Salah satu dari tiga pilar dalam Strategi Global untuk Malaria Tahun 2016-2030 yaitu menjamin akses terhadap upaya pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria. Komponen yang perlu diperhatikan selain mengoptimalkan tatalaksana kasus adalah meningkatkan upaya pengendalian vektor, dalam hal ini Nyamuk Anopheles.
Dalam World Malaria Report 2022, untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia berkontribusi paling banyak dalam kasus malaria yaitu 55%; kemudian India 29% dan Myanmar 14%.
Indonesia pada tahun 2022 ditemukan sebanyak 443.530 kasus malaria. NTT berada pada posisi kedua terbanyak dengan total 15.812 kasus. Sementara, update hingga minggu terakhir September 2023, jumlah kasus malaria di NTT berjumlah 5.300 kasus dan tercatat 3 kasus kematian dengan malaria dari tiga kabupaten yaitu Sumba Barat Daya, Sumba Timur dan Sikka.
Tiga wilayah kabupaten di Pulau Sumba tercatat sebagai wilayah endemis tinggi malaria sejak tahun 2018 yakni Sumba Timur, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Sementara Sumba Tengah, dari endemis tinggi menjadi wilayah endemis sedang pada tahun 2019.
Pergeseran status endemisitas berdasarkan API (Annual Parasite Incidence) atau jumlah kasus malaria di antara 1000 penduduk per tahun. Kota Kupang dan enam kabupaten di daratan Pulau Flores telah mendapat sertifikat wilayah eliminasi malaria atau tidak ada lagi penularan lokal malaria. Pada tahun 2022, enam kabupaten yaitu Rote Ndao, Alor, Sumba Tengah, Sikka, Timor Tengah Selatan dan Malaka tercatat sebagai wilayah dengan endemis sedang malaria padahal pada tahun 2021, keenam kabupaten tersebut masih berstatus wilayah endemis rendah. Hal ini dikarenakan ada peningkatan penemuan kasus malaria di enam wilayah tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan ada peningkatan upaya penemuan kasus sehingga upaya pengendalian vektor pun perlu digencarkan lagi di semua wilayah di NTT bukan hanya berfokus pada wilayah eliminasi saja.
Penularan Malaria
Parasit plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria ada lima macam, yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae dan P. knowlesi. Parasit yang paling banyak ditemukan di NTT yaitu P.Falciparum dan P. vivax. Sedangkan P. knowlesi atau yang ditularkan melalui kera belum pernah ditemukan di wilayah NTT.
Parasit yang ada dalam tubuh orang yang sakit malaria akan terhisap oleh Nyamuk Anopheles saat menggigit. Parasit tersebut berkembang biak dalam tubuh nyamuk. Setelah 7-14 hari nyamuk tersebut dapat menggigit orang sehat dan menularkan parasit sehingga dalam tubuh orang itu, parasit berkembang biak dan mulai menyerang sel-sel darah merah dan akhirnya kurang lebih 12 hari muncul gejala malaria.
Mata rantai penularan dapat diputuskan dengan mencegah nyamuk menggigit manusia, misalnya menggunakan kelambu dan juga dengan mengurangi populasi Nyamuk Anopheles misalnya dengan IRS.
Kelambu Anti Nyamuk
Peraturan Gubernur NTT No.124 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Eliminasi Malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur menyebutkan salah satu upaya pencegahan malaria adalah dengan pemakaian kelambu anti nyamuk.
Pada akhir tahun 2022, pemerintah NTT melalui Dinas Kesehatan telah menyalurkan kelambu anti nyamuk ke 9 kabupaten, yaitu Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Alor, Belu, Malaka dan Timor Tengah Selatan.
Hingga September 2023 ini, tercatat sudah 99.9% capaian distribusi kelambu di NTT. Petugas dari Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT serta dari Dinas Kesehatan Kabupaten serta Puskesmas yang warga di wilayahnya mendapat kelambu, memantau pemakaian kelambu dengan rumus 1-1-3 atau Monev Kelambu 1-1-3. Monev Kelambu 1-1-3 dilaksanakan pada minggu pertama, bulan pertama dan bulan ketiga paska distribusi ke masyarakat.
Upaya percepatan eliminasi malaria tidak hanya menjadi tanggung jawab pengelola malaria di puskesmas. Kerjasama lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga lingkungan agar bebas dari penyakit. Peran pemerintah desa hingga ke tingkat dusun sangat berarti. Kebijakan pemerintah desa dan pembentukan kader malaria desa dengan pendampingan dari Perdhaki cukup membuktikan bahwa kerjasama yang baik dapat meningkatkan penemuan kasus dan menjamin tuntasnya pengobatan kasus malaria. Kader malaria desa juga turut memantau pemakaian kelambu.
Masa efektif kelambu anti nyamuk adalah 3 tahun. Kelambu dibagikan berdasarkan jumlah kelompok tidur. Kelompok tidur terbagi menjadi kelompok dalam rumah dan luar rumah seperti rumah kebun atau rumah sawah.
Indoor Residual Spraying (IRS)
Selain kelambu, penyemprotan dinding dalam rumah atau dikenal dengan IRS juga dilakukan di beberapa lokasi/desa di wilayah endemis tinggi dan sedang. Sepuluh orang dipilih untuk bergabung dalam Tim Penyemprotan. Mereka adalah petugas puskesmas dan kader malaria atau warga desa.
Tim penyemprot dibekali dengan keterampilan dan Alat Pelindung Diri (APD) sebelum turun ke desa untuk melakukan penyemprotan di rumah-rumah.
Perjalanan menuju ke lokasi penyemprotan di wilayah sulit masih ada yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan mobil dan sepeda motor. Sedangkan beberapa rumah harus dijangkau dengan berjalan kaki.
Setelah melewati perjalanan berbukit-bukit dan menyeberangi sungai-sungai kecil, para penyemprot langsung beraksi dari rumah ke rumah. Pemerintah desa dan dusun telah menginformasikan kepada warga untuk mempersiapkan rumah mereka beberapa hari sebelumnya.
Rumah tradisional, semi permanen maupun rumah permanen disemprot dindingnya dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk penular malaria.
Cara lain mengendalikan Nyamuk Anopheles
Pemakaian kelambu dan IRS merupakan kegiatan memutus rantai penularan pada nyamuk dewasa. Sedangkan kegiatan untuk memberantas jentik nyamuk anopheles dapat dilakukan dengan cara modifikasi lingkungan seperti menutup genangan air pada bekas jejak kaki hewan dengan tanah, membuat saluran air agar air mengalir atau membuat saluran air tawar ke air laut, memelihara ikan kepala timah di tempat air tergenang. Cara kimiawi dapat dilakukan apabila cara alami seperti modifikasi lingkungan tidak memungkinkan untuk dilakukan, misalnya dengan menyemprot larvasida ke tempat perindukan nyamuk seperti rawa-rawa menggunakan mistblower.
Dalam upaya percepatan menuju eliminasi malaria di NTT tahun 2028, kekompakan petugas kesehatan bersama aparat desa/kelurahan dengan masyarakat dan sektor terkait sangat dibutuhkan. Strategi yang tepat perlu diaplikasikan bersama untuk mengendalikan Nyamuk Anopheles dalam lingkup wilayah kerja kecamatan hingga ke dusun. Tidak terlepas dari pengendalian nyamuk, pengobatan yang tuntas merupakan kunci keberhasilan agar tidak ada lagi parasit dalam tubuh manusia yang dapat ditularkan ke manusia lain melalui nyamuk ini.
Informasi lebih lanjut.