“Tana Tilu, Daiti Ihu luku mapa tiyang, tana mapa paku.”
(Kami harus pergi mencari mata air untuk minum dan tanah basah, agar menanam sayur untuk dimakan – Bahasa Sumba Anakalang, dikutip dari Buku “Merajut Harmoni”)
Masyarakat Marapu di Sumba Barat Daya merupakan salah satu kelompok masyarakat di Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai dan tradisi leluhur di tengah perkembangan dunia modern yang semakin pesat. Tradisi Marapu turut mengambil peran dalam memberikan arahan bagi kehidupan masyarakat (way of life), salah satunya dalam menentukan mata pencaharian masyarakat. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa orang-orang Marapu terlahir untuk menjadi petani. Jika orang-orang Indonesia timur seperti suku Bugis pada umumnya identik bekerja sebagai pelaut dengan semboyan “Nenek Moyangku Orang Pelaut,” sebanyak 85% masyarakat Marapu berprofesi sebagai petani. Profesi sebagai petani diwariskan secara turun temurun dan telah berlangsung sejak dulu kala. Para petani memiliki keyakinan bahwa tanah merupakan sumber penghidupan yang kekal. Berbagai komoditas seperti jagung, sayur, buah, hingga jambu mete, menjadi hasil pertanian unggulan. Walaupun daerah Sumba Barat Daya memiliki berbagai tantangan seperti cuaca yang ekstrim, perbedaan kondisi kesuburan tanah, dan permasalahan air di beberapa wilayah, hal ini tidak menyurutkan semangat masyarakat Marapu untuk terus bercocok tanam.
Kepercayaan inilah yang mendorong Kelompok Tani (Poktan) Daka Danu di Desa Pero, Wewewa Barat tak pernah menyerah ketika menggarap lahan pertanian mereka. Sebelum beralih menanam sayur-sayuran, anggota poktan Daka Danu berprofesi sebagai petani tembakau. Poktan Daka Danu beranggotakan 20 orang petani yang terdiri dari 17 laki-laki dan 3 orang perempuan. Setiap hari, anggota poktan selalu bersemangat mencangkul, membuat bedengan untuk ditanami cabai rawit, dan merawat tanaman sayur yang mereka tanam.
Bak gayung bersambut, Poktan Daka Danu bergabung menjadi salah satu poktan dampingan dalam Program PERMATA (Peningkatan Mata Pencaharian Pertanian Melalui Pendekatan Terpadu) yang didukung oleh WLF dan diimplementasikan oleh Yayasan Bina Tani Sejahtera (YBTS) di Sumba Barat Daya sejak tahun 2021. Berbagai kegiatan pendampingan dilakukan melalui pelatihan materi dan praktik di lapangan. Pada awalnya, Poktan Daka Danu menanam sebanyak 1.300 pohon cabai. Walaupun adanya curah hujan yang tinggi, Poktan Daka Danu berhasil memanen 1.200 pohon cabai.
“Saat ini kami sudah berhasil memanen 8 kg cabai, terjual dengan harga Rp 50.000/kg dan bisa mendapatkan Rp 500.000 – Rp 600.000 dari penjualan sayuran setiap minggu,” ucap Trimuliana Malo, salah satu anggota Poktan.
“Kami sangat bahagia dengan kehadiran program ini karena kami banyak belajar tentang cara menanam yang baik dan benar. Walaupun kami tidak muda lagi, kami selalu merasa segar dan muda ketika di kebun” – Mikael Malo Bili (Ketua Poktan Daka Danu).
Hasil panen cabai tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi para petani. Poktan Daka Danu juga berinisiatif untuk mengupayakan ketersediaan air yang menjadi kebutuhan vital bagi pertanian. Para anggota Poktan ini juga berjanji untuk terus belajar dan membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Program PERMATA kepada para petani lainnya di Wewewa Barat. “Kami berharap bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dan menyekolahkan anak-anak kami dari kebun ini,” ungkap Naomi Milla, istri ketua kelompok tani Daka Danu.
Untuk info lebih lanjut, silahkan kunjungi www.wlf.or.id
Penulis: Selvianus Katoda (YBTS)
Disunting oleh: Mariska Estelita (WLF)