“Sebenarnya kami sudah menyerah dengan tanaman kakao kami ini, kami biarkan saja dia mau berbuah atau tidak. Sampai Mnukwar datang, ajarkan kami merawat kembali kami punya pohon Kakao.” Mathius, salah satu peserta pendampingan Kakao.
Walaupun belum banyak yang tahu, di balik hutan tropis dan pegunungan hijau Papua Barat, tersimpan kekayaan rasa yang telah mencuri perhatian dunia yaitu ‘coklat Ransiki’ yang berasal dari Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat. Produk coklat di daerah ini telah ada sejak tahun 90an dan terkenal karena cita rasanya yang khas.
Salah satu kampung penghasil coklat di Kabupaten ini adalah Kampung Siwi yang terletak Distrik Momiwaren. Tanaman coklat ditanam di kebun yang terletak tidak jauh dari rumah-rumah warga berdampingan dengan tanaman buah lain seperti rambutan dan mangga. Pada masa jayanya, tanaman kakao ini merupakan sumber utama penghasilan masyarakat karena produksinya yang cukup banyak dengan harga jual tinggi.
Namun, menurut Mey, salah satu peserta pendampingan, sejak adanya serangan hama pada tahun 2001 yang menyebabkan banyak pohon kakao di kampung siwi rusak parah, tidak sedikit petani yang terpaksa menebang seluruh tanaman kakao mereka karena merasa usaha mereka sia-sia. Kondisi ini sempat menurunkan minat dan semangat masyarakat untuk kembali menanam kakao.
Fenomena ini membuat Mnukwar, sebuah organisasi berbentuk perkumpulan yang mempunyai kepedulian pada berbagai persoalan dalam pembangunan dan sumber daya alam di Tanah Papua, tergerak untuk berupaya membangkitkan kembali semangat bertani kakao di kalangan Masyarakat khususnya pada masyarakat Kampung Siwi. Pendampingan yang dilakukan oleh Mnukwar meliputi tiga tahapan penting. Tahap pertama pendampingan perawatan tanaman kakao, tahap kedua pendampingan budidaya tanaman kakao dan yang terakhir adalah pendampingan dalam perlakuan pasca panen tanaman kakao.

Dok. Perkumpulan Mnukwar
Pada tahapan pertama, Mnukwar fokus pada peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam melakukan perawatan tanaman kakao yang baik, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Dalam proses ini, petani diajarkan untuk mengenali jenis-jenis hama yang biasa menyerang tanaman kakao serta cara mencegahnya secara alami, tanpa ketergantungan pada pestisida kimia berlebihan. Selain itu, mereka juga dilatih untuk memangkas buah kakao yang terserang hama agar tidak menular ke buah lain dalam pohon yang sama. Tujuan utamanya adalah menghentikan penyebaran hama sejak dini, baik pada tingkat individu pohon maupun antar pohon di satu kebun, sehingga produktivitas kakao tetap terjaga.
Tahapan kedua, Mnukwar mendampingi masyarakat untuk melakukan praktik budidaya tanaman kakao yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk mengurangi praktik pembukaan lahan baru dengan meningkatkan produktivitas kebun yang sudah ada, mengembangkan praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem serta meningkatkan pendapatan petani melalui hasil panen kakao yang lebih berkualitas.
Dalam tahapan ini, petani diajarkan cara membuat bibit sendiri dari tanaman yang berasal dari kebun mereka. Bibit dipilih dari induk unggul yang terpilih sehingga memiliki ketahanan yang lebih tinggi dari hama, memiliki produktifitas yang leih tinggi serta hasil buah yang lebih seragam. Hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap bibit dari luar sehingga bisa menghemat biaya produksi. Selain itu petani juga diajarkan untuk melakukan Teknik sambung tunas air, yaitu penggabungan tunas dari tanaman unggul (entres) ke batang bawah (rootstock) dari tanaman lain yang sejenis. Tujuannya adalah agar tanaman hasil sambungan memiliki sifat-sifat unggul dari induk tunas, seperti produktivitas tinggi, ketahanan terhadap hama/penyakit, dan kualitas hasil yang baik.
Tahapan ketiga, Mnukwar mendampingi petani dalam kegiatan pasca panen sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil panen dan nilai jual Kakao. Pada tahapan ini Mnukwar mengajarkan bagaimana teknik pengeringan dan fermentasi yang tepat sehingga kualitas biji kakao dapat meningkat dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar. Menurut salah satu pendamping lapangan dari Mnukwar, Rolan, meskipun kulit buah kakao sering terserang penyakit, bijinya tetap aman jika dikeringkan dengan benar. Oleh karena itu, penguasaan teknik pascapanen menjadi sangat penting bagi petani agar mereka dapat mengurangi kerugian sekaligus meningkatkan nilai jual produk kakao mereka.
Teknik fermentasi yang diajarkan menggunakan daun sebagai pengganti jamur, mirip proses pembuatan tape. Buah hasil fermentasi menjadi lebih harum, padat, dan tidak menyusut. Ini menjadi nilai tambah karena beberapa penadah mulai menuntut biji kakao yang sudah difermentasi.
Harga jual kakao kering di tingkat petani saat ini masih bervariasi mulai dari Rp70.000 per kilogram. Meskipun kualitas belum banyak memengaruhi harga, fermentasi diyakini menjadi faktor penting untuk membuka akses pasar yang lebih luas dan bernilai lebih tinggi.

Dok. Perkumpulan Mnukwar
Pendampingan Bertahap dan Berbasis Kearifan Lokal.
Kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Mnukwar tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan budaya masyarakat. Misalnya, sebagian besar peserta pendampingan adalah laki-laki, karena perempuan biasanya memiliki peran dalam menjual hasil kebun ke pasar.
Pendekatan partisipatif seperti ini membuat pelatihan lebih diterima oleh masyarakat. Tidak ada paksaan dalam prosesnya, justru masyarakat datang secara sukarela untuk mengikuti pelatihan yang diadakan setiap bulan. Bahkan, mereka bersedia meluangkan waktu selama satu minggu penuh setiap bulannya, meskipun sebagian dari mereka juga memiliki pekerjaan lain seperti nelayan. Komitmen seperti ini menjadi cerminan bahwa masyarakat merasa memiliki dan percaya bahwa proses pendampingan benar-benar bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Selain itu, pendampingan dilakukan langsung di kebun masing-masing petani, sehingga setiap tahapan pelatihan dapat diterapkan secara nyata di lokasi budidaya mereka. Pendekatan ini dirancang agar intervensi menjadi lebih terarah dan tepat sasaran, karena petani tidak hanya mendengar teori, tetapi juga melihat dan mempraktikkan langsung teknik-teknik perawatan tanaman kakao di kebun mereka sendiri. Dengan cara ini, para petani tidak perlu meninggalkan kebun atau bepergian jauh untuk mengikuti pelatihan, karena semua proses pendampingan berlangsung di tempat yang paling relevan bagi mereka—di lahan yang mereka kelola sendiri.
Para pendamping dari Mnukwar juga menggunakan alat dan bahan yang cukup mudah ditemukan di kampung. Dalam tahap pelatihan budidaya misalnya, ada salah satu kagiatan yang dinamakan teknik sambung tunas air, teknik ini sangat penting karena bisa mempercepat masa panen dan meningkatkan proses produksi buah. Saat pelatihan, Rolan mengajarkan proses penyambungan tunas dengan sangat cermat. Cabang kipas yang dipilih harus memiliki tiga mata tunas, disayat dengan simetris, dan ditutup rapat menggunakan plastik gula untuk menjaga kelembaban. Plastik penutup baru dibuka setelah 21 hari, saat tunas baru muncul. Teknik ini tak hanya efisien, tetapi juga adaptif terhadap keterbatasan alat yang tersedia di kampung siwi yang terletak cukup jauh dari pusat kota.

Dok. Perkumpulan Mnukwar
Tantangan dan Semangat Lokal
Meskipun alat bantu sangat terbatas, petani seperti Pak Mathius menunjukkan inisiatif luar biasa dengan berusaha memesan mesin babat dari kota Manokwari untuk membabat rumput secara manual. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pestisida, termasuk penggunaan Roundup yang berlebihan dan berpotensi merusak daun kakao.
Kekuatan utama dari pendekatan Mnukwar adalah tidak berpatok pada hasil yang instan, melainkan menekankan pentingnya proses pemberdayaan yang bertahap dan berkelanjutan dalam masyarakat. Mnukwar memahami bahwa perubahan perilaku dan peningkatan kapasitas petani memerlukan waktu, dialog, dan keterlibatan aktif masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, keberhasilan tidak diukur dari seberapa banyak hasil panen dalam waktu singkat, melainkan tumbuhnya kembali kepercayaan diri petani, pemahaman akan teknik pertanian yang baik, dan kesediaan mereka untuk meneruskan pengetahuan ini kepada sesama.
Selain Kampung Siwi di Distrik Momiwaren, Mnukwar juga melakukan pendampingan di Kampung Demini yang terletak di Distrik Neyney. Kampung ini juga memiliki potensi besar dalam budidaya kakao, namun menghadapi tantangan serupa terkait hama dan penurunan produktivitas. Pendekatan yang diterapkan tetap berfokus pada keterlibatan aktif masyarakat, peningkatan kapasitas teknis, serta penguatan nilai-nilai kemandirian dan keberlanjutan. Dengan memperluas wilayah dampingan, Mnukwar berharap upaya revitalisasi kakao ini dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi petani di berbagai kampung di Manokwari Selatan.