Melampaui Gelombang Tinggi Demi Anak Papua yang Sehat dan Cerdas
Penulis : Dewi Linggasari
  • Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI
    Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI

Saya tahu, bahwa pada awal tahun Laut Arafura mendidih. Gelombang berubah seolah lidah ombak yang marah, tidak mengurungkan niat saya. Saya sudah alpa pada dua kegiatan pencairan sebelumnya, dan sebagai anggota Sekretariat Bersama BANGGA Papua, saya malu alpa yang ketiga kali.  

BANGGA Papua adalah program perlindungan sosial yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Papua.  Kabupaten kami, Asmat, terpilih menjadi salah satu kabupaten uji coba pelaksanaan program tersebut, bersama Lanny Jaya dan Paniai.  Desember 2018 hingga Januari 2019 adalah pertama kalinya BANGGA Papua melakukan pencairan dana untuk penerima manfaat.

Risiko menempuh gelombang Laut Arafura dari Ibukota Asmat, Agats, menuju Distrik Fayit adalah langkah saya menebus dua kali alpa. Di pagi mendung bulan Januari 2019 setelah berkumpul untuk arahan serta doa di dermaga feri, akhirnya Tim Sekber BANGGA Papua Kabupaten Asmat berpencar ke beberapa distrik berbeda untuk bertugas memfasilitasi pencairan dana.

Saya bersama sembilan anggota Sekber yang lain serta tim keamanan menempatkan diri pada sebuah speed boat, memulai sekitar dua jam perjalanan ke Basim, Ibu kota Distrik Fayit dalam cuaca yang tak bersahabat. Lepas dari muara, gelombang belum menakutkan. Akan tetapi, tak lama kemudian ombak mengamuk setinggi gunung. Sejauh mata memandang air laut cokelat bagai kopi susu, bergemuruh pada gelombang yang berlarian. Empat speedboat terpelanting seakan daun kering. Aneh, tak seorang pun dari penumpang tampak ketakutan. Ada yang tersenyum, melambai bahkan mengambil gambar tanpa perlu mengenakan pelampung. Sementara saya, merasakan jantung berdetak lebih kencang. Karena gentar, saya melindungi diri dengan pelampung, mencengkeram tas ransel yang berisi dua botol air mineral kosong.

Air laut melambung, membasahi pakaian. Saat itu saya tersadar, betapa dekat jarak antara kehidupan dan kematian. Saya  menahan air mata, Yuli Maniagasi, gadis pemberani yang duduk di samping saya masih mampu menguasai rasa takut. Ia tampak tenang seakan gelombang adalah sensasi permainan di arung jeram.

Puji syukur, perjalanan yang sulit ini terlampaui ketika speedboat akhirnya menuju muara sungai,  mendekati Basim, ibukota Distrik Fayit. Tegur sapa serta cerita seru dari anggota Sekber menyebabkan semua tahu, tak seorang pun melewati  bahaya seorang diri.
 

Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI
Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI


Melayani Tanpa Lelah
Esoknya, kami mulai dengan mempersiapkan tempat kegiatan di halaman Polsek, mulai dari meja-meja layanan termasuk untuk verifikasi data, menyiapkan 'swalayan' sementara, menyesuaikan diri dengan posisi kantor Bank Papua, serta berkoordinasi dengan PLN agar listrik tetap menyala.

Kami duduk di belakang meja sesuai tugas masing-masing. Penerima manfaat dikelompokkan menurut setiap kampung. Saya duduk di belakang meja verifikasi data penerima manfaat, memanggil satu demi satu penerima manfaat. Ibu Ety Manduli, bertugas memverifikasi data dan Yuli duduk di balik meja pengaduan. Empi, Paulus, dan Kepala Kampung bertugas mengkoordinasikan peserta penerima dana BANGGA Papua.

Semula nama-nama yang dipanggil tidak mengalami kendala. Akan tetapi, ada nama ibu yang dipanggil kemudian tidak sesuai dengan daftar, tidak sesuai dengan kartu keluarga. Tim verifikasi bekerja ekstra ketat. Ternyata seorang ibu berganti  nama sesuai marga suami setelah perkawinan terjadi, dan hal ini membingungkan petugas verifikasi.

Hari pertama terus berlalu, pelayanan terus berlanjut dari satu kampung ke kampung berikut. Ada satu kampung yang warganya telah memiliki KTP Elektronik, ada yang menyertakan surat keterangan identitas pada Pemilu Gubernur, ada yang semuanya memiliki Kartu Keluarga, ada pula yang tidak memiliki kartu indentitas, sehingga identitas yang bersangkutan harus disesuaikan dengan Kartu Keluarga yang ada pada kami.

Sesuai dengan ketentuan, seorang anak akan menerima 200 ribu rupiah  per bulan dan karena pembayaran tahun 2018 dilakukan sekali, maka seorang ibu dengan satu orang anak berusia 4 tahun ke bawah akan menerima 200 ribu rupiah  selama 12 bulan atau 2,4 juta rupiah.    Bila anaknya yang berusia tersebut ada lebih dari satu, maka jumlah tersebut dikalikan dengan jumlah anak. Ibu menjadi penerima langsung dana BANGGA Papua karena merekalah yang paling tahu kebutuhan anak dalam keluarga. Kebijakan ini juga sekaligus untuk menguatkan peran mereka dalam keluarga sebagai perwujudan dukungan bagi kesetaraan gender.

Ibu-ibu yang telah menerima dana dari Bank Papua diarahkan ke 'swalayan' yang telah kami siapkan. Di sana, mereka bisa membeli bahan makanan bergizi untuk anak-anak mereka, atau bisa juga membeli kebutuhan sehari-hari untuk anak mereka. Hari pertama berlangsung hingga tengah malam. Keesokan harinya pelayanan kembali berlangsung, satu demi satu peserta dipanggil sesuai daftar. Suasana Basim yang semula lengang, kali ini menjadi riuh rendah oleh kehadiran penerima manfaat BANGGA Papua dari tiga distrik yaitu Fayit, Safan, dan Aswi disertai dengan seluruh anggota keluarga. Kami memang menyiapkan beberapa titik pembayaran yang melayani beberapa distrik terdekat. Ini untuk memudahkan para penerima manfaat agar tidak perlu datang jauh-jauh ke ibu kota kabupaten. Kamilah yang mendekat kepada mereka. Proses tidak selamanya lancar. Ada juga ibu yang protes karena namanya tidak terdaftar. Oleh anggota Sekber mereka diarahkan untuk mendaftar agar bisa menjadi penerima manfaat di tahun berikutnya.

Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI
Foto: Abdul Rahman Ramlan/Yayasan BaKTI


Pelayanan terus berlangsung mengikuti rotasi matahari dari suhu terendah hingga terik, dari pakaian basah kuyup karena keringat, hingga kering menjelang sore hari. Suasana Basim kian ramai dan hidup. Kunjungan Bupati Asmat, Kapolres, dan Ketua Sekber BANGGA Papua Kabupaten Asmat benar-benar menghibur. Setelah hari-hari yang sibuk dan melelahkan, kedatangan mereka serasa memberi kami tambahan semangat. Seperti halnya kami yang pernah melampaui gelombang pasang, maka rombongan Bupati Asmat telah melewati lidah ombak yang sama. Mereka bahkan segera kembali menjelang sore hari, melewati bahaya serupa.

Pada hari berikut persoalan muncul karena ada ibu penerima manfaat yang dikabarkan telah meninggal. Pihak Bank Papua meminta surat keterangan kematian sebagai legalitas hukum bagi penerima pengganti. Semula saya koordinasikan surat keterangan kematian ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) lewat aplikasi whatsapp. Akan tetapi, seorang bapak marah besar karena menunggu terlalu lama. Saya teringat, selaku Sekretaris Dinas Dukcapil saya berwenang pula menandatangani surat keterangan kematian atas pernyataan dari kepala kampung. Akhirnya, persyaratan surat keterangan kematian teratasi.

Hari berikut berlanjut, kami mengira pelayanan akan selesai dalam lima hari. Ternyata sampai hari Sabtu baru separuh pelayanan. Butuh kerja keras, ketelitian dan kesabaran dari tim Sekber untuk mengurai semua masalah itu. Bukan hal yang mudah karena kadang kala kami harus berhadapan dengan amarah dari warga yang merasa dirinya berhak mendapatkan dana BANGGA Papua, padahal sebenarnya tidak memenuhi persyaratan.  

Pagi terakhir suasana di Basim mulai tampak lengang, keluarga penerima manfaat dari tiga distrik telah menerima haknya. Keluarga dari kampung yang jauh akan menyusul. Sekitar 1.200 penerima manfaat sudah terlayani, 500 keluarga akan diselesaikan pada hari berikut. Ketika akhirnya empat speedboat  berlabuh di dermaga dengan selamat, tergagap kami mengepak barang, bersiap kembali ke Agats. Ketika berangkat kami adalah anggota tim. Tetapi ketika kembali, kami telah menjadi anggota keluarga yang saling membantu. Kami memahami kesulitan masing-masing, sehingga hak masyarakat dapat dipenuhi dengan baik.

Perjalanan ini telah membuat kami saling menguatkan dan bekerja bersama untuk mewujudkan mimpi anak-anak Papua yang lebih sehat dan cerdas. Tujuan strategis BANGGA Papua adalah meningkatkan kualitas SDM orang asli Papua melalui peningkatan gizi dan kesehatan anak. Sumber dana BANGGA Papua dari dana Otsus sehingga masyarakat merasakan manfaat dana Otsus secara langsung. Sasaran program adalah anak orang asli Papua berusia di bawah 4 tahun. Setiap anak berhak atas dana 200 ribu rupiah per bulan. Dana digunakan untuk membeli atau menyediakan makanan dengan gizi seimbang untuk anak. Dana diterima langsung oleh ibu/wali sah anak melalui transfer bank.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.