membangun koordinasi teknis antar pemangku kepentingan dari daerah dampingan agar pelaksanaan program lebih efektif di masa mendatang. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan pula terjadi pertukaran pengalaman antara daerah dampingan satu dengan daerah lainnya terkait pendekatan, capaian dan tantangan program. Selain itu melalui kegiatan ini dimaksudkan agar praktik-praktik baik dalam hal pendekatan yang telah diterapkan dapat teridentifikasi untuk dijadikan pembelajaran dan dipraktikkan di daerah masing-masing.    
Capaian dan tantangan pelaksanaan program MELAYANI; serta terpetakannya strategi pelaksanaan program yang efektif untuk dilaksanakan pada 3 bulan terakhir program ini yakni bulan Oktober hingga Desember 2018 diidentifikasi pula melalui pertemuan yang dilaksanakan tanggal 14 September 2018 ini.

Sambutan
Pantunan sajak selamat datang dibawakan oleh tiga orang anak dengan balutan kain tenun khas Belu berwarna cerah di depan gerbang SD Negeri Tini (kanan)
Bapak Ahmad Zaki dari World Bank
menyatakan bahwa permasalahan layanan dasar yang sifatnya sederhana di Indonesia relatif sudah mulai teratasi (kiri)
Foto: Sumarni Arianto/Yayasan BaKTI


MELAYANI adalah sebuah program yang mendukung pemerintah daerah untuk menggunakan pendekatan berbasis masalah dalam menanggulangi masalah-masalah layanan dasar dengan tetap mempertimbangkan kondisi dan kapasitas yang dimiliki pemerintah daerah itu sendiri. Program MELAYANI yang didukung World Bank ini, sudah bekerja di tiga lokasi sejak bulan Oktober 2017 hingga saat ini. Ketiga lokasi tersebut adalah Kabupaten Kubu Raya-Kalimantan Barat, Kabupaten Belu-Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Bojonegoro-Jawa Timur.
Setelah Program ini bekerja selama setahun sejak Oktober 2017, tentunya terdapat perkembangan dan capaian yang telah dihasilkan. Perkembangan dan capaian ini fokus pada isu prioritas yang telah dipilih masing-masing kabupaten. Antara kabupaten satu dengan kabupaten lain berbeda-beda, misalnya saja di Kabupaten Kubu Raya memilih isu Stunting, Bojonegoro dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tinggi dan Kabupaten Belu sendiri menetapkan kualitas pendidikan rendah sebagai isu prioritas.

Pada tahun 2017, nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) SDN Tini di Kabupaten Belu berada diperingkat terendah. Olehnya, SDN Tini dipilih sebagai sekolah target analisa guna mengetahui akar permasalahan atau penyebab rendahnya nilai USBN tersebut. Dalam pemaparan kepala SDN Tini yang memiliki siswa didik sebanyak 817 dengan jumlah rombongan belajar sebanyak 30 dan 4 kelas jauh ini, hal utama yang sudah dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan di SDN Tini adalah mulai dengan hal sederhana yakni perihal ketertiban guru dan siswa dimana guru diharuskan hadir di kelas sesuai jam yang telah ditentukan.

Dari hasil dampingan dan analisa permasalahan SDN Tini, diketahui bahwa hal-hal yang perlu ditingkatkan oleh sekolah ada tiga yakni terkait manajemen sekolah, pembaharuan komite sekolah dan manajemen dana BOS (Biaya Operasional Sekolah). Selain itu, salah satu hal yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan adalah kepemimpinan kepala sekolah, bagaimana kepala sekolah dan jajarannya bisa bermanuver atau berinovasi dalam keterbatasan yang ada.

Kunjungan kemudian dilanjutkan ke lokasi ke dua yakni SMPN 01 Atambua. Sekolah ini termasuk sekolah unggulan dengan banyak prestasi akademik dan ekstrakurikuler. Berlokasi di tengah kota Atambua, sekolah ini mendidik 1.632 siswa dengan jumlah guru 92 orang (42 PNS dan 50 non PNS). Hal menarik yang ditemui di sekolah ini adalah adanya sinergi, kerjasama kemitraan yang baik antara pihak sekolah dan komite sekolah. Seperti diketahui bahwa hasil analisa tim MELAYANI Belu menunjukkan bahwa salah satu kunci peningkatan mutu pendidikan yakni ada pada kemitraan dan partisipasi aktif komite sekolah.

Di SMPN 01, Komite sekolah bekerja independen dengan tetap selalu berkordinasi dengan pihak sekolah sebagai mitra. Komite sekolah mengelola anggaran yang hampir sama jumlahnya dengan dana sekolah sendiri. Dana ini diperoleh dari sumbangan komite sebesar 35 ribu rupiah per siswa tiap bulannya. Hal-hal yang terkait pendidikan dan pengembangan sekolah yang mendukung proses belajar mengajar namun tidak dianggarkan dari dana operasional sekolah bisa diajukan untuk dibiayai oleh komite sekolah. Salah satu hal yang membanggakan adalah komite berkontribusi dalam membiayai tenaga guru yang tidak dianggarkan dalam dana BOS. Bahkan untuk kepentingan transparansi dan akuntabilitasnya, laporan keuangan komite disandingkan dengan laporan keuangan dana Bos dicetak besar dalam bentuk baliho dan dipasang di dinding sekolah untuk dilihat semua pihak. Setelah mengunjungi dua sekolah, peserta tukar pengalaman program MELAYANI kemudian melanjutkan diskusi di kantor Bappeda Belu.

Dalam diskusi ini masing-masing kabupaten mempresentasikan capaian dan tantangan yang dihadapi selama program berjalan hampir setahun ini. Untuk Belu, beberapa capaian yang telah dihasilkan adalah berupa adanya Instrumen untuk proses kajian, Surat Keputusan Bupati  untuk tim kajian Dinas pendidikan, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Seleksi Kepala Sekolah masuk dalam RPJMD Perubahan  yang memuat tentang sosialisasi proses perekrutan, fasilitasi penilaian potensi kepemimpinan, Leadership Training. Selain itu capaian yang tidak kalah pentingnya adalah adanya inisiatif dari sekolah  untuk  mulai melakukan  proses  perbaikan sistem  layanan di tingkat satuan pendidikan.
Kabupaten Bojonegoro yang memfokuskan pada isu angka kematian ibu melaporkan beberapa capaian seperti telah terbentuknya tim kecil problem solving, adanya koordinasi di lingkungan sektor Kesehatan (Dinkes, Puskesmas, Rumah Sakit, Bidan, Dokter dan Spesialis). Selain itu proses identifikasi masalah telah dilakukan bersama antara Dinas Kesehatan, Pusat Kesehatan Masayarakat, bidan dan stakeholder lainnya. Pengumpulan dan analisa data melalui pencatatan dan pelaporan juga berjalan berkelanjutan seperti halnya penentuan prioritas masalah disusun secara bersama antar tim yang melibatkan Dinas Kesehatan, Bappeda, perwakilan Ikatan Bidan Indonesia, perwakilan Ikatan Dokter Indonesia, Puskesmas dan Rumah Sakit.

Hal yang paling membanggakan juga dari Bojonegoro adalah budaya problem solving sudah mulai terinternalisasi dalam tubuh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hal ini ditandai dengan sedang berjalannya proses pembentukan Tim Problem Solving Kabupaten untuk implementasi rencana solusi terkait angka kematian ibu. Budaya problem solving yang dimaksud di sini adalah kebiasaan baik untuk selalu berdiskusi membicarakan isu prioritas, mengidentifikasi dan menganalisa akar permasalahan kemudian menentukan jalan keluar yang paling mungkin untuk dikerjakan lebih dulu.

Untuk Kubu Raya beberapa capaian yang dapat dilaporkan adalah Dinas Kesehatan telah melaksanakan survei Pemantauan Status Gizi (PSG) pada 9 kecamatan di Kabupaten Kubu Raya pada akhir tahun 2017, Terbentuknya Tim Ad Hoc Perumusan Masalah Stunting Kubu Raya Melalui Surat Keputusan (SK) Bupati dan terkait data telah dilakukan koleksi data coverage stunting dengan melibatkan beberapa OPD.

Dalam diskusi yang siang itu difasilitasi oleh Bapak Ahmad Zaki dan Coach Kubu Raya bapak Afrizal diketahui dari para peserta bahwa salah satu nilai tambah MELAYANI adalah kemampuan untuk sama-sama memotret masalah yang sedang dihadapi secara utuh untuk kemudian sama-sama dicarikan solusinya. Apa yang dilakukan program ini adalah memfasilitasi agar ide-ide keluar, dengan tentunya berbagi pengetahuan melalui pendampingan dari program MELAYANI dan kisah sukses dari wilayah lain. Tim juga mulai menyadari bahwa solusi dari permasalahan yang dihadapi bukan dimana-mana tapi ada dan bisa dimunculkan dari pelaku sendiri.
Budaya diskusi, berdialog penting untuk dikembangkan agar solusi dan titik temu diperoleh, hal inilah yang difasilitasi oleh MELAYANI. Jika secara kolektif memikirkan masalah yang ada akan banyak ide solusi yang bisa dihasilkan. Program MELAYANI hanya bisa memberi pandangan dari luar tapi yang paling mengerti permasalahan dan solusi yang terbaik adalah pelakunya sendiri.
“Saat ini tim Belu sudah luar biasa karena sudah bisa melakukan penggalian informasi terkait masalah, proses dilakukan dengan cukup sederhana namun data yang diperoleh akurat, tim juga sudah mampu menganalisa dan menemukan solusinya” ungkap ibu Karrie Mclaughlin mentor World Bank.

Menurut tim Bojonegoro yang diwakili oleh dr. Ahmad Hernowo, Kepala Bidang Kesmas, Dinas Kesehatan Bojonegoro, proses kerja Program MELAYANI sangat menarik, mulai proses advokasi ke tingkat pengambil keputusan, turun lapangan mencari akar permasalahan dan merumuskan solusinya. Ia berharap kedepannya pendekat-an MELAYANI ini bisa juga diterapkan untuk isu prioritas lainnya misalnya pengentasan kemiskinan.

Diskusi berjalan seru, peserta seakan berlomba mengutarakan pendapat dan masukan masing-masing terkait proses pelaksana-an MELAYANI yang sedang berjalan di masing-masing kabupaten. “Kami sudah mengetahui masalah dan solusi yang harus kami ambil, tapi kami tetap membutuhkan bantuan dari WB (World Bank) untuk mengadvokasi ke tingkat pengambil keputusan yang lebih tinggi misalnya ke BAPPEDA atau Bupati” ungkap Bapak Gaspar salah satu pengawas sekolah yang tergabung dalam tim MELAYANI Belu.

Terkait upaya replikasi dan diseminasi pendekatan MELAYANI ke banyak wilayah di Indonesia juga sempat dibahas dalam diskusi ini. Namun, dibutuhkan bantuan pihak ke tiga untuk memfasilitasi atau menjembatani, seperti fungsi-fungsi yang dilakukan program MELAYANI selama ini misalnya Bappeda, Pemerintah Provinsi atau mungkin akademisi. Salah satu masukan menarik terkait pihak ketiga tersebut diungkapkan peserta dari Pemberdayaan Perempuam Belu, menurutnya Bappeda menjadi ujung tombak untuk membuat kajian dan mendiskusikan hasil kajian seperti proses yang sudah dilaksanakan tim MELAYANI selama ini.

MELAYANI masih akan mendampingi pemerintah kabupaten Belu, Bojonegoro dan Kubu Raya hingga Desember 2018. Proses diskusi dan kolaborasi multi pihak di masing-masing kabupaten tetap harus dilanjutkan guna menemu kenali masalah dan solusi yang tepat untuk diambil sambil mulai memikirkan pihak mana nantinya yang akan menjadi fasilitator yang menjembatani proses ini selepas program MELAYANI berakhir.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.