Desa Uiasa di Pulau Semau, Kupang Nusa Tenggara Timur adalah salah satu desa dampingan Yayasan Ume Daya Nusantara (UDN) dalam Program INKLUSI-BaKTI. Desa ini didiami oleh 1.124 jiwa yang terdiri dari 590 orang laki-laki dan 534 orang perempuan yang tersebar di lima dusun. Kepala Desa Uliasa, Bapak Yigal Sulivan Laiskodat dikenal sangat peduli terhadap kelompok rentan dan marginal yang turut berbagi ruang dan waktu bersama warga desa lainnya.
Desa Uiasa pernah berjaya sebagai tempat wisata primadona di Teluk Kupang pada tahun 90-an berkat panorama alamnya yang indah. Namun sejak rute penerbangan langsung Kupang – Darwin (Australia) dihentikan menyusul krisis moneter, semua usaha sektor pariwisata di Desa Uiasa serta merta terhenti. Bangunan penginapan dan bar yang dahulu ramai dikunjungi wisatawan kini tinggal puing-puing saja. Tentu kondisi ini berdampak pada pendapatan asli desa (PAD) yang merosot jauh dari harapan.
Pada 3 Agustus 2022 sebuah Kelompok Pemerhati Desa (KPD) dibentuk di Desa Uiasa dan diberi nama Kelompok Sadar Wisata Berbasis Masyarakat (POKDARWIS SIKAT). Kelompok ini agak berbeda dengan KPD lainnya, karena pembentukan kelompok tidak dimulai dari awal tapi disinergikan kepengurusannya dengan kelompok yang ada. Hanya ditambahkan divisi Layanan Berbasis Komunitas (LBK) yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta isu-isu perlindungan sosial di desa. Kepengurusan kelompok terdiri dari unsur pengelola wisata, perempuan, perempuan kepala keluarga, lansia, penyandang disabilitas, pemuda dan anak.
Selama satu tahun berjalan, KPD melakukan sosialisasi terkait dengan isu inklusi dan pentingnya pelibatan kelompok rentan di dalam proses pengambilan keputusan di desa. KPD juga terlibat di dalam perencanaan pembangunan, musyawarah dusun, musyawarah rembug stunting, dan penyusunan RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa). Selain itu, KPD juga terlibat aktif di dalam proses pembuatan perdes, di mana advokasi dilakukan di tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten.
Advokasi yang dilakukan di Desa Uiasa diawali dengan pendataan kelompok rentan. KPD lewat divisi data dan advokasi mulai mendata kelompok rentan berupa jumlah disabilitas (ragam disabilitas), lansia, perempuan kepala keluarga dan orang yang mengalami kusta. Data-data tersebut melengkapi rencana advokasi yang berbasis data di Desa Uiasa dan memastikan kelompok rentan tersebut dapat mengakses hak dasar mereka. Berdasarkan data tersebut, di tahun 2023 sebanyak dua perdes terkait dengan pemenuhan hak kelompok rentan yaitu Peraturan Desa (Perdes) Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul Berskala Lokal Desa dan Perdes Penyelenggaraan Pengembangan Desa Wisata Terpadu Inklusif telah dihasilkan.
Dalam proses advokasi KPD, pemerintah desa dan pendamping lokal desa sepakat untuk menjadikan Desa Uiasa sebagai desa wisata yang tangguh bencana dan inklusif. Dengan adanya Perdes Pengembangan Desa Wisata Terpadu yang Inklusif, pemerintah dan masyarakat berharap agar dalam pengelolaan wisata dapat melibatkan kelompok rentan yang ada di desa dan memastikan kelompok tersebut juga dapat menikmati hasil dari pengelolaan wisata dan juga meningkatkan PAD untuk kesejahteraan masyarakat di desa.
Foto: Upaya memudahkan akses bagian disabilitas fisik
Pelibatan kelompok rentan dalam pengambilan keputusan sering dianggap tidak memberikan dampak yang signifikan. Sehingga sering kali mereka diabaikan dan bahkan tidak dipedulikan sama sekali baik pemerintahan desa, kecamatan, maupun kabupaten. Bahkan ketika kelompok rentan ini mau kerja selalu saja diabaikan dengan berbagai alasan sehingga membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan rumah daripada keluar. Hal ini bertolak belakang dengan Program INKLUSI di mana tidak ada seorangpun yang tertinggal di dalam pembangunan.
Berdasarkan hasil kesepakatan untuk menjadikan Desa Uiasa sebagai desa yang ramah terhadap kelompok-kelompok rentan dan marginal, Kepala Desa Uiasa, Yigal S. Laiskodat mulai mengidentifikasi indikator tentang desa inklusi dengan melibatkan semua pihak. Dari sembilan indikator, tujuh indikator yang telah ditindaklanjuti di tahun 2022-2023 yaitu adanya data kelompok Inklusi yang komprehensif dan terupdate, adanya kelompok disabilitas yang setara dengan lembaga lainnya, keterlibatan penyandang disabilitas dalam pengambilan kebijakan, perencanaan dan implementasi anggaran yang inklusif disabilitas, adanya regulasi yang mendukung, layanan fisik yang aksesibel, dan adanya ruang untuk belajar dan berjejaring.
Melihat hal ini, UDN melalui Program INKLUSI-BaKTI bekerja sama dengan pemerintah kabupaten dan pemerintah desa melakukan sosialisasi terkait isu inklusi. Pemerintah kabupaten pun menindaklanjuti dengan membuat surat edaran. Pada tahun 2023 pemerintah Kabupaten Kupang mengeluarkan Surat Edaran Bupati tentang Penyediaan Bidang Miring di setiap Fasilitas Umum untuk mendukung hak kebijakan para penyandang disabilitas. Pemerintah Desa Uiasa pun merespon surat edaran tersebut. Kepala Desa Uiasa merasa bahwa kelompok rentan yang berada di desanya perlu mendapatkan perhatian lebih dari desa dan diberlakukan seperti warga masyarakat lainnya, sehingga kepala desa berinisiatif untuk membuat bidang miring di kantor desa untuk memudahkan akses bagi para penyandang disabilitas.
Walau tahun 2023 untuk penyediaan bidang miring tidak dianggarkan di tahun tersebut, namun pemerintah desa berinisiatif untuk membuat bidang miring di kantor desa dengan menggunakan dana swadaya. Pemerintah desa menganggap bidang miring menjadi kebutuhan utama karena lokasi kantor desa yang sangat terjal dan banyak bebatuan sehingga tidak ramah bagi kelompok rentan. Setelah pembangunan bidang miring maka indikator desa inklusi terkait dengan layanan fisik yang aksesibel mulai dipenuhi oleh desa Uiasa.
Tersedianya data juga menjadi sebuah capaian penting. Dengan tersedianya data, informasi kelompok-kelompok rentan dapat diperoleh sehingga pelibatan kelompok rentan dalam perencanaan pembangunan dapat dimaksimalkan. Pada tahun 2023 melalui advokasi KPD, satu orang disabilitas sensorik dapat terlibat sebagai pengurus KPD. Ia pun juga dapat mengakses administrasi kependudukan yang menjadi hak dasar, sekaligus syarat untuk bisa menikmati bantuan yang disediakan oleh pemerintah. Thertulianus Pong salah satu anggota KPD yang menjadi Ketua Divisi LBK dan mewakili unsur lansia mengatakan bahwa dengan adanya Program INKLUSI dan juga peraturan yang ramah terhadap kelompok rentan membuat kelompok lansia merasa diperhatikan. Pelibatan mereka dalam perencanaan pembangunan di desa melalui pemenuhan hak dasar terlebih dahulu, sangat mereka hargai.