Kekerasan terhadap anak adalah permasalahan sosial serius yang telah menjadi perhatian nasional sejak sekitar 20 tahun lalu. Lahirnya Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002) adalah bagian dari kebijakan negara untuk mencegah dan mengurangi kekerasan terhadap anak. Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengalami perubahan sebanyak dua kali, dimana perubahan tersebut di antaranya adalah dalam rangka melindungi anak dari bentuk kekerasan yang semakin kompleks.

Terakhir adalah perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 ini populer di media sebagai “Perppu Kebiri”, karena mengatur hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual berupa kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik (Pasal 81 ayat (7)). 
Kekerasan terhadap anak terjadi di berbagai strata sosial dan lini kehidupan. Keluarga atau lingkungan rumah yang merupakan ruang pertama untuk tumbuh dan berkembangnya anak, kadang menjadi tempat kekerasan terhadap anak, di mana orang tua, keluarga, dan orang-orang terdekat menjadi pelakunya. Rumah kedua anak adalah sekolah, namun di sekolah juga anak tidak terbebas dari kekerasan. 
Sementara itu, respon masyarakat tidak selalu positif, karena moral pengasuhan anak yang dianut masyarakat juga tidak selalu ramah anak, bahkan bertentangan dengan moral dan nilai-nilai hak-hak dan perlindungan anak. Ada juga masyarakat yang permisif terhadap kekerasan terhadap anak, atau menganggap permasalahan anak sebagai urusan keluarga atau rumah tangga.

Layanan Terpusat di Kota
Penanganan anak korban kekerasan di Indonesia selama sekitar 20 tahun terakhir sudah cukup maju. UPT PPA (Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak) yang sebelumnya bernama P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) berperan penting dalam pendampingan dan pemulihan korban. Selain itu, terdapat PKSAI (Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif) dan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang aktif melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak.

Namun, lembaga-lembaga layanan tersebut berada di perkotaan. Dengan demikian, jika korban, terutama berada di desa dan pulau-pulau terpencil, membutuhkan layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak, maka pengguna layanan akan mengeluarkan biaya transportasi dan biaya lain yang cukup besar untuk mengakses layanan yang ada di kota. Padahal untuk kasus-kasus tertentu, korban membutuhkan pendampingan dan perlindungan yang menyebabkan korban harus menetap. Ini akan menyebabkan korban dan keluarganya mengeluarkan ongkos yang besar.

Di sisi lain, permasalahan anak yang berkategori ringan yang seharusnya menjadi ranah tokoh masyarakat, lembaga sosial, dan pemerintah desa/kelurahan untuk menyelesaikannya. Tetapi oleh keluarga korban dan pihak tertentu langsung dilaporkan atau dirujuk ke lembaga-lembaga formal. Ini tidak salah namun menggerus dan menghilangkan kebiasaan masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial secara kekeluargaan. Cara-cara yang mengabaikan kebiasaan dan kekuatan masyarakat juga tidak akan membantu perlindungan anak berbasis masyarakat.

Masuknya kasus-kasus ringan di lembaga layanan atau lembaga formal lainnya, justru menambah beban lembaga layanan yang memang sudah kekurangan tenaga dan fasilitas. Apalagi masih banyak lembaga layanan yang ada pun belum mempunyai mekanisme standar dalam penanganan korban. di pihak lain, kasus-kasus ringan yang dilaporkan dan dirujuk ke lembaga layanan akan semakin melemahkan mekanisme masyarakat dalam menyelesaikan masalah, yang berarti semakin memperlemah kohesi sosial. 

Keterampilan Pengasuhan untuk Pencegahan
Karena itu, perlu solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, baik dengan menyiapkan sumber daya yang dekat dengan keluarga dan anak rentan dan berisiko, maupun membangun mekanisme berbasis masyarakat untuk memberikan layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak pada tingkat desa, kelurahan, dan komunitas. 

Pendekatan berbasis desa, kelurahan, dan komunitas diharapkan dapat membantu mengatasi kekerasan dan eksploitasi anak ketika masyarakat juga diperhadapkan pada situasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Pandemi memaksa masyarakat menjadi manusia domestik atau hidup di dalam rumah, sehingga penguatan keluarga dan masyarakat untuk melindungi dan menyelamatkan anak menjadi penting dan strategis. Pasalnya, ketika sebagian besar masyarakat beraktivitas di dalam rumah, maka anak-anak juga rentan menjadi korban kekerasan fisik, mental, dan seksual secara domestik di dalam rumah dan secara digital di dunia maya.  

Upaya mengembangkan dan memperkuat layanan kesejahteraan dan perlindungan anak di tingkat masyarakat, desa, dan kelurahan telah dimulai, misalnya PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat), Puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial), Shelter Warga, Kelompok Konstituen, dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut telah dibentuk di desa dan kelurahan, yang akan berfungsi sebagai lembaga layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak.

Namun, untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut berfungsi optimal, maka perlu diperkuat dengan sumber daya atau tenaga, kelembagaan, dan dukungan anggaran yang cukup. Ini menjadi tanggung jawab pihak-pihak berkontribusi dalam memperkuat kelembagaan yang ada. Atas dukungan UNICEF (United Nations Children's Fund) melalui Program Penguatan Lingkungan Aman dan Ramah Anak (Strengthening Safe and Friendly Environment for Children-SAFE4C), Yayasan BaKTI melakukan kegiatan-kegiatan untuk memperkuat kelembagaan perlindungan anak di tingkat desa dan kelurahan di Kabupaten Maros, Gowa, Bulukumba, dan Kota Makassar. Di tengah suasana pandemi Covid-19, maka pelaksanaan kegiatan berlangsung secara online atau daring (dalam jaringan) dan offline atau tatap muka.  

1

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan fasilitator masyarakat, adaptasi SOP (Standar Operasional Prosedur) lembaga layanan, pengembangan mekanisme berbasis masyarakat, advokasi dan koordinasi untuk kebijakan dan alokasi anggaran perlindungan anak, serta pelatihan fasilitator anak mengenai kecakapan hidup anak.

Pelatihan Fasilitator Masyarakat tentang Pengasuhan, Pertolongan Pertama Psikologis, dan Pemahaman Kerentanan, serta Identifikasi Anak dan Keluarga Rentan Anak adalah, untuk menghasilkan fasilitator atau relawan di tingkat desa dan kelurahan yang harapannya akan melakukan beberapa hal untuk memperkuat kelembagaan perlindungan anak di tingkat desa dan kelurahan.

Pengasuhan merupakan faktor penting dalam pencegahan kekerasan terhadap anak. Orang tua atau pengasuh yang tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan mengenai pengasuhan akan menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Pengasuhan adalah pengetahuan dan keterampilan yang dapat diajarkan. Karena itu pelatihan fasilitator masyarakat tentang pengasuhan adalah untuk menyediakan fasilitator di tengah masyarakat yang menjadi pelopor pencegahan kekerasan anak di desa dan kelurahan.     

Sedangkan Pelatihan Fasilitator Anak mengenai Kecakapan Hidup Anak dimaksudkan untuk menghasilkan anak sebagai pendidik sebaya, sekaligus sebagai pelopor dan pelapor perlindungan anak di desa dan kelurahan.  
 

2

Membangun Desa Ramah Anak
Pengembangan mekanisme layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak berbasis masyarakat di desa akan memperkuat kelembagaan perlindungan anak di tingkat desa. Mekanisme berbasis masyarakat akan meningkatkan kepedulian masyarakat dan membangun sistem untuk mencegah kekerasan terhadap anak. Moral dan nilai-nilai pengasuhan dan pendidikan anak yang menghambat dan merugikan tumbuh kembang anak di masyarakat harus dicegah dan dihentikan. Mekanisme yang dikembangkan harus mengadopsi moral dan nilai-nilai hak dan perlindungan anak yang telah terbukti dan dipercaya melindungi anak, baik yang ada dan berkembang di masyarakat, maupun yang telah diadopsi dalam hukum nasional maupun internasional.

Desa diakui dan diberi kewenangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan bagi kepentingan masyarakat desa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa (UU No. 6 Tahun 2014). Seiring dengan pengakuan dan pemberian kewenangan, desa juga mendapat alokasi anggaran (dana desa) dari pusat untuk membiayai pembangunan desa, termasuk perbaikan pelayanan publik di desa. Layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak berbasis masyarakat di desa adalah pelayanan publik yang perlu menjadi bagian dari perencanaan dan pembangunan desa.
Melalui kewenangan desa, pemerintah dan masyarakat desa dapat membangun “Desa Ramah Anak” yaitu desa yang mempunyai perangkat dan mekanisme layanan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak. Dalam proses perencanaan dan penganggaran desa, pemerintah dan masyarakat melibatkan anak sebagai stakeholders. Proses-proses dan mekanisme untuk menjadikan “Desa Ramah Anak” harus diatur dalam instrumen yang mengikat semua pihak dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes).

Beberapa Desa telah membuat Perdes Perlindungan Anak, Perdes Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, dan Perdes Pencegahan Perkawinan Anak. Ini adalah langkah maju yang perlu diapresiasi dan direplikasi. Upaya-upaya positif perlu disambut dan didukung untuk pencegahan kekerasan terhadap dan kepentingan terbaik bagi anak.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.