“Mari kembali ke akar, seperti pohon semakin dalam ia mengakar, tumbuhnya juga semakin kuat, semakin sehat” Liz Yani Tararubi
Di Labuan Bajo, kota ujung barat Pulau Flores, NTT sedang giat-giatnya dilaksanakan modernisasi wisata. Di tengah keriuhan ini, Dapur Tara hadir menawarkan konsep wisata berbeda. Konsep alam sengaja dipilih untuk menunjukkan bahwa kekuatan utama pariwisata Flores adalah keunikan alamnya yang indah, dimana makanan lokal menjadi pusat untuk mengetahui identitas budaya lokal dan kehidupan masyarakat Flores.
Hiruk pikuk modernisasi wisata di Labuan Bajo semakin riuh dengan ditetapkannya sebagai kota pariwisata super premium pada 2 Agustus 2016 lalu, infrastruktur modern secara masif dibangun di sana. Di tengah keriuhan modernisasi wisata di Labuan Bajo, Dapur Tara hadir justru menawarkan konsep wisata berbeda. Mengangkat kehidupan Flores zaman dahulu bersama komunitas yang ada di sekitar. Konsep alam diusung oleh Dapur Tara. Konsep ini dipilih untuk menunjukkan bahwa kekuatan utama pariwisata Flores adalah keunikan alamnya yang indah.
Dapur Tara berjarak sekitar kurang lebih 20 kilometer dari Kota Labuan Bajo. Menyusuri jalan negara Trans Flores Labuan Bajo-Ruteng ke arah selatan di Melo, Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Adalah Liz Yani Tararubi, seorang mantan bidan sebuah rumah sakit di Jawa dan sarjana dalam Manajemen Pariwisata/Perhotelan Internasional yang mendirikan Dapur Tara di tahun 2019 bersama suaminya. Berawal dari kegelisahannya akan modernisasi di Labuan Bajo, keinginan untuk melestarikan budaya khas Flores serta keprihatinan akan fakta banyaknya anak-anak Flores yang belum bisa membaca dan menulis.
Menanggapi masifnya modernitas pariwisata di Labuan Bajo, Liz -begitu ia akrab disapa- melihat fenomena ini sebagai sebuah tantangan dan juga sebuah berkat karena menurutnya kita tidak bisa menutup diri dan membendung modernitas tapi melalui apa yang dilakukan di Dapur Tara ia berusaha memberi keseimbangan, dengan menawarkan alternatif wisata yang berbeda.
Dapur Tara bukan hanya tentang makanan tetapi lebih jauh lagi dapur ini adalah tentang budaya, alam, pangan lokal dan kekayaan khas Flores lainnya. Di Dapur Tara para pengunjung bisa menikmati atau menyaksikan kembali bagaimana kehidupan khas masyarakat Flores. Flores Living, adalah tema yang diusung untuk mengangkat kembali kehidupan khas masyarakat Flores melalui sajian budaya dan kuliner khas.
Sebuah mimpi besar Liz adalah bagaimana memperkenalan Flores kepada masyarakat luar dimana pengunjung diajak untuk menyelam kembali ke akar budaya asli Flores.
Di Dapur Tara yang juga menjadi bagian dari Sten Lodge Eco Homestay, pengunjung terputus dengan koneksi ke dunia maya, tidak ada internet, tidak ada musik pun lalu lalang kendaraan, serta kebisingan melainkan pengunjung akan menikmati ketenangan, hanya ada suara alam pegunungan.
Tamu yang menginap juga diajak untuk bekerja di kebun, diikutkan dalam kegiatan adat yang ada di kampung, mengajar di kampung, memasak di rumah warga. Dalam kegiatan ini ada proses pertukaran budaya dimana mereka bisa belajar dan mengajar. Tidak jarang ada tamu yang sebelumnya hanya reservasi dua hari kemudian memperpanjang waktu tinggalnya.
Dapur Tara menyajikan menu masakan tradisional Flores yang sehat dan alami. Bahan makanan berasal dari kebun organik yang ada di sekitar dapur. Pengunjung bisa bersantap di bawah rindangnya pepohonan sambil menikmati suasana alam.
Dapur Tara menyajikan makanan khas Flores khususnya makanan khas Maumere dan Manggarai. Makanan dimasak menggunakan kayu api dengan konsep dari kebun ke piring makan. Aktivitas makan bisa dilakukan outdoor seperti di pinggir sungai atau di bawah pohon. Menu yang dihadirkan di Dapur Tara antara lain kopi Manggarai, kopi pedas atau teh herbal, buah-buahan segar, kelapa giling, Nasi Bambu (Nasi Kolo), ayam asap, dan lain-lain. Saat ini Dapur Tara mempekerjakan tiga orang karyawan.
Sebelum Dapur Tara didikan, Liz bersama timnya melakukan riset untuk menggali budaya-budaya dan kekayaan kuliner dari tetua untuk dihadirkan di Dapur Tara. Riset yang dilakukan tidak di laboratorium tapi berkunjung ke kampung-kampung, minum kopi bersama masyarakat, duduk bercerita. Dari perbincangan inilah digali budaya kampung yang menjadi kekayaan. Cerita-cerita ini didokumentasikan dalam bentuk tulisan. “Ketika kita mulai memperkenalkan sesuatu ke orang lain kita juga harus belajar. Kita merasa tertantang untuk menggali kembali dengan bertanya ke mama papa di kampung bagaimana mereka memasak, bagaimana kehidupan mereka zaman dahulu supaya bisa dipraktikkan dan diperkenalkan untuk dilestarikan bersama” ungkap Liz.
Lebih banyak saudara, adalah salah satu motivasi yang mendasari Liz mendirikan Dapur Tara. Menurutnya makan bersama adalah tentang sebuah perayaan, tentang berbagi kebahagiaan bersama saudara, berbagi makanan, berbagi cerita dalam satu ruang bersama yakni meja makan. Melalui sajian makanan dan budaya, Liz mengkampanyekan siapa orang Flores, agar orang tidak hanya mengenal Flores dengan kulit hitam dan rambut keriting saja tapi mengenal mereka lebih dalam lagi.
Bahan-bahan yang digunakan di Dapur Tara semua segar karena langsung dipetik dari kebun dan tentunya sehat karena tidak menggunakan pupuk kimia, pupuk alami yang digunakan dibuat sendiri. Kebun Dapur Tara menggunakan sistem pertanian permaculture dengan pendekatan tanam campur-campur atau beragam.
Bekerja bersama Komunitas
Dalam kerja-kerja Dapur Tara, komunitas yang berada di sekitar lingkungannya juga dilibatkan. Hal ini menjadi satu keunggulan karena adat yang dipakai di dalam seluruh proses kehidupan Dapur Tara adalah adat masyarakat setempat. Setiap bulan ada satu komunitas dari setiap kabupaten di NTT bisa berkarya di Dapur Tara.
Selain terkait kuliner tradisional, Liz juga mendirikan sekolah Anak Alam Flores dengan jumlah siswa 100 orang. Sekolah alam ini menekankan pendidikan karakter. Anak diajari mengenai adat, budaya, mencintai alam dan lingkungan selain ilmu pengetahuan.
Liz juga mendirikan PAUD Pelangi Baru dengan biaya sekolah berupa hasil kebun orang tua murid seperti beras, kelapa, pisang, ayam, jahe, beras, sereh dll. Jadi tidak ada lagi alasan anak-anak tidak bersekolah karena tidak ada biaya. Jadi sumber bahan masakan dapur tara selain dari kebun sendiri, juga dari barter di sekolah dan dari masyarakat setempat yakni beberapa keluarga yang diajak bergabung dalam komunitas kebun Tara.
Materi yang diajarkan di sekolah ini selain kurikulum sekolah pada umumnya juga menambahkan materi muatan lokal seperti melibatkan mama-mama yang bisa menganyam untuk mengenalkan cara menganyam ke anak-anak yang berusia 3 sampai dengan 5 tahun, bapak yang bisa menari tradisional juga diajak untuk mengajar.
Dari pendapatan tempat usahanya, sebesar 10 persen disisihkan bagi pendidikan dan kesehatan anak-anak sekitar. Pengelola Dapur Tara masuk ke desa-desa untuk mengajar anak-anak baca dan tulis agar kelak mereka berkarakter sehingga terbangun kepercayaan diri untuk dapat mengekspresikan sikap dan keinginan mereka.
Melalui Dapur Tara Liz Ingin mengajak pemuda Indonesia khususnya Flores, saatnya berdiri untuk Indonesia mulai dari langkah-langkah kecil. Siapa lagi yang akan meneruskan untuk melestarikan budaya, seperti budaya makan bersama, duduk melingkar, berbagi kehangatan, berbagi cerita kalau bukan orang Flores sendiri.
Informasi lebih detail mengenai inisiatif ini sila menghubungi:
Liz Yani Tararubi
IG: @tararubitribe, @ dapur.tara.flores
WA: +6281337229724