Menata Pusat Pertumbuhan Wilayah
Penulis : A.M. Sallatu

Pertumbuhan ekonomi masih merupakan hal yang niscaya bagi pembangunan nasional maupun pengembangan wilayah Sulawesi Selatan ke depan. Pertumbuhan ekonomi masih tetap merupakan keyword dalam pidato para kepala daerah, terlepas bahwa hanya sekedar membaca dalam naskah pidatonya. Namun strategi menata dan mengonsepsikannya belum banyak yang bisa diamati. Pertumbuhan ekonomi yang memiliki konsep dasar dalam teori ekonomi lebih dipandang sebagai dampak belaka, bukan sesuatu yang justru perlu disiasati sebagai kinerja. Padahal justru pertumbuhan ekonomi itulah yang membawa dampak negatif dalam wujud ketimpangan, kemiskinan, pengangguran dan sejumlah permasalahan sosial ekonomi lainnya. Pertumbuhan ekonomi adalah sejatinya kinerja pembangunan, sehingga penting dikonsepsikan dalam perencanaan termasuk dalam memperhitungkan dampak negatif yang akan ditimbulkan.

Semakin dipertegas dengan hadirnya istilah pertumbuhan inklusif, bahwa pertumbuhan bukan sekadar dampak atau buah dari pembangunan. Melainkan kinerja yang memang telah dipertimbangkan dalam kerangka pembangunan, pertumbuhan by-designed. Oleh karena itu, dalam kerangka pengembangan wilayah patut dipikirkan bagaimana menabur pusat pertumbuhan di wilayah. Dengan berpegang pada pertumbuhan inklusif, solusi penanganan permasalahan pemeratan dapat didiskusikan. Hanya saja pusat pertumbuhan yang dimaksudkan di sini bukan dalam makna kutub pertumbuhan sebagaimana yang dikenal selama ini. 

Pusat pertumbuhan di tingkat wilayah membutuhkan kemampuan mengintegrasikan sebanyak-banyaknya kepentingan pembangunan antar stakeholders pembangunan. Dengan demikian pusat pertumbuhan yang berada pada skala provinsi, sekaligus berarti pula pada pembangunan dan atau pertumbuhan berkualitas. Secara teoritik maupun empirik, pertumbuhan yang bersifat inklusif terkait erat dengan pengembangan wilayah. Diperlukan pencermatan keberadaan sub-sub wilayah, sebagai contoh di Sulawesi Selatan pernah mengembangkan konsep wilayah sebagai pengembangan utama. Di Orde Baru, konsep wilayah pengembangan rupanya ikut direformasi. Konsep yang seperti ini patut dicermati kembali.

Dalam kerangka pembangunan nasional yang patut disasar adalah pengembangan wilayah provinsi, yang akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi pada skala provinsi lebih banyak didorong oleh pertumbuhan ekonomi nasional. Daya dorong tersebut tidak serta merta mampu memperkuat struktur perekonomian wilayah, bahkan sebaliknya lebih banyak menyedot marjin ekonomi yang tercipta di wilayah. Dapat diduga bahwa inilah yang kemudian menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional senantiasa fluktuatif atau terperangkap pada tingkat yang relatif rendah. Dengan demikian, diperlukan strategi pertumbuhan ekonomi yang terintegrasi antara pusat dan wilayah. Konsep integrasi pertumbuhan yang berbasis wilayah patut menjadi strategi nasional, yang kemudian dijabarkan di tingkat wilayah atau provinsi.

Di tingkat wilayah, pada dasarnya dibutuhkan sebuah konfigurasi pengembangan sub-sub wilayah yang bertumpu pada potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya teknologi serta dukungan infrastruktur pada masing-masing sub-sub wilayah dimaksud. Dengan demikian pengembangan sub-sub wilayah memang sepatutnya diletakkan sebagai kepentingan pengembangan wilayah. Masing-masing sub wilayah ini akan berfungsi sebagai pusat pertumbuhan, yang berbasis dan mengacu pada pertumbuhan inklusif. Pada akhirnya akan berdampak pula pada pemerataan wilayah.

Sejauh ini dalam realitanya, pertumbuhan di wilayah umumnya dititikberatkan pada pertumbuhan sektoral. Hal ini patut dipahami, karena di satu pihak daya dorong pertumbuhan nasional yang berwawasan sektoral memang signifikan, di lain pihak wawasan wilayah belum banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan. Realitas yang ada selama ini, pertumbuhan ekonomi pada skala wilayah bersifat eksklusif, berdampak pada ketidakmerataan dan atau ketimpangan. Oleh karena itu, integrasi wawasan wilayah dan pertumbuhan ekonomi perlu dipikirkan secara lebih serius. 

Perspektif wilayah di sini adalah wilayah berskala provinsi yang merupakan suatu kesatuan wilayah kabupaten dan kota yang sepatutnya terintegrasi untuk mendorong pertumbuhan. Pengalaman menunjukkan bahwa skala ekonomi yang optimal akan mampu jika berperspektif wilayah provinsi. Pencapaian skala ekonomi pada tingkat kabupaten/kota menghadapi banyak kendala dan hambatan untuk dapat optimal, kecuali mampu diintegrasikan dan diinterkoneksikan melalui sub-sub wilayah dalam suatu provinsi. Namun dalam kaitan ini, peran dan dorongan skala nasional menjadi hal yang niscaya.

Pusat pertumbuhan yang berbasis wilayah provinsi perlu didorong untuk menemukan substansi pembangunan ekonomi, baik yang memiliki comparative advantage melalui pencapaian skala ekonomi, yang mampu mengembangkan daya-saing wilayah. 
Hal ini membutuhkan kerangka pengembangan dan fasilitasi yang di tingkat nasional, untuk selanjutnya dijabarkan pada skala wilayah. Wilayah perlu menyuarakannya, dan pusat pun penting untuk memahami dan mengadopsinya. Skema kebijakan dan regulasi pada tingkat nasional dibutuhkan untuk memungkinkan setiap wilayah mengembangkan inisiatif dan kreatifitasnya masing-masing untuk mendesign pertumbuhan wilayahnya.

Pengembangan proses penciptaan nilai tambah sebagai esensi pokok pertumbuhan ekonomi, terhadap produk dan jasa yang tersedia dan potensial pada sub-sub wilayah perlu didorong dan difasilitasi. Hal ini yang pada gilirannya akan menciptakan perubahan dan penguatan struktur perekonomian sub-wilayah. Itu berarti, sejak awal pengembangan produk dan jasa sudah harus terpetakan prospek pengembangan industrialisasi. Dengan perubahan struktur perekonomian wilayah dan industrialisasi yang dimaksud akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru secara tersebar dalam suatu provinsi. Catatan kaki yang perlu diperhatikan adalah, sudah waktunya kerja sama dan keterkaitan antar sub-wilayah di provinsi perlu didorong dan difasilitasi.
 
Secara implisit namun juga perlu dipertegas dalam wawasan dan kerangka pikir di atas, bahwa penguatan pemerintahan pada skala provinsi menjadi faktor kunci keberhasilan. Fungsi-fungsi manajemen pemerintahan dan pembangunan perlu di diintegrasikan secara berhasil-guna. Pada akhirnya kehadiran pemerintahan dan pembangunan yang terintegrasi membutuhkan efektifitas ‘unity of command’ pada skala provinsi. Oleh karena pada dasarnya kepentingan dan kemaslahatan masyarakat luas sejatinya terletak di wilayah yang mampu mewujudkan keterintegrasian.

Akhirnya, penataan pusat pertumbuhan wilayah semakin mendesak untuk dilakukan, bukan semata-mata untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan pada kerangka pembangunan nasional, melainkan juga untuk memperkuat struktur pembangunan pada skala provinsi.
 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.