Rendahnya partisipasi kelompok perempuan dalam setiap Musrenbang Desa ataupun forum desa lainnya merupakan salah satu masalah yang banyak ditemukan di tingkat desa. Musrenbang atau Musyawarah Perencanaan Pembangunan merupakan forum partisipatif yang bertujuan untuk merumuskan kebijakan pembangunan di tingkat desa. Forum ini seharusnya bersifat inklusif bagi seluruh masyarakat termasuk kelompok perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan rendahnya partisipasi kelompok Perempuan dalam setiap rapat musrenbang desa disebabkan oleh beberapa faktor.
Partisipasi perempuan dalam Musrenbang masih rendah karena kendala sosial dan budaya, serta kurangnya dukungan dari pihak keluarga dan pemerintah lokal. Studi lain menunjukkan bahwa kelompok perempuan seringkali tidak hadir dalam Musrenbang karena waktu pelaksanaan yang tidak fleksibel dan kurangnya akses informasi. Tidak sedikit penelitian yang juga mengungkap bahwa meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan, jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam Musrenbang masih terbilang kurang karena proses pengambilan keputusan dalam forum semacam Musrenbang didominasi laki-laki.
Musyawarah desa adalah sebuah forum untuk mengumpulkan pendapat dan mengambil keputusan dalam hal pemerintahan, pembangunan, dan kebijakan di tingkat desa. Dengan melibatkan kelompok perempuan secara aktif dalam proses ini, tentunya membuka kesempatan bagi perempuan untuk didengarkan dan dipertimbangkan perspektifnya. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan kelompok perempuan merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi budaya patriarki dan meningkatkan partisipasi kelompok Perempuan di rapat musrenbang desa.
Peningkatan Kemampuan Kepemimpinan Kelompok Perempuan
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kelompok Perempuan yang terlibat dalam pengambilan keputusan baik di tingkat desa maupun di tingkat nasional cenderung memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik (Damayanti dkk., 2023; Saputra & Azmi, 2021). Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan rendahnya partisipasi kelompok perempuan di forum desa, maka penting untuk memberikan pelatihan peningkatan kapasitas kepemimpinan pada kelompok perempuan di desa tersebut.
Terdapat berbagai implikasi yang dapat ditimbulkan dengan meningkatkan keterampilan kepemimpinan para kelompok perempuan yakni meningkatnya partisipasi perempuan pada musyawarah desa, peningkatan kesejahteraan dan kesehatan ibu hamil, ibu-ibu lansia, dan kelompok perempuan lainnya disebabkan banyaknya program di desa yang lebih inklusif. Pelatihan ini pun terangkum dalam serial modul mulai dari pengenalan karakter diri hingga mewujudkan perubahan di komunitas.
Modul 1: Mengenali Siapa Diriku
Modul ini bertujuan untuk membantu kelompok perempuan mengenali potensi diri yang dimiliki serta kondisi dirinya di masa kini. Selain itu, modul ini juga merupakan langkah pertama untuk menyusun SMART Goals. Diharapkan modul ini dapat membantu perempuan mengenali dirinya sendiri dan membuat goals yang didasarkan pada kondisi dirinya yang konkrit. Modul ini diawali dengan aktivitas wheel of life di mana fasilitator akan memandu peserta mengukur dan menuliskan kondisi dirinya di masa kini ke dalam delapan aspek kehidupan. Selanjutnya, fasilitator memandu peserta untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi hasil wheel of life tersebut untuk dijadikan bahan penyusunan SMART goals. Setelah itu, fasilitator memandu peserta untuk melakukan kegiatan penguatan efikasi diri yang terdiri dari tiga kegiatan, yakni menceritakan keberhasilan sendiri, menceritakan tentang idola, serta berbagi kata-kata motivasi dengan satu sama lain. Modul ini diakhiri dengan sharing session mengenai hal-hal apa yang dapat membantu optimalisasi potensi diri.
Modul 2: Patriarki di Bawah Lensa: Menggali Dampak pada Ibu-Ibu
Modul ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kelompok perempuan mengenai dampak budaya patriarki pada kehidupan sehari-hari. Pada modul ini kegiatan diawali dengan menonton film pendek “Impossible Dream”. Film pendek ini menunjukkan bagaimana perbedaan peran ayah dan ibu dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh budaya patriarki. Setelah menonton film pendek, fasilitator memandu diskusi dengan peserta mengenai poin-poin penting dari film tersebut. Setelah diskusi, fasilitator menanyakan benang merah dari poin yang dijabarkan dengan budaya patriarki. Modul ini diakhiri dengan pemberian materi singkat oleh fasilitator mengenai apa itu budaya patriarki dan dampaknya pada perempuan.
Modul 3: GEMA: Gerakan Emansipasi, Meraih Adil
Modul ini bertujuan untuk mengedukasi perempuan mengenai kesetaraan gender. Fasilitator berupaya untuk memahamkan peserta mengenai perbedaan sex yang tidak dapat dipertukarkan dengan gender yang dapat dipertukarkan. Modul ini diawali dengan kegiatan menuliskan ciri-ciri perempuan dan laki-laki yang nampak dan diketahui para peserta. Setelah itu, fasilitator memandu para peserta untuk mengklasifikasikan ciri-ciri yang telah dituliskan apakah termasuk sex atau gender.
Kegiatan selanjutnya, peserta bermain fact or hoax check mengenai sex dan gender. Fasilitator memberikan beberapa pernyataan yang merepresentasikan gender atau sex dan peserta mengklasifikasikannya menjadi hoaks atau fakta Modul ini diakhiri dengan kegiatan berbagi bersama para peserta mengenai pengalaman yang pernah dialami terkait ketidaksetaraan gender.
Modul 4: PESONA: Pembangunan Desa oleh Kepemimpinan Perempuan
Modul ini bertujuan untuk memberikan motivasi dan pemahaman bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin. Modul ini diawali dengan mengarahkan para peserta menyampaikan pemimpin perempuan yang mereka ketahui. Setelah itu, mereka menuliskan ciri-ciri pemimpin perempuan tersebut. Selanjutnya peserta melakukan curah pendapat mengenai kisah dan ciri-ciri pemimpin perempuan yang dituliskan kepada peserta lain. Ciri-ciri yang dituliskan itu kemudian diklasifikasikan menjadi sikap atau perilaku yang bisa diteladani masing-masing peserta untuk bisa menjadi pemimpin dari lingkup terkecil yaitu dalam rumah tangga. Modul ini diakhiri dengan penyampaian materi singkat mengenai pentingnya [perempuan memiliki jiwa kepemimpinan oleh fasilitator.
Modul 5: Talk-a(c)tive: Komunikasi Interpersonal yang Efektif
Modul ini bertujuan untuk memberikan kemampuan komunikasi interpersonal bagi perempuan. Peserta melakukan kegiatan identifikasi raut wajah dan gestur tubuh menggunakan gambar-gambar yang disajikan oleh fasilitator. Aktivitas kemudian dilanjutkan dengan praktek komunikasi interpersonal secara berpasang-pasangan. Setiap peserta diberi kesempatan untuk berperan sebagai komunikator dan komunikan agar peserta dapat menerapkan komponen-komponen komunikasi efektif baik dari segi pembicara maupun pendengar. Modul ini diakhiri dengan curah pendapat di mana peserta membagikan pengalaman serta perasaanya ketika melakukan praktek komunikasi interpersonal.
Modul 6: Asertif : Seni untuk Tidak Menyinggung dan Tidak Memendam
Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman peserta mengenai komunikasi asertif yang seringkali luput dilakukan di kehidupan sehari-hari. Peserta diminta menceritakan dan memperagakan pengalaman yang berkaitan dengan komunikasi pasif, agresif, serta asertif. Kegiatan dilanjutkan dengan praktek Non-Violent Communication: I-Message yang merupakan salah satu bentuk berkomunikasi asertif yang dapat digunakan oleh peserta ketika dibutuhkan. Modul ini diakhiri dengan pemberian penguatan oleh fasilitator untuk menekankan kepada peserta bahwa komunikasi asertif ini adalah gaya komunikasi yang penting untuk dimiliki.
Modul 7: Problem solving : Ibu Desa, Ibu Problem Solver!
Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta. Peserta dibagi menjadi kelompok kecil dengan ice breaking “kapal pecah”. Setelah terbentuk kelompok kecil, peserta diarahkan untuk mendiskusikan masalah atau isu yang terjadi di lingkungan sekitar. Isu setiap kelompok dibagi oleh fasilitator, kelompok 1 (isu perempuan), kelompok 2 (isu anak), kelompok 3 (isu lansia), kelompok 4 (isu lingkungan) dan kelompok 5 (isu pendidikan). Dalam kelompok kecil tersebut, para peserta diminta untuk bercurah pendapat mengenai masalah sesuai isu yang didapatkan dengan instruksi 5W + 1H. Kegiatan selanjutnya, peserta melakukan presentasi mengenai masalah atau isu hasil diskusi dan fasilitator serta peserta lainnya memberikan umpan balik mengenai solusi yang ditawarkan pada bagian “how”. Setelah diskusi selesai, peserta lanjut untuk melakukan roleplay advokasi dan negosiasi yang rinciannya ada pada modul 8 dan 9.
Modul 8: Advokasi: Ibu yang keren, Berani bersuara!
Modul ini bertujuan untuk memberikan dorongan kepada perempuan agar mampu menyuarakan isu yang dianggap penting dan membangkitkan kesadaran orang-orang disekitarnya. Selain itu, modul ini juga diharapkan dapat membekali perempuan dengan pengetahuan seputar advokasi seperti sikap yang perlu dimiliki oleh advokator serta tahap-tahap apa saja yang perlu dilalui untuk melakukan advokasi. Untuk mengasah kemampuan advokasi peserta, fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok yang masing-masing akan mendapatkan isu atau sebuah tema untuk diadvokasikan. Modul ini diakhiri dengan roleplay advokasi yang dilakukan oleh peserta bersama fasilitator.
Modul 9: Negosiasi: Tawar menawar, Ibu jagonya!
Modul ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman kelompok perempuan mengenai negosiasi. Modul ini diawali dengan penyampaian materi yang berbasis kehidupan sehari-hari. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan melakukan praktek negosiasi di mana peserta akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok akan diberi bahan untuk “membangun” penawaran mereka. Setelah itu, peserta bersama fasilitator melakukan roleplay yang sekaligus menjadi penutup modul ini.
Modul 10: Langkah Ibu Desa: Mewujudkan Perubahan di Komunitas
Modul ini bertujuan sebagai bentuk aplikasi dari seluruh modul yang telah diberikan sebelumnya. Dimulai dengan pemetaan masalah yang terjadi di desa berdasarkan wilayah tempat tinggal. Setelah itu peserta diskusi mengenai isu yang terjadi menggunakan instruksi 5W + 1H.
Setelah berdiskusi, peserta melatih kemampuan advokasi dan negosiasinya pada kasus nyata secara langsung di masyarakat sekitar. Peserta melakukan advokasi seputar isu yang telah didiskusikan. Fasilitator turut mendampingi peserta dalam melakukan advokasi dan negosiasi. Di akhir, fasilitator memandu refleksi terkait pengalaman peserta melakukan advokasi dan negosiasi di lingkungan sekitar.
Unduh modul ini batukarinfo.com
Informasi penulis
Penulis adalah Tim PKM Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Makassar (Nasylah Anisya Ali, Tri Yasmin Januarsih Mahka, Yusri, Nurintan Baharuddin, Muhammad Ikhsan Talib, Muh. Hendri)
Tim PKM Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Makassar dapat dihubungi melalui yusri@unm.ac.id