Setiap tanggal 23 Juli kita memperingati hari anak nasional. Tahun ini tema hari anak nasional Indonesia adalah ‘Anak terlindungi, Indonesia Maju’. Saat berbicara tentang pembangunan untuk anak Indonesia, sejatinya kita membicarakan semua anak termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Sejauh mana pembangunan sudah memenuhi hak anak berkebutuhan khusus terkait pendidikan, kesehatan, lingkungan yang aman dan nyaman?
Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) meningkat tiap tahunnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperkirakan hampir 70 persen anak berkebutuhan khusus tidak memperoleh pendidikan yang layak. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sebanyak 1,6 juta orang. Artinya, satu juta lebih ABK belum memperoleh pendidikan yang penting bagi kehidupannya.
Dari 30 persen ABK yang sudah memperoleh pendidikan, hanya 18% diantaranya yang menerima pendidikan inklusi, baik dari sekolah luar biasa (SLB), maupun sekolah biasa pelaksana pendidikan inklusi. Rendahnya jumlah ABK yang memperoleh pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan juga stigma masyarakat terhadap ABK.
Sulawesi Selatan sendiri sudah memiliki undang-undang yang menegaskan agar semua sekolah memperhatikan isu ABK. Peraturan tentang pendidikan inklusi tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas.
Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya, dan lainnya.
Dalam hal pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, pendidikan yang bersifat inklusif sangat penting agar mereka bisa berbaur dan secara perlahan mandiri di dalam lingkungannya. Dan sebaliknya, masyarakat juga bisa menerima dan bersikap wajar kepada mereka yang spesial.
Dalam sebuah artikel yang dimuat Kompas.com, Asisten Deputi Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Usman Basuni mengatakan, pendidikan orang tua menjadi salah satu kendala besar dalam melindungi anak-anak berkebutuhan khusus. Ia mengatakan, di Indonesia mayoritas pendidikan orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus adalah tidak tamat SD. Kendala lainnya adalah terkait rasa malu orang tua jika diketahui memiliki anak berkebutuhan khusus serta keterbatasan ekonomi.
Di Makassar terdapat sebuah komunitas yang fokus pada pendampingan dan pendidikan anak berkebutuhan khusus, namanya adalah Klub Belajar Sipatokkong (KBS). Sipatokkong dalam bahasa Bugis berarti saling menguatkan. Diharapkan individu dalam KBS dapat saling dukung, saling menguatkan sehingga anak-anak dapat tetap tertangani. KBS didirikan pada 12 Desember 2016. Klub Belajar Sipatokkong adalah komunitas yang fokus mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus dari keluarga pra sejahtera, termasuk juga mengedukasi orang tua dengan memberikan pelatihan untuk penanganan terapi ataupun penanganan stimulasi kepada ABK.
Komunitas ini terdiri dari orang-orang yang memiliki keinginan, minat, serta ketertarikan yang sama, yaitu memberikan pendampingan, terapi, edukasi, serta penguatan kepada ABK yang berasal dari Keluarga Prasejahtera.
Dalam obrolan bersama Pembina Klub Belajar Sipatokkong, Ibu Zaenab Pontoh, S.Psi., M.Psi, ia menjelaskan bahwa ABK adalah Anak Berkebutuhan Khusus yang membutuhkan penanganan khusus pula. Dalam konteks pendidikan biasanya diistilahkan dengan peserta didik berkebutuhan khusus, yang sedikit berbeda dari anak-anak regular lain.
Ada dua kategori anak berkebutuhan khusus berdasarkan faktor penyebabnya yakni internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan disabilitasnya atau terkait dengan keunggulannya. “Kalau disabilitas yang terkait dengan internal sering kita dengar dengan istilah ketunaannya, ada tuna netra, tuna rungu, tuna daksa sampai dengan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, itu masuk dalam exceptional children” ungkap ibu Zaenab Pontoh. Begitu juga anak spesial atau anak berkebutuhan khusus karena keunggulannya, seringkali karena intelegensinya atau karena bakatnya.
Anak-anak yang mempunyai bakat di atas rata-rata melebihi anak seusianya juga termasuk ke dalam kelompok anak-anak berkebutuhan khusus. Untuk ABK karena faktor eksternal, biasanya sifatnya temporer -tidak permanen. Contoh ABK karena faktor eksternal seperti anak dari keluarga terlantar, korban konflik bencana, korban konflik sosial, bahkan terbelakang karena geografis juga masuk dalam ranah peserta didik berkebutuhan khusus.
Keluarga Prasejahtera
Keluarga prasejahtera menjadi fokus utama dampingan KBS, walaupun diketahui banyak di luar sana anak-anak berkebutuhan khusus yang juga butuh penanganan. KBS fokus pada anak berkebutuhan khusus prasejahtera karena berdasarkan hasil observasi, keluarga prasejahtera tidak tersentuh layanan klinik tumbuh kembang atau sejenisnya sehingga hal-hal terkait penanganan disabilitas atau kekhususannya pun tidak tertangani.
Keluarga prasejahtera umumnya lebih memprioritaskan kesejahteraan sehari-hari keluarga ketimbang memberikan anak treatment atau terapi khusus. Selain itu hal ini juga terkait minimnya informasi orangtua keluarga prasejahtera berkaitan penanganan ABK yang disebabkan karena rendahnya pengetahuan mereka.
Berkerja Bersama Relawan
Berangkat dari semangat memberikan penjangkauan dan dampingan kepada keluarga ABK prasejahtera, mendasari pemikiran untuk merangkul relawan dari berbagai kalangan dan profesi. Relawan ada yang basic skill-nya pendidikan, kesehatan, dll. Tidak ada disiplin ilmu spesifik asalkan mereka bersedia berkontribusi, berkomitmen bersama-sama menangani anak berkebutuhan khusus.
Para relawan ini dilatih dan disiapkan untuk dapat memberikan penanganan dasar bagi ABK dengan menggunakan metode ABA (Applied Behavior Analysis). ABA adalah salah satu pendekatan terapi yang diberikan kepada anak ASD (Autism Spectrum Disorder) dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Program ABA diberikan sesuai kebutuhan, tapi tidak hanya ABA, tidak hanya mendampingi anak autisme, KBS juga mendampingi anak yang membutuhkan pendampingan dari sisi fisioterapi.
Pelatihan Tata Laksana Penanganan Dasar ABK dan Seminar Komunikasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus, juga dilaksanakan KBS dengan menghadirkan konsultan yang sudah berpengalaman belasan tahun untuk menangani ABK.
Relawan KBS memberikan pendampingan bagi ABK di Klub Bermain dan TK Kharisma di jalan Baji Ateka, Makassar dan juga kunjungan ke rumah ABK. Saat ini jumlah relawan yang bergabung dalam KBS sebanyak 26 orang. Sementara jumlah anak dampingan yang ditangani berjumlah 11 orang dari 9 keluarga yang berdomisili di beberapa wilayah di Kota Makassar.
Klub Belajar Sipatokkong berupaya terus merangkul para relawan karena diyakini semakin banyak kalangan yang memiliki kesadaran dan kepedulian untuk ABK, akan memberi efek kesembuhan yang lebih besar.
Dalam enam tahun perjalanannya, tentunya KBS menghadapi tantangan. Tantangan yang dihadapi selama ini adalah terkait komitmen relawan, pun dengan komitmen dari keluarga dampingan sendiri. Dalam prosesnya fokus utama KBS adalah keberhasilan dalam proses pendampingan. Harapannya, keluarga dampingan tidak tergantung kepada relawan. KBS mengupayakan agar keluarga yang didampingi dalam periode tertentu secara mandiri dapat mendampingi anak ABK masing-masing.
Keberadaan relawan sifatnya sementara. Setiap relawan yang telah mengikuti pelatihan wajib memberikan pendampingan selama enam bulan, setelah itu relawan bisa melepaskan kerelawanannya atau dapat memilih untuk tetap memberikan dampingan. Dalam seminggu relawan diminta menyisihkan waktu selama minimal dua jam. Jika kebutuhan belajar ABK dalam seminggu lebih dari dua jam maka waktu akan disesuaikan dengan relawan lain.
Tantangan dari sisi keluarga, khususnya dari keluarga prasejahtera adalah mereka masih fokus pada kebutuhan ekonomi dan aktivitasnya sementara proses pendampingan ABK butuh waktu dan komitmen yang berkelanjutan. Pendampingan di tahap awal dilakukan oleh relawan. Relawan mengedukasi orang tua atau siapa saja dari pihak keluarga. Lebih awal didampingi akan lebih baik karena makin besar usia anak, maka semakin sulit untuk diintervensi. Proses pendampingan sangat bergantung pula dengan waktu sehingga komitmen relawan dan orang tua ABK sangat diharapkan.
Kegiatan KBS
Kegiatan inti dari KBS adalah memberikan pendampingan, tapi disamping itu juga dilakukan kegiatan-kegiatan lainnya seperti outing ke tempat-tempat yang sifatnya edukatif, memperingati hari-hari besar nasional, buka puasa bersama saat Ramadhan, dan juga bermain bersama yang dilaksanakan sebulan sekali. Bermain bersama bukan hanya untuk anak dampingan, namun juga memberi akses kepada anak ABK lain. Bermain bersama ini berguna untuk menstimulasi anak, mengasah kecakapan sosial karena tentunya anak harus dikenalkan dengan lingkungan sosial lain.
Perubahan yang terjadi
Setiap perubahan yang terjadi sekecil apapun pada setiap anak dampingan menjadi sebuah kesyukuran bagi KBS dan orang tua. Hal yang membanggakan adalah ketika proses pendampingan, anak-anak sudah bisa mengembangkan social skill, paham bagaimana berperilaku, bagaimana cara mengendalikan emosi serta sudah bisa melakukan instruksi walaupun instruksinya sederhana.
Perubahan lain juga terlihat dari sisi orang tua, orang tua yang sebelumnya tertutup sudah teredukasi dengan sendirinya dengan melihat adanya progress yang didapat dari anak, misalnya anak sudah bisa duduk manis dan lainnya. Satu hal yang juga membanggakan dan tidak kalah pentingnya adalah semakin banyak yang terpanggil untuk menjadi relawan dan banyak komunitas-komunitas yang terpanggil untuk membantu.
KBS terbuka untuk berkolaborasi dengan organisasi. KBS berharap semakin banyak pihak-pihak yang mau mendukung aktivitas-aktivitasnya baik secara moril maupun spiritual. KBS berharap dapat mandiri selaku organisasi, sehingga lebih banyak ABK yang akan mendapatkan pelayanan.
Mimpi terbesar KBS adalah tidak ada lagi pemisah antara anak dan anak berkebutuhan khusus. Harapannya makin banyak sekolah inklusi yang betul-betul menerima anak-anak ABK.
“Kalau kita percaya bahwa tidak ada hal yang kebetulan, maka keberadaan ABK di sekeliling kita pun bukan kebetulan entah kita sebagai orang tua, sebagai guru, sebagai relawan, atau sebagai siapa saja karena ada anak ABK di sekitar kita maka ada maksud tertentu sang pencipta tentang keberadaan mereka” ungkap ibu Zaenab Pontoh menutup obrolan kami.
Salah satu tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. Harapannya tidak ada lagi anak yang tertinggal dalam semua sektor pembangunan di Indonesia terlebih soal pendidikan.
Untuk memperoleh Informasi lebih jauh mengenai inisiatif ini dapat menghubungi:
Zaenab Pontoh, S.Psi., M.Psi
Pembina Yayasan KBS (Klub Belajar Sipatokkong)
Email: olapontoh123@gmail.com