Disabilitas atau penyandang disabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah sebelumnya, cacat atau penyandang cacat. Istilah “Disabilitas” dan “Penyandang Disabilitas” digunakan oleh Undang-Undang Penyandang Disabilitas (UU No. 8 Tahun 2016), sedangkan istilah “Cacat” dan “Penyandang Cacat” digunakan oleh Undang-Undang Penyandang Cacat (UU No. 4 Tahun 1997). Undang-Undang Penyandang Cacat tersebut digantikan oleh Undang-Undang Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Penyandang Disabilitas menyebutkan, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak (Pasal 1). Dalam jangka waktu lama menurut undang-undang ini adalah paling singkat 6 bulan atau bersifat pemanen.

Disabilitas Sangat Beragam
Definisi yang digunakan Undang-Undang Penyandang Disabilitas mencakup kategorisasi ragam disabilitas yang sangat luas. Sementara selama ini, bahkan setelah Undang-Undang Penyandang Disabilitas disahkan, pun orang masih menggunakan istilah cacat dan penyandang cacat, dan hanya mengetahui dan mengenal disabilitas terbatas pada orang-orang yang menggunakan kursi roda, tongkat kruk, dan tongkat alat bantu jalan untuk disabilitas netra.

Pengetahuan dan pemahaman tersebut sangat terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan. Karena itu, lahirnya Undang-Undang Penyandang Disabilitas adalah langkah maju dalam kebijakan terkait Hak Asasi Manusia (HAM) penyandang disabilitas. Sebelumnya Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Orang dengan Disabilitas (Convention on The Rights of Persons With Disabilities, CRPD 2006) melalui UU No. 19 Tahun 2011.

1

Undang-Undang Penyandang Disabilitas telah menyebutkan ragam disabilitas lebih luas, walaupun masih membatasi penetapan disabilitas ganda atau multi yang harus dilakukan oleh tenaga medis (Pasal 4 ayat 2). Disabilitas ganda atau multi yang dialami penyandang disabilitas, tentu lebih kompleks yang membutuhkan identifikasi dan penanganan, tidak hanya oleh tenaga medis, tetapi juga psikolog dan pekerja sosial.

Undang-Undang Penyandang Disabilitas menyebut ragam disabilitas meliputi disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, dan disabilitas sensorik. Demikian, juga, seorang penyandang disabilitas dapat mengalami disabilitas tunggal, ganda atau multi (Pasal 4 ayat 1 dan 2).

Penyandang disabilitas fisik atau disabilitas daksa adalah terganggungnya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi (kelainan saraf yang menyebabkan kehilangan fungsi sensorik dan motorik pada tungkai bawah), dan cerebral palsy atau lumpuh otak (gangguan otak yang memengaruhi kinerja otot, postur, gerakan, keseimbangan, dan koordinasi tubuh) akibat stroke atau kusta, serta dwarfism atau tubuh pendek/orang kecil (pertumbuhan kerangka abnormal karena faktor genetik maupun medis).

Penyandang disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi kognitif atau pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga kemampuannya dalam memahami informasi dan menerapkan keterampilan baru sangat kurang, antara lain gangguan kemampuan belajar atau lambat belajar, disabilitas grahita (kemampuan intelektual dan kognitif di bawah rata-rata), dan down syndrome (kelainan genetik yang menyebabkan kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik).

1

Penyandang disabilitas mental adalah terganggungnya fungsi pikir, emosi, dan perilaku sehingga mengalami keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas keseharian. Disabilitas mental terdiri dari dua ragam, yaitu:

(1) Disabilitas psikososial, seperti ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), ODMK (orang dengan masalah kejiwaan), skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas (kecemasan yang berlebihan yang tidak pada tempat, misalnya khawatir tidak tentu, cemas, takut, bahkan menarik diri), dan gangguan kepribadian. ODGJ dan ODMK biasa juga disebut ODDP (orang dengan disabilitas psikososial);

(2) Disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial, seperti autism/syndrome asperger dan hiperaktif/ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). ADHD dalam bahasa Indonesia berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Namun, ADHD tumpang tindih dengan disleksia (dyslexia) atau kesulitan yang terus-menerus dalam beberapa hal (membaca, menulis, mengarahkan gerak) dan dispraksia (dyspraxia) atau ketidakmampuan untuk mengatur gerak.

Penyandang disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, yang disebabkan oleh faktor genetik, usia, kecelakaan, cedera, atau penyakit serius. Disabilitas sensorik antara lain netra atau penglihatan, rungu/tuli atau pendengaran, dan/atau disabilitas wicara.  Sedangkan penyandang disabilitas ganda atau multi adalah penyandang disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, misalnya penyandang disabilitas netra-tuli dan disabilitas rungu-wicara. Penyandang disabilitas ganda atau multi juga dapat berupa fisik-mental, fisik-intelektual, fisik-sensorik, intelektual-sensorik, mental-intelektual, fisik-mental-sensorik, dan fisik-intelektual-sensorik.

Pembagian ragam disabilitas yang disebutkan di atas adalah kategorisasi yang telah diketahui. Itu berarti tidak tertutup untuk penambahan ragam disabilitas lain yang terdiagnosa.  Penyebab seseorang menjadi disabilitas juga sangat beragam. Ada yang menyandang disabilitas sejak lahir; mengalami kecelakaan, seperti jatuh dari pohon, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas; penyakit dan tindakan medis; dan karena lansia. Itu berarti semua orang potensial menjadi disabilitas. Orang-orang yang berumur panjang akan menjadi lansia (lanjut usia) berarti juga disabilitas.

Aksesibilitas dan Akomodasi Layak

Penyandang disabilitas dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan, karena itu perlu aksesibilitas yang disediakan untuk disabilitas. Aksesibilitas yang disediakan tidak hanya untuk disabilitas, tetapi juga untuk umum, karenanya bersifat universal. Di dalam Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (CRPD) disebut sebagai desain universal yang berarti desain produk, lingkungan, program, dan pelayanan yang dapat digunakan oleh semua orang, semaksimal mungkin, tanpa memerlukan suatu adaptasi atau desain khusus. Desain universal tidak mengecualikan alat bantu bagi kelompok penyandang disabilitas tertentu pada saat diperlukan (Pasal 2), misalnya bidang miring (ramp), pegangan (handrail), pegangan pada toilet, dan pintu geser bukan hanya untuk disabilitas, tetapi juga untuk semua orang, terutama ibu hamil, lansia, dan anak.

Sedangkan akomodasi yang layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang perlu dan  sesuai, dengan tidak memberikan beban tambahan yang tidak proporsional atau tidak semestinya, apabila diperlukan dalam kasus tertentu, guna menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental disabilitas berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Akomodasi yang layak lebih bersifat individual atau tematik, misalnya kursi roda, alat bantu dengar, pembaca layar, JBI (juru bahasa isyarat), pendamping, dan sebagainya. 

Penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan yang lainnya secara setara untuk hidup mandiri dan berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan, maka pemerintah harus menjamin akses bagi disabilitas pada lingkungan sosial dan layanan yang tersedia untuk publik. Untuk itu, diperlukan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan aksesibilitas terhadap fasilitas dan layanan, serta penyediaan akomodasi yang layak bagi disabilitas.

Perlu afirmasi untuk mempercepat pemenuhan hak-hak disabilitas, dan itu harus dilakukan oleh pemerintah dari tingkat pusat hingga desa/kelurahan. Untuk pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan desa, sebagai langkah awal adalah membuat kebijakan dan melakukan pendataan untuk mengetahui jumlah dan ragam disabilitas.[]

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.