Belasan Izin Kebun Sawit di Papua Barat Dicabut
  • Hutan adat di Sorong, Papua, terbabat perusahaan untuk kebun sawit. Foto: Pemuda Mahasiswa Iwaro
    Hutan adat di Sorong, Papua, terbabat perusahaan untuk kebun sawit. Foto: Pemuda Mahasiswa Iwaro

Pemerintah Papua Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi telah kaji ulang terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit dalam dua tahun terakhir. Hasilnya, pencabutan 12 izin perusahaan sawit dan rencana cabut empat perusahaan di provinsi konservasi itu.

Dari luasan itu, ada 267.856,86 hektar izin konsesi sudah dicabut dan 43.689,93 hektar masih poses pencabutan. “Draf surat keputusan untuk mencabut izin empat konsesi ini telah finalisasi, sedang menunggu penandatanganan pihak berwenang,” kata Yacob Fonataba, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Papua Barat dalam diskusi Mari Cerita (Mace) Papua, akhir Mei lalu.

Adapun lokasi perusahaan yang dicabut itu berada di Sorong Selatan empat perusahaan, Sorong (4), Teluk Bintuni (2), serta masing-masing satu izin perusahaan di Teluk Wondama dan Fakfak.

Petrus Kasihiuw, Bupati Teluk Bintuni, mencabut izin lokasi untuk PT. Bintuni Sawit Makmur pada 23 Maret 2021. Perusahaan ini sebelumnya mendapat izin lokasi seluas 11.776 hektar.

Eduard Nunaki, Pejabat Bupati Wondama, mencabut keputusan perpanjangan izin lokasi seluas 28.880 hektar untuk PT. Menara Wasior. Keputusan dikeluarkan pada 25 April 2021.

Dua hari setelah itu, pada 27 April 2021, Johny Kamuru, Bupati Kabupaten Sorong cabut izin empat perusahaan sawit. Yakni, PT. Sorong Agro Sawitindo, PT. Inti Kebun Lestari, PT. Papua Lestari Abadi, dan PT. Papua Cipta Plantation. Perusahaan-perusahaan ini berturut-turut mendapat IUP seluas 40.000 hektar, 34.400 hektar, 15.631 hektar, dan 15.671 hektar.

Bupati Sorong Selatan juga mencabut izin empat perusahaan. Yaitu PT. Anugerah Sakti Internusa, PT. Internusa Jaya Sejahtera, PT. Persada Utama Agromulia, dan PT. Varia Mitra Andalan. Pencabutan pada Mei 2021.

Untuk izin konsesi yang akan dicabut berada di Sorong Selatan ada dua perusahaan, sisanya masing-masing satu izin perusahaan di Maybrat dan Manokwari Selatan.

Keputusan para bupati ini menyusul proses evaluasi izin perkebunan sawit di Papua Barat. Evaluasi ini sudah berlangsung sejak Juli 2018 di bawah koordinasi Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Papua Barat. Berbagai pihak terkait terlibat termasuk pemerintah kabupaten di Papua Barat. Laporan hasil evaluasi terbit pada Februari 2021.

Pencabutan izin ini lewat kajian. Yacob menyebut, ada beberapa temuan pelanggaran, mulai dari tidak terpenuhi syarat administrasi, pelanggaran izin usaha perkebunan (IUP), lalu pelanggaran atau tidak ada hak guna usaha (HGU).

Dari 30 perusahaan yang dikaji, katanya, lima perusahaan mengaku tak mampu melanjutkan perizinan dan persyaratan hingga mereka pasrah izin dicabut. Satu perusahaan izin sudah dicabut terlebih dahulu oleh Bupati Sorong tahun lalu. “Hingga ada 24 perusahaan yang kami periksa menyeluruh,” katanya.

Ke-24 perusahaan ini memiliki total konsesi 611.440,84 hektar dan 383.431, 05 hektar masih tutupan hutan alam.

“Kami tidak alergi dengan perusahaan sawit, hanya ingin perusahaan itu taat dengan aturan berlaku.”

Benediktus Hery Wijayanto, Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Papua Barat mengatakan, jenis izin yang dievaluasi antara lain, izin lokasi, IUP, hak guna usaha (HGU), izin pemanfaatan kayu (IPK), maupun surat keputusan pelepasan kawasan hutan, hingga putusan pengadilan.

Dari proses evaluasi, ada enam konsesi dikembalikan ke pemerintah seluas 52.151,93 hektar. Selanjutnya setelah penyerahan sukarela ini, akan ditindaklanjuti dengan perubahan surat keputusan gubernur atau bupati dengan mengeluarkan wilayah

Evaluasi izin sawit di Papua Barat berlandaskan pada Deklarasi Manokwari, Instruksi Presiden Moratorium Sawit Nomor 8/20018, dan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).

Evaluasi ini juga diharapkan dapat memperbaiki tata kelola izin sawit, mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor sawit, dan menjaga luas tutupan hutan di Papua Barat.

Selanjutnya, kata Yacob, lahan-lahan ini akan kembali kepada negara dan pengelolaan diberikan kepada masyarakat adat.

Hal serupa, berlaku pada perusahaan yang sudah memiliki HGU tetapi ada temuan pelanggaran.

Berdasarkan temuan lapangan, ada 299.894,05 hektar konsesi dengan HGU bermasalah. Pemprov Papua Barat, katanya, akan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk mengambil lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan agar kembali menjadi negara.

Setelah itu, lahan-lahan ini pun akan agar hak kembali ke masyarakat adat. Dia menyebut, ada beberapa skenario sudah terpikirkan, mulai dari perhutanan sosial, hutan adat hingga pengakuan tanah ulayat komunal.

“Kalau bicara soal ketahanan pangan dalam rangka COVID-19, kami bisa buat lumbung pangan dengan pola kearifan lokal masyarakat adat. Jadi, kalau mereka bilang mau dipakai untuk usahakan satu komoditas, akan kami sesuaikan dengan potensi dan kesesuaian lahan di sana,” kata Yacob.

Terbantu Moratorium Sawit

Salah satu dasar hukum yang dipakai untuk review dan pencabutan izin konsesi perkebunan sawit di Papua Barat adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit. Atau biasa dikenal dengan Moratorium Sawit.

Cliff Agus Japsenang, Sekretaris Daerah Sorong mengatakan, Pemerintah Sorong sudah lama menemukan banyak konsesi tidak berjalan walau mereka sudah mengantongi izin dan lokasi.

Atas dasar inpres itu, kata Cliff, Bupati Manokwari curi start dengan mencabut izin dari 30 perusahaan perkebunan sawit yang jadi sasaran review perizinan. Dia bilang, masih ada dua perusahaan sedang evaluasi tim.

Inpres ini pun jadi tameng untuk setiap tanggapan dan masukan dari perusahaan sawit yang sedang dikaji di Sorong. “Secara hukum kami akan berupaya mencoba menjelaskan. Langkah yang sudah kami ambil sudah sesuai seperti itu.”

Selain di tingkat kabupaten, provinsi pun menyebut Inpres Moratorium Sawit jadi satu landasan kuat memperbaiki praktik perizinan yang keliru di Papua Barat.


Kerugian Negara

Pelanggaran perizinan oleh perusahaan perkebunan sawit ini diperparah dengan praktik konsesi yang enggan membayarkan pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan (PBB-P3).

Dian Patria menyebut, hanya ada 17 ribu hektar konsesi dari total 611.000-an hektar dalam IUP yang membayar PBB-P3. “Itu pengakuan dari Kantor Wilayah Pajak. Jadi, sudah tidak ada pajak yang diterima pemerintah, izin juga banyak pelanggaran,” kata Dian.

Pajak memang masuk ke negara terlebih dahulu, tetapi 90% akan kembali ke daerah. Kalau melihat hanya 17 ribu hektar yang masuk ke negara, Papua Barat bisa dikatakan tidak mendapat manfaat dari sektor ini.

Selain itu, kata Dian, banyak pelaku usaha berada di timur Indonesia namun nomor pokok wajib pajak mereka justru terdaftar di Jawa. Kondisi ini membuat potongan pajak penghasilan (PPh) perorangan maupun badan yang ditarik negara hanya masuk ke Pulau Jawa, bukan Papua, terutama Papua Barat.

Dian mengusulkan, perlu didorong agar investor memiliki kantor jelas di wilayah usaha, tidak hanya kantor kuasa direksi. Tujuannya, agar pengawasan dan NPWP dapat terdaftar di cabang, seperti Papua Barat.

Kembalikan ke Masyarakat Adat

Sem Ulimpa dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malamoi di Papua Barat menyambut baik hasil evaluasi dan rekomendasi pencabutan izin sawit ini.

“Harapannya bukan hanya di sawit juga perusahaan-perusahaan lain seperti tambang dan industri lain.”

Pasca pencabutan, katanya, lahan-lahan ini sudah seharusnya kembali ke masyarakat adat sebagai pemilik ulayat. Di Papua Barat, pemerintah sedang membangun kawasan ekonomi khusus (KEK).

Dia khawatir, lahan-lahan dengan izin dicabut hanya akan berpindah penguasaan ke pihak-pihak baru.

Aksi masyarakat menolak sawit gencar terjadi di Papua Barat. Sebelumnya AMAN Malamoi bersama jaringan masyarakat sipil di Kabupaten Sorong, mendorong pencabutan izin PT. Mega Mustika Plantation. Izin perusahaan ini dicabut Bupati Sorong pada 2020.

Kawal Bersama

Pemprov Papua Barat sudah memiliki konsep terkait lahan dari perizinan yang dicabut. Kalau ini tidak ditindaklanjuti dengan seksama, terutama dengan melibatkan banyak pihak, maka konsep ini berpotensi tidak jalan.

Selama ini, katanya, belum ada praktik terbaik yang bisa ditiru, terutama soal pengembalian area penggunaan lain yang dicabut. “Yang ada kejadian malah tambah terlantar. Untuk itu, tanah terlantar ini perlu dipetakan,” kata Dian.

Dian bilang, perlu ada koordinasi dan keroyokan dari banyak pihak. Selain karena anggaran terbatas, keterlibatan banyak pihak juga jadi satu cara memastikan lahan ini kembali ke masyarakat.

Terkait hal ini, apa yang dilakukan Perkumpulan Generasi Muda Malaumkarta di Kabupaten Sorong bisa jadi contoh. Mereka berhasil memetakan hutan adat berdasarkan wilayah dan kepemilikan marga.

Mereka pun pernah riset valuasi ekonomi pada 2017 bersama peneliti dari AMAN, Universitas Indonesia serta Universitas Gadjah Mada. Mereka berkesimpulan, kalau hasil pendapatan real masyarakat di kawasan hutan melebih bagi hasil migas.

Menurut dia, masyarakat adat perlu regulasi jelas untuk perlindungan mereka yang hidup di kawasan hutan.

 
Artikel bersumber dari https://www.mongabay.co.id/2021/06/07/belasan-izin-kebun-sawit-di-papua-barat-dicabut/
 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.