Kontribusi Perempuan Catatan Konferensi Perempuan Timur IV
  • Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI
    Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI

Pandemi COVID-19 telah mengubah kehidupan sosial masyarakat di seluruh dunia. Salah satu yang fenomenal adalah manusia benar-benar menjadi makhluk domestik. Manusia bekerja dari rumah, beribadah dan belajar di rumah. Menjadi orang rumahan adalah cara efektif untuk memutus penyebaran COVID-19. Jadilah sebagian besar manusia sebagai pekerja di rumah atau pekerja domestik. Kata “domestik” berasal dari kata Latin domus yang berarti “rumah”, jadi manusia adalah makhluk yang hidup di dalam rumah atau terdomestikasi.

Selama ini istilah domestik, ruang domestik, dan pekerja domestik ditujukan kepada perempuan. Ketika dihubungkan dengan pekerjaan, maka pekerja domestik dianggap sebagai kerja rendahan atau bukan pekerjaan, sehingga dibayar murah. Karenanya istilah pembantu rumah tangga masih selalu digunakan dibandingkan istilah pekerja rumah tangga (PRT).

Pembagian ruang kehidupan menjadi ruang domestik dan ruang publik tidak hanya menimbulkan kerancuan, tetapi menyebabkan diskriminasi, terutama terhadap perempuan. Diskriminasi terhadap perempuan berakar sangat dalam di masyarakat yang diperkuat oleh budaya, tafsiran agama, dan kebijakan negara.

Karena itu, kekerasan terhadap perempuan dan anak yang angkanya terus meningkat, bukanlah peristiwa spontan, tetapi merupakan peristiwa yang terkondisi dalam waktu yang panjang. Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan turun dari langit, tetapi diproduksi dan direproduksi oleh manusia melalui berbagai perangkat dan praktik kehidupan, sehingga diterima sebagai sesuatu yang biasa oleh sebagian masyarakat. 

Maria Filiana Tahu, Direktur YABIKU Nusa Tenggara Timur, salah satu narasumber di Konferensi Perempuan Timur IV menyampaikan bahwa kekerasan terhadap perempuan di pedalaman dan kepulauan di kawasan timur Indonesia, lebih sulit dan kompleks. Maria menyodorkan data yang dikumpulkan oleh FPL (Forum Pengada Layanan), pada 2019 terdapat 1.528 kasus kekerasan di kawasan timur Indonesia, sedangkan pada 2020 sampai bulan Juli saja terdapat 1.023 kasus. Dari 1.528 kasus tahun 2019 terdapat 1.444 korban, artinya sekitar 84 kasus tidak terlaporkan, sehingga tidak tercatat di lembaga manapun.

Menurut Maria, sudah banyak perempuan yang berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya, tetapi masih ada perempuan yang tidak melaporkan kasusnya, karena dia tidak mau menjadi bahan tertawaan, takut menjadi cibiran masyarakat, atau memang takut karena kasusnya tidak akan selesai dalam proses hukum. Ketakutan tersebut bukan hanya berasal dari masyarakat bawah saja, tetapi juga masyarakat berpendidikan. Maria membeberkan bahwa kasus kekerasan seksual juga terjadi di kampus, tempat orang-orang berpendidikan tinggi, tetapi mahasiswi yang menjadi korban mendiamkan karena takut tidak diluluskan atau kuliahnya mengalami hambatan.

Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI
Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI 


Maria Filiana Tahu adalah salah satu narasumber pada Konferensi Perempuan Timur (KPT) keempat yang dilakukan secara virtual. Konferensi yang berlangsung 26-27 Agustus 2020 tersebut mengangkat tema Memetik Buah dari Sinergi Multipihak untuk Pembangunan Berkeadilan di Indonesia bagian Timur. Konferensi terlaksana atas kerja sama Yayasan BaKTI dan Forum Pengada Layanan (FPL) yang didukung oleh Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan).

Muhammad Yusran Laitupa, Direktur Yayasan BaKTI dalam sambutannya menjelaskan, sejatinya KPT keempat ini dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun karena suasana pandemi COVID-19, maka KPT keempat ini dilakukan secara online sesuai dengan protokol kesehatan. Konferensi bertujuan membagikan praktik dan inovasi baik dari gerakan perempuan Indonesia timur untuk menyelesaikan beragam isu hak asasi manusia. Konferensi ini juga memperlihatkan kemampuan daerah bersinergi antara gerakan perempuan, pemerintah dan berbagai pihak untuk mendukung pemberdayaan perempuan.


Inisiatif Perempuan
KPT adalah salah satu kegiatan yang didukung Program MAMPU untuk membagikan praktik dan inovasi baik dari gerakan perempuan di bagian timur Indonesia.  Maria Filiana Tahu adalah satu dari perempuan-perempuan yang berinisiatif membantu perempuan yang menjadi korban kekerasan, dan perempuan-perempuan yang terpuruk karena diskriminasi berlapis selama ini.

Di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Nur Jannah, Ketua Kelompok Konstituen Bahagia bersama kelompoknya menggalang perempuan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta mendampingi mereka ketika harus berurusan dengan lembaga layanan dan lembaga hukum. Sebagai paralegal, Nur Jannah dan kelompoknya harus belajar mengenai hak asasi manusia (HAM), hak-hak perempuan, hak-hak anak, dan proses-proses peradilan, yang memungkinkan mereka dapat mengetahui prosedur pemenuhan hak-hak korban dan layanan yang disediakan oleh negara.

Nur Jannah dan kelompoknya menjadi lembaga yang mengurusi rupa-rupa kebutuhan perempuan dan masyarakat miskin di komunitasnya, mulai dari akta kelahiran, surat nikah, beras sejahtera, dan layanan lain yang disediakan oleh pemerintah. Berbagai cara ditempuh untuk menghubungkan komunitas dengan layanan, termasuk menghubungkan konstituen dengan wakilnya di parlemen (DPRD).

Apa yang dilakukan Nur Jannah dan Kelompok Konstituen di Kota Parepare mendapat apresiasi dan pemerintah setempat. Nur Jannah dan beberapa perempuan direkrut oleh P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Anak) menjadi paralegal untuk mendampingi kasus-kasus perempuan dan anak.

Sementara itu, Suismini, pengurus Kelompok Konstituen di Kota Kendari menggalang pembentukan koperasi untuk mendukung penanganan kasus kekerasan. Menurut Suismini, ketika terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang korbannya adalah masyarakat miskin, kadang mereka kesulitan untuk melaporkan kasusnya di lembaga layanan karena alasan biaya. Apalagi kalau kasusnya harus masuk di ranah hukum maka prosesnya panjang sehingga korban harus membutuhkan biaya yang besar untuk itu. Karena itu, perempuan dan anak dari keluarga miskin yang menjadi korban kekerasan, kadang memilih untuk tidak melaporkan kasusnya untuk menghindari pengeluaran yang memberatkan.

Bagi Suismini, inisiatif kelompok konstituen untuk menggalang dana bagi penanganan korban, memang harus dilakukan karena banyak sekali korban kekerasan dari masyarakat miskin dan mereka telah melaporkan kasusnya pada kelompok konstituen. Sementara itu, lembaga layanan tidak menyediakan biaya transportasi dan biaya-biaya lain untuk korban.

Inisiatif Suismini dan kelompoknya membentuk koperasi bukan soal ekonomi semata, tetapi dilatari oleh masalah kekerasan terhadap perempuan yang dalam penanganannya membutuhkan sejumlah biaya.

 

Untuk Kesetaraan
Inisiatif organisasi masyarakat sipil dan komunitas khususnya kelompok perempuan dalam merespons dan menangani permasalahan yang dialami perempuan, kelompok marginal, dan disabilitas, antara lain kekerasan terhadap perempuan, adalah sesuatu yang harus diapresiasi oleh siapa pun dan pihak manapun, terutama oleh negara.

Ketika negara tidak mampu memenuhi hak-hak perempuan sebagai warga negara, maka perempuan menggalang komunitasnya untuk membela dan menyelamatkan perempuan-perempuan yang menjadi korban diskriminasi dan ketidakadilan. Inisiatif perempuan di tengah masyarakat dan negara yang patriarki tentu tidak mudah, tetapi apa yang dilakukan oleh perempuan, terutama perempuan-perempuan di komunitas harusnya menjadi pembelajaran bagi pembuat kebijakan untuk mengubah perspektif dan kebijakan terhadap perempuan.

Perempuan dapat menolong dirinya dan kaumnya melalui inistiatif-inisiatif yang dapat memperkuat masyarakat dan negara. Kontribusi perempuan dalam masyarakat dan negara, bahkan di tengah pandemi COVID-19 sangat nyata. Padahal di tengah pandemi tidak sedikit perempuan yang juga menjadi korban. Perempuan bekerja keras memampukan perempuan untuk setara dengan laki-laki sebagai manusia dan sebagai ciptaan Tuhan. Kesetaraan dan keadilan tidak akan terwujud, jika diskriminasi dibiarkan dan dipelihara melalui pikiran dan kebijakan.

 

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.