Kekuatan Indonesia sejatinya terletak di desa, hal ini dikarenakan secara jumlah, Indonesia memiliki 83.931 wilayah administrasi setingkat desa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Data BPS 2018). Secara potensi, desa tersebut memiliki beragam potensi lokal yang dapat digunakan untuk menopang kekuatan ekonomi, sosial dan budaya yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Potensi desa yang dimiliki wajib dikelola secara efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pengelolaan potensi desa juga harus dilakukan secara inovatif dan dapat dipertanggung jawabkan agar mampu menciptakan desa yang maju. Untuk mencapainya, dibutuhkan proses yang panjang, kolaborasi, partisipasi dan keterlibatan semua pihak pelaku pembangunan di desa dalam melaksanakan dan mewujudkan rencana pembangunan desa. Oleh karena itu, tanggung jawab dalam kemajuan desa bukan hanya berada pada pundak pemerintah desa saja, tetapi juga melibatkan peran aktif seluruh masyarakat. Terdapat beberapa contoh desa yang berhasil melakukan perubahan terhadap desanya menuju ke arah yang lebih baik diantaranya yaitu Desa Kassi, Desa Pattanettang, Desa Detusoko Barat dan Desa Labuhan Haji. Tentunya dibalik perubahan tersebut, terdapat para penggerak perubahan di level desa yang mampu mendorong inovasi sosial dan praktik baik dalam pembangunan desa.
Alokasi Dana Desa yang Berperspektif Perempuan
Ibu Sry Yuliana, seorang Kader Posyandu dan Ketua Kelompok Konstituen Labuhan Haji – Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Beliau mendorong lahirnya Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Labuhan Haji. Berangkat dari potensi pariwisata pantai yang terletak di Desa Labuhan Haji di Lombok Barat, potensi ini membawa berkah sekaligus masalah. Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dialami oleh para pekerja perempuan dan anak, human trafficking, KDRT, ditambah lagi banyak perempuan yang melakukan migrasi tidak aman demi mencari pekerjaan di luar negeri.
Berbagai advokasi dilakukan oleh kelompok konstituen Labuhan Haji, melalui diskusi-diskusi di desa seperti Musrenbangdes. Penguatan kapasitas kelompok konstituen dan aparat pemerintah desapun turut dilakukan untuk menyuarakan permasalahan yang dihadapi oleh perempuan, mendorong kesadaran kaum perempuan dan aparat pemerintah yang ada di desa agar melakukan perubahan pembangunan di desa yang berperspektif perempuan dan anak. Sehingga membuahkan lahirnya Perdes No. 4 Tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Melalui Perdes ini menjadi acuan bersama seluruh pihak di desa dalam menjalankan peran masing-masing dalam mengatasi permasalahan perlindungan perempuan dan anak yang ada di desa.
Tantangan yang muncul diawal hadirnya Perdes ini adalah adanya dugaan bahwa Perdes ini akan menghambat pembangunan pariwisata di desa. Dengan pendampingan dan sosialisasi yang menyeluruh, menyadarkan masyarakat bahwa hadirnya Perdes ini tidak hanyak melindungi perempuan dan anak di desa namun juga memberi rasa nyaman dan perlindungan bagi wisatawan yang masuk ke desa.
Seiring berjalannya waktu, dukungan datang dari berbagai pihak bukan hanya dari masyarakat dan aparat di desa, melainkan dari seluruh elemen pemerintah daerah, dinas-dinas terkait, pengusaha/sector swasta, hingga kepolisian. Kepercayaan dari desa kepada Kelompok Konstituen untuk menangani Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) bidang perempuan dan anak dan tim penyusun APDesa. Hal ini dimanfaatkan dan disambut baik, terbukti dengan adanya keberpihakan ini, berbagai program yang berprespektif perempuan tengah digalakkan di desa. Seperti program kesehatan reproduksi, sosialisasi pendampingan UU KDRT, serta perlindungan anak. Di bidang kemandirian ekonomi, sejumlah pelatihan digelar, seperti pengelohan rumput laut, menjahit, pembuatan terasi udang, anyaman bambu yang diharapkan meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan perempuan di desa.
Melalui berbagai pendampingan yang dilakukan oleh Kelompk Konstituen diharapkan perempuan mampu berdaya, memiliki keberanian dan kemampuan menyampaikan suara mereka.
Pengelolaan Keuangan Desa
Ibu Murniati, Kepala Desa Kassi Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Berbagi pengalaman mengelola keuangan desa, dengan pendekatan memastikan pengelolaan keuangan desa yang tepat sasaran dengan tetap memenuhi regulasi yang ada. Menjabat 2 periode sebagai kepala desa, di bawah kepemimpinan beliau Desa Kassi juga menerima penghargaan Pengelolaan Keuangan Desa Terbaik di Jeneponto di tahun 2019 dan Desa Bebas Buang Air Besar Sembarang Tempat atau ODF (Open Defecation Free).
Menurutnya, ada beberapa kunci yang harus diterapkan dalam pengelolaan keuangan desa; Pertama, mengikuti regulasi yang ada, dalam penyusunan dana desa maupun Alokasi Dana Desa (ADD) senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh pusat maupun kabupaten masing-masing. Kedua, tidak mencari keuntungan pribadi/korupsi dana desa. Ketiga, transparansi. Informasi pemanfaatan dana desa harus dilaksanakan secara terbuka, transparan kepada seluruh warga desa tanpa terkecuali. Sehingga para warga secara aktif ikut berpartisipasi mengusulkan kegiatan yang ada di desa baik itu yang dimulai dengan musyawarah dusun maupun Musrenbangdesa. Keempat, pemanfaatan potensi sumber daya alam dan SDM dalam pelaksanaan pembangunan di desa.
Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan desa yaitu keterbatasan sumber daya manusia aparat desa. Aplikasi Siskudes, perlu dipahami secara baik oleh aparat desa. Kualitas SDM Pembina pemerintah desa dari tingkat provinsi hingga kabupaten maupun kecamatan memiliki pendekatan yang berbeda-beda, untuk itu dibutuhkan komunikasi yang aktif dari kepala desa kepada Pembina. Pemerintah desa aktif melakukan komunikasi termasuk mengunjungi kantor inspektorat kabupaten untuk belajar mengelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel.
Anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan di Desa Kassi betul-betul dialokasikan untuk pembangunan di Kassi dengan melibatkan seluruh unsur penting di masyarakat. Tentunya hasil pembangunan, dinikmati bersama seluruh lapisan masyarakat.
Membangun Desa Pattaneteang Berbasis Data Spasial Menuju Kemandirian
Pak Lukman, Kepala Desa Patteneteang Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan memiliki pendekatan unik. Berkomitmen membangun desa Pattaneteang berbasis data spasial bertujuan untuk kemandirian. Kabupaten Pattaneteang terletak di ketinggian 800-1700 di atas permukaan laut. Berangkat dari tidak ada pangkalan data (data spasial, data sosial, data lintas sektoral) yang disusun dalam sistem pangkalan data terintegrasi (GIS) sehingga desa susah membuat perencanaan pembangunan di tingkat desa. Komitmen untuk memulai perencanaan desa dari data yang terolah, tersistematis, dan teknologinya dikuasai oleh orang desa yang disusun dalam Sistem Informasi Desa (SID).
Data adalah kunci dalam membangun. Data memberi informasi dan kebijakan yang diperlukan oleh desa. Jenis data dalam SID :
- Data Spasial
Memuat data spasial (keruangan) desa , daerah rawan bencana, topografi, jenis tanah. - Data Sosial
Memuat data dasar kependudukan, data pendidikan, data elektrisitas, data petani, data pendidikan, data sejarah desa, data pengangguran dan tingkat pendapatan warga. - Data Sektoral
Data kehutanan , data pertanian dan data kemiskinan.
Dalam konteks membangun desa, perlu ada acuan dalam melihat dan menentukan arah kebijakan pembangunan. Hasil dari capaian peta spasial, data spasial, data sektoral kemudian dibuat ke dalam peta desa yang dimuat di website desa https://desapattaneteang.id.
Apa yang dilakukan oleh Pak Lukman adalah mendudukkan kembali rasa kepemilikan dan tanggung jawab membangun desa tidak hanya berada di pundak pemimpin desa tetapi bersama-sama dengan masyarakat. Selain itu melakukan revieu program-program nasional hingga kabupaten agar selaras dengan program yang direncanakan Desa Patteneteang. Ada upaya open access untuk pangkalan data yang dapat diakses oleh seluruh warga, dengan menjalankan perencanaan-perencanaan tematik agar pembangunan lebih terfokus. Walau di tahun 2016 Desa Pattaneteang masih termasuk kategori desa tertinggal namun di tahun 2019 berhasil menjadi desa mandiri berdasarkan indeks desa membangun.
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa : Belajar Bersama BUMDES Au Wula
Berangkat dari Analogi bahwa Desa adalah halaman depan Indonesia, jika ingin membangun Indonesia harus mulai dari desa. Ferdinandus Watu - Kepala Desa Detusoko Barat, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Detusoko Barat adalah salah satu desa di Kabupaten Ende yang terletak di bawah Kaki Gunung Kelimutu, 33 Km dari Arah Ende Menuju Maumere. Letaknya strategis karena tepat di tengah jalur utama Trans Flores, dan menjadi jalur keluar masuk wisatawan dari dan Menuju Danau Kelimutu.
Dengan penduduk 213 kepala keluarga dan 734 jiwa, 95% petani yang didominasi oleh kopi, hortikultura, dan padi bekerja mewujudkan misi desa membangun infrastruktur ekonomi masyarakat dan menciptakan aneka produk dan jasa unggulan dari desa dengan berpijak pada pertanian dan pariwisata Melalui “BUMDES” sebagai penggerak ekonomi warga.
Bumdes Au Wula Desa Detusoko Barat berdiri sejak 21 Agustus 2017, diperkuat melalui Peraturan Desa Detusoko Barat Nomor 04 Tahun 2017 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dengan dua unit usaha berupa perdagangan dan pariwisata. Di bidang pariwisata, BUMDes mengembangkan homestay, agrowisata dan edu tur. Untuk perdagangan, BUMDes mengembangkan pemasaran produk padi, kopi, hortikultura. BUMDes menciptakan berbagai produk unggulan seperti kopi Detusoko, beras merah, mulai dari packaging paska panen hingga ke pemasaran bahkan ke segmen pasar premium.
Homestay yang dikembangkan dengan memanfaatkan 1 kamar di rumah penduduk, dengan berbagai standarisasi yang diterapkan agar wisatawan nyaman di rumah penduduk. Wisata atraksi juga dikembangkan, dengan prinsip wisatawan yang datang sebagai tamu dan pulang sebagai keluarga dengan menjual kehidupan sehari-hari warga sebagai atraksi wisata seperti menanam padi, memetik kopi dan berbagai kegiatan ritual adat.
Untuk mendukung itu, BUMDes melaksanakan berbagai pelatihan kewirausahaan untuk memotivasi anak-anak muda kembali ke desa memanfaatkan dan mengelola potensi desa. Sejak pandemi COVID-19, pasar tradisional ditutup mengalami kesusahan bagi petani untuk menjual produk ke pasar. Akhirnya bekerja sama dengan Kementerian Desa menyediakan platform digital yang disebut http://dapurkita.bumdesmart.id sebagai toko online berbasis Whatsapp dan telah berjalan 7 bulan dan telah digunakan oleh 170 toko online di seluruh Indonesia. Selain itu, BUMDes juga mengembangkan aplikasi digital Detusoko Ecotourism dan saat ini telah bekerja sama dengan Bank NTT transaksi E-Wallet Sayuran dan Aneka Produk Bumdes begitupun dengan pembayaran pajak.
BUMDes sebagai ‘ruang tengah’ menjembatani usaha yang ada di desa dengan menggunakan pasar berbasis online serta mendorong transaksi digital di desa.
Keempat penggerak dari desa ini, berkesempatan berbagi pengalaman dan pembelajaran inisiatif cerdas maupun inovasi sosial di tingkat desa melalui INSPIRASI BaKTI Virtual dengan tema Menari dengan Tabuhan Gendang Sendiri: Penggerak Perubahan dari Desa yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan live di YouTube BaKTI Foundation, 17 Desember 2020 lalu.
Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengatasi tantangan pembangunan desa. Ada banyak kisah dan upaya inspiratif yang tengah dikerjakan pemerintah dan masyarakat desa dengan memanfaatkan potensi dan aset yang dimiliki. BaKTI percaya, banyak praktik-praktik baik atau inovasi sosial yang dilakukan dengan cara-cara khas Kawasan Timur Indonesia dalam membangun desa yang dilakukan oleh pemimpin dan masyarakat desa dengan semangat kerjasama, gotong royong, dan optimisme.