Narangata: Dari Desa, Oleh Pemuda, Untuk Indonesia

Ketika mengikuti program INSPIRASI di Selandia Baru, saya mempunyai ketertarikan khusus mempelajari lebih dalam terkait bidang pendidikan dan kewirausahaan sosial. Saya mendapatkan informasi terkait nilai-nilai pembelajaran holistik Maori dalam pendidikan, yakni Ahi Kaa. Te Ahi Kaa terdiri dari whanaungatanga, kotahitanga, wairuatanga, kaitiakitanga, manaakitanga, dan rangatiratanga. 

Whanaungatanga berkaitan dengan pelibatan peran keluarga atau orang-orang terdekat dalam mendukung proses belajar peserta didik. Kotahitanga merupakan kesatuan dan rasa aman yang mendukung peserta didik menjadi bagian dari sistem atau institusi pendidikan. Wairuatanga berkaitan dengan menghormati pentingnya spiritualitas, menggali nilai identitas diri dan menemukan makna kehidupan. Kaitiakitanga mendorong peserta didik untuk menjaga lingkungan. Manaakitanga mendorong peserta didik untuk menghormati dan menjaga satu dengan yang lain. Rangatiratanga, yakni mengembangkan keterampilan kepemimpinan. 

Berangkat dari pemahaman Ahi Kaa, saya tersadar dengan nilai-nilai ada dalam pendidikan kita, termasuk nilai-nilai lokal. Saya percaya bahwa nilai-nilai lokal Suku Kaili juga penting untuk digali dalam upaya mempelajari kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup orang-orang terdahulu. Sepulang dari Selandia Baru, saya menjalankan proyek terapan yang kemudian diberi nama Narangata. Nara berarti pahlawan dan ngata berarti desa/kampung. Narangata merupakan sebuah pelatihan pengembangan kompetensi pemuda desa yang ada di Desa Loru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.  

Berdasarkan data BPS tahun 2019, Sigi terdiri dari 15 kecamatan dan 177 desa. Sebagian wilayah Sigi merupakan dataran tinggi yang mempunyai potensi dalam bidang pertanian yang didukung oleh nilai-nilai budaya lokal yang kuat. Namun, pada 28 September 2018 lalu, Kabupaten Sigi menjadi salah satu kabupaten terdampak bencana. Salah satu langkah untuk melakukan pemulihan pasca bencana, yaitu dengan melakukan revitalisasi di bidang pendidikan melalui kolaborasi bersama pemuda lokal sebagai aktor perubahan. 

Pelatihan ini berfokus pada tiga topic utama, yakni kepemimpinan berbasis kearifan lokal, pendidikan kontekstual yang sesuai dengan potensi desa, dan kewirausahaan sosial. Pendidikan kontekstual berbasis potensi desa ini terdiri dari dua pokok bahasan sesuai dengan potensi yang dimiliki Desa Loru, yakni bertani dengan empati dan menjaga generasi dari desa. Fokus pembelajaran ini ditujukan untuk menjaga dan memanfaatkan potensi desa yang sudah ada untuk menjadi lebih berdaya. Berdaya dalam hal ini berarti dapat memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan di segala bidang tanpa meninggalkan kearifan lokal yang syarat nilai-nilai kebaikan. 

1

Diskusi antara tim dan calon peserta Narangata terkait topik yang dibutuhkan sesuai konteks lokal dan akan dipelajari dalam proyek terapan Narangata.

Seharusnya kearifan lokal inilah yang bisa dijadikan pedoman menjalankan aktivitas sehari-hari. Namun kebanyakan dari masyarakat desa terutama pemuda, sudah mulai melupakan hal tersebut. Orang tua pada umumnya sudah tidak menuturkan atau memberikan pemahaman kembali terkait kebiasaan dan pengetahuan yang menjadi kearifan lokal kepada generasi muda. Selain itu, kegiatan pendidikan formal saat ini kurang menyentuh konteks lokal di suatu daerah, sehingga seringkali pengetahuan yang diajarkan kurang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Agar tidak terlupakan begitu saja, kearifan lokal dan potensi lokal inilah yang perlu dibahas dalam bidang pendidikan, yang kemudian dikenal dengan istilah pendidikan kontekstual. Pendidikan kontekstual adalah proses pembelajaran holistik yang mendorong orang-orang untuk memahami apa yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan kehidupannya sehari-hari sesuai konteks lokal. Harapannya apa yang dipelajari dapat lebih aplikatif sehingga mendukung masyarakat khususnya pemuda melakukan pengembangan desa berbasis potensi lokal yang ada. 

1

Kegiatan presentasi dan diskusi saat pelatihan terkait potensi Desa Loru.

Proyek terapan ini diawali dengan pelatihan kepada 20 pemuda Desa Loru terdiri dari 11 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Pelatihan dilakukan pada bulan Agustus – September 2020 secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 10 orang yang mengikuti pelatihan secara bergantian. Saya melibatkan banyak pihak dalam pelatihan ini, di antaranya tetua adat sebagai pemimpin masyarakat, akademisi dari Universitas Tadulako, peneliti dari Museum Sulawesi Tengah, pegiat komunitas lokal (bidang pendidikan, lingkungan, seni, dan perlindungan anak), serta masyarakat setempat itu sendiri. 

1

Para pemuda lokal yang tergabung dalam Narangata.

Setelah diadakan pelatihan, kami sepakat untuk melakukan implementasi berupa kegiatan praktik lapangan dari apa yang sudah didapat dari pelatihan sebelumnya. Kegiatan praktik itu, meliputi kesempatan mengorganisir suatu kegiatan oleh pemuda untuk anak-anak dalam pengenalan permainan tradisional dan kegiatan berkebun secara alami. Dengan demikian, para pemuda mendapat kesempatan untuk meningkatkan jiwa kepemimpinannya. Selain itu, ada juga pendampingan kepada pemuda yang berminat untuk membangun dan menjalankan usaha berdasarkan potensi yang ada di Desa Loru, seperti usaha ternak ikan nila, usaha penanaman dan penjualan selada, serta penanaman dan penjualan tanaman hias. 

1

Foto bersama peserta Narangata setelah pelatihan sesi I. 

1

Kegiatan implementasi dalam rangka mengenalkan dan mengajak anak-anak Desa Loru bermain permainan tradisional. 

Saat implementasi, saya dan tim terus melakukan pendampingan peningkatan kompetensi pemuda lokal yang tergabung sebagai peserta Narangata. Peserta mempunyai peningkatan kepercayaan diri dan antusiasme untuk mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kompetensi pemuda di tingkat regional maupun nasional. Selain itu, peserta Narangata semakin paham apa yang harus mereka lakukan untuk memperdayakan komunitas setempat, seperti membuat kebun komunitas bersama ibu-ibu di desa, mendampingi anak-anak belajar, dan melakukan tukar informasi positif. Lebih lanjut, kami juga menginisiasi pusat belajar kontekstual Narangata di Desa Loru. Tujuannya adalah supaya proyek terapan ini bisa berkelanjutan dan memberikan dampak positif secara terus-menerus kepada masyarakat. 

Pusat belajar kontekstual ini berupa dego-dego (saung belajar) yang dilengkapi dengan kebun kecil dan kolam kecil, serta dekat dengan area persawahan masyarakat setempat dan irigasi desa. Sehingga, tempat ini bisa menjadi media belajar dan implementasi pendidikan kontekstual bagi siapapun yang ingin belajar. Pusat belajar Narangata ini mempunyai desain bangunan masyarakat Suku Kaili dan dibangun dari bahan-bahan mudah didapat dari sekitar serta ramah lingkungan. Lebih dari itu, pusat belajar ini dibangun dengan gotong-royong pemuda lokal Sigi dan komunitas sekitar. 

1

Foto kegiatan belajar dan berdiskusi bersama pemuda di wilayah Kabupaten Sigi dan Kota Palu. 

Keberadaan pusat belajar Narangata ini menarik minat rekan-rekan dan komunitas di Sigi hingga Palu untuk berkunjung dan berkegiatan di sana. Ada mahasiswa yang datang dan melakukan wawancara untuk tugas kuliahnya, ada komunitas seni yang mengajak bekerjasama melakukan pelatihan pembuatan kompos, komunitas lingkungan belajar berkebun, komunitas pemuda lokal yang tergabung dalam Karang Taruna untuk berdiskusi terkait potensi lokal, dan sebagainya. 

1

Foto komunitas pemuda seni setelah mengikuti kegiatan workshop pengolahan sampah organik menjadi kompos di Pusat Pembelajaran Kontekstual.  

Ke depan, saya ingin mengajak komunitas pemuda lokal dan masyarakat sekitar untuk mengaktifkan pusat belajar Narangata ini dalam menyediakan jasa layanan pendidikan kontekstual bagi siapa pun yang ingin belajar, tentu menggunakan konsep kewirausahaan sosial. Dengan konsep ini, harapannya bisa menciptakan kemandirian ekonomi yang juga memberikan dampak sosial dan lingkungan. Kami, keluarga pusat belajar Narangata sangat membuka peluang kolaborasi dengan pihak mana pun yang tertarik dengan isu pendidikan, kewirausahaan sosial, lingkungan, dan pengembangan komunitas. Silakan bergabung dan belajar bersama kami! 

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.