Ilustrasi peran anak muda dalam mengatasi persoalan lingkungan. (Shinta Saragih/The Conversation Indonesia)Detta Rahmawan, Universitas Padjadjaran; Justito Adiprasetio, Universitas Padjadjaran, dan Kunto Adi Wibowo, Universitas Padjadjaran
Isu lingkungan di Indonesia kembali menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian khusus jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Kaum muda kerap digadang-gadang sebagai “penentu masa depan”. Sebagian besar dari mereka “menaruh perhatian serius pada kerusakan lingkungan dan perubahan iklim” dan isu lingkungan pun dipercaya menjadi isu strategis yang menarik minat pemilih muda.
Di sisi lain, wacana media, survei politik maupun pemberitaan seputar partisipasi anak muda acap kali hanya membahas preferensi politik mereka terkait calon presiden atau pun partai politik tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun relatif sederhana. Minim pula ulasan aksi mereka dalam isu politik dan lingkungan. Sehingga, ruang untuk keberagaman bentuk ‘partisipasi non elektoral’ kaum muda menjadi amat kurang.
Salah satu ruang untuk memperbincangkan partisipasi kaum muda adalah lewat pemberitaan di media. Kami mencoba menelusuri berita di media online terkait partisipasi anak muda selama 2021-2022 dengan menggunakan kombinasi kata kunci “gerakan”, “aktivisme”, “partisipasi”, “gerakan politik”, dan “komunitas” dengan “anak muda”, “muda”, “pemuda”, “generasi Z”, “milenial”, “kaum muda”, “remaja”, “mahasiswa”, dan “pelajar”. Kemudian kami memfokuskan hasilnya pada isu lingkungan dan menguraikan dua isu utama yang muncul, yaitu mengenai keragaman isu dan aktor yang terlibat.
Aneka isu dan relevansi
Kami menelaah 350 berita mengenai partisipasi kaum muda dan menemukan sekitar 38% di antaranya (134 berita) berkaitan dengan kritik, aksi, atau protes secara langsung seperti demonstrasi. Ada juga aksi tidak langsung seperti pernyataan berisi kritik atas nama organisasi atau pun audiensi kepada pemerintah.
Temuan di atas menandakan praktik partisipasi kaum muda dalam isu lingkungan kerap digambarkan dengan kritik dan aksi protes.
Aksi anak muda di Jakarta menuntut Bank Standard Chartered konsisten dengan komitmen bebas emisi mereka. (Antara)
Selanjutnya, pemberitaan juga kerap menayangkan aksi langsung oleh kaum muda. Contohnya: gerakan bersih-bersih sampah dan partisipasi anak muda dalam hari peringatan tertentu (hari bumi, hari peduli sampah, hari sumpah pemuda, dan lain-lain).
Grafik 1: Tema Pemberitaan. (Author Provided)
Isu-isu ekonomi, korupsi, dan demokrasi serta kebebasan sipil konsisten menjadi isu penting bagi kaum muda – seperti yang dilaporkan dalam beragam survei. Namun, dalam penelusuran kami, hanya 65 berita tentang isu demokrasi dan kebebasan sipil yang beririsan dengan partisipasi kaum muda dalam isu lingkungan. Irisan dengan isu sosial-ekonomi pun ternyata lebih kecil lagi (35 berita) dengan fokus berita seputar kesejahteraan buruh, tani, atau masyarakat sekitar pabrik dan tambang.
Padahal, ulasan tentang kaum muda yang bekerja dan berkarier dalam pekerjaan terkait lingkungan, dan sorotan bahwa korupsi akan memperparah krisis iklim dapat menjadi contoh kelindan isu ekonomi, korupsi dan lingkungan.
Kendati demikian, mayoritas (79%) pemberitaan terkait partisipasi kaum muda ternyata lebih berfokus pada isu-isu lokal dan daerah dibandingkan dengan isu yang bersifat nasional (21%).
Temuan ini menarik dan patut diapresiasi di tengah kecenderungan pemberitaan di media online yang Jakarta-sentris. Hal ini juga memperlihatkan potensi mengaitkan isu keterlibatan kaum muda pada isu lingkungan dengan hal-hal yang secara geografis lebih dekat dengan mereka.
Aktor yang terlibat
Kami mendefinisikan aktor sebagai subjek individu dan perwakilan organisasi yang menjadi narasumber atau disebutkan dalam pemberitaan. Dari total 350 berita partisipasi kaum muda, 219 di antaranya menyebutkan aktor individu tertentu: sebanyak 164 anak muda berusia di bawah 35 tahun, dan 55 pihak dari generasi lebih tua berusia di atas 35 tahun.
Grafik 2: Usia Aktor dalam pemberitaan. (Author provided)
Masih cukup banyak berita tanpa aktor individu dan kami juga menggarisbawahi sangat minim berita dengan aktor kaum muda perempuan. Hal ini amat disayangkan, karena, penceritaan profil kaum muda serta praktik partisipasi mereka amat penting sebagai bagian dari cara memupuk “harapan, agensi, dan aksi” kaum muda.
Grafik 3: Jenis Kelamin Aktor dalam Pemberitaan. (Author provided)
Selain itu, pemberitaan profil juga berguna untuk pengenalan keterlibatan kaum muda dalam isu lingkungan, dan pembelajaran tentang bagaimana kaum muda lain berorganisasi dan mengatur keterlibatan mereka.
Sementara itu, ada 186 organisasi yang berkaitan dengan berita partisipasi kaum muda. Namun, hanya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI (48 berita), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau GMKI ( 22 berita), dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor (21 berita) yang cukup sering diberitakan.
Organisasi GMNI dan GMKI kerap muncul dalam berita yang memperlihatkan kritik terhadap kerusakan lingkungan. Adapun GP Ansor termuat dalam berita tentang aksi langsung penyelesaian masalah lingkungan, seperti kegiatan penanaman pohon untuk konservasi.
Kami melihat masih banyak ruang bagi berbagai organisasi pegiat isu lingkungan di Indonesia agar lebih sering muncul dalam pemberitaan, dan menampilkan anggota organisasi mereka yang berusia muda serta memperlihatkan beragam bentuk keterlibatan kaum muda dalam isu lingkungan.
Penting juga untuk memastikan bahwa penggambaran partisipasi kaum muda (baik melalui kritik maupun aksi langsung) sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Agar penggambarannya dapat menjelaskan konteks isu, tidak hanya terfokus pada peristiwa tertentu.
Memperluas penggambaran aksi kaum muda di media
Relevansi praktik partisipasi nonelektoral dan keterlibatan kaum muda dalam isu lingkungan dengan keseharian mereka menjadi penting. Sebab, saat ini kaum muda ditengarai menjaga jarak dari politik praktis. Mereka enggan berpartisipasi lewat partai politik.
Secara umum, partisipasi kaum muda dalam isu-isu politik juga masih rendah. Sebuah survei oleh KOMPAS memperlihatkan masih banyak anak muda yang jarang mengikuti berita politik, jarang ikut serta dalam diskusi atau perdebatan politik di media sosial. Mayoritas mereka pun tidak pernah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi politik.
Dalam konteks politik praktis, media perlu lebih menyoroti misalnya, minimnya persentase anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusia muda baik di periode 2014-2019, maupun periode 2019-2024. Pemberitaan partisipasi kaum muda semestinya dapat mendorong mereka menjadi motor politik hijau dan tidak lagi diremehkan dalam ruang politik formal (institusi publik dan partai).
Selain itu, penggambaran kaum muda yang berpartisipasi dalam isu politik sering kali memperlihatkan mereka yang memiliki privilese tertentu seperti kekayaan material, pendidikan tinggi, maupun kekerabatan dengan politikus lain.
Media perlu memperbanyak sosok atau profil kaum muda yang inklusif dan tidak selalu ideal, seperti berasal dari kalangan kelas menengah ke bawah, berasal dari akar rumput, masyarakat adat, dan terutama perempuan muda. Harapannya, pemberitaan ini dapat mengesankan keragaman praktik partisipasi agar isu lingkungan lebih relevan bagi kaum muda.
Detta Rahmawan, Lecturer in Communication Science, Universitas Padjadjaran; Justito Adiprasetio, Lecturer, Universitas Padjadjaran, dan Kunto Adi Wibowo, Associate lecturer in Communication, Universitas Padjadjaran
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.