Sejak diluncurkan bulan November 2017, BANGGA Papua sudah melalui banyak hal. Ada beragam jejak yang ditinggalkan oleh program perlindungan sosial kontekstual Papua ini. Berbagai tantangan, rintangan, hingga praktik baik terlihat jelas dalam rentang tiga tahun pelaksanaan program. Berbagai pihak juga banyak terlibat dalam program ini. Mulai dari Sekretariat Bersama (Sekber) yang terdiri dari beragam unsur, tenaga kesehatan, tokoh perempuan, tokoh masyarakat, hingga mitra pembangunan yang ikut membantu melancarkan pelaksanaan program.
Beragam cerita, baik tantangan maupun capaian tersebut terasa sangat penting untuk dibagikan. Baik kepada khalayak ramai maupun kepada pihak khusus yang dirasa potensial untuk mereplikasi program perlindungan sosial ini. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar ketika menggelar dua kegiatan membincangkan program BANGGA Papua.
Tentang BANGGA Papua
“Program BANGGA Papua ini adalah hasil kolaborasi berbagai pihak,” kata Andri Damir dalam diskusi virtual bertajuk: BANGGA Papua: Bantuan Tunai Menjangkau Daerah Terpencil yang digelar hari Senin, 16 November 2020.
Andri Damir yang juga adalah ketua Sekretariat Bersama BANGGA Papua Provinsi Papua memaparkan tentang prinsip dasar program BANGGA Papua. Program ini menyasar anak usia empat tahun ke bawah yang lahir dari kedua orang tua yang Orang Asli Papua, atau salah satunya Orang Asli Papua. Dana sebesar Rp.200.000 per bulan ditransfer langsung ke rekening atas nama ibu atau wali yang sah melalui Bank Papua sebagai mitra. Sebelum memiliki buku rekening, para mama atau wali tentu saja harus memiliki dokumen kependudukan yang sah, utamanya Nomor Induk Kependudukan. Dana yang ditransfer tersebut wajib digunakan hanya untuk menjamin dan mendukung peningkatan gizi anak.
Saat ini, pelaksanaan program baru diujicoba di tiga kabupaten yaitu: Asmat, Paniai, dan Lanny Jaya. Ketiga kabupaten tersebut menurut Andri Damir mewakili tiga wilayah adat yaitu Anim Ha (Asmat), Mee Pago (Paniai), dan La Pago (Lanny Jaya). Ketiga daerah tersebut termasuk daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di Papua sehingga terasa sangat pas menjadi wilayah uji coba program BANGGA Papua.
Ketika menjelaskan tentang rangkaian kegiatan dan tahapan program BANGGA Papua, Andri Damir menekankan pentingnya verifikasi data penerima manfaat. Data tersebut diambil oleh anggota Sekber Kabupaten maupun pihak lain yang membantu pelaksanaan program. Pendataan dilakukan berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Verifikasi data itu yang sangat penting untuk sebuah program perlindungan sosial,” katanya. Pemilihan NIK sebagai syarat utama data penerima manfaat pada dasarnya memudahkan pelaksana program untuk memverifikasi data penerima manfaat. Tanpa NIK berarti mereka tidak bisa terdata sebagai penerima manfaat. Di sisi lain, keharusan memiliki NIK agar bisa menjadi penerima manfaat justru ikut berkontribusi meningkatkan jumlah kepemilikan NIK dan KTP bagi Orang Asli Papua.
Namun, proses mendata itu bukan proses yang mudah. Kondisi geografis menjadi tantangan utama. Sebagai contoh Paniai, kabupaten di Pegunungan Tengah bagian barat Papua ini punya sembilan distrik yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan darat. Jalan kaki bisa memakan waktu berhari-hari, sehingga pilihan lainnya hanya helikopter carteran atau speed boat melintasi Danau Paniai. Hal yang hampir sama juga dialami oleh Kabupaten Asmat yang beberapa distriknya terletak sangat jauh dan butuh dana belasan hingga puluhan juta untuk sekali perjalanan pergi dan pulang.
“Ini jadi tantangan utama proses sosialisasi, pendataan, maupun pencairan dana,” kata Eli Yogi, ketua Sekretariat Bersama BANGGA Papua, Kabupaten Paniai. Tantangan itu belum termasuk tantangan lain seperti adanya isu tentang perekaman KTP elektronik yang bertentangan dengan kepercayaan, atau bahkan gangguan dari pihak lain yang memiliki idealisme yang berbeda.
“Kalau untuk mereka, kita coba merangkul. Kita libatkan mereka dalam program,” kata Eli Yogi.
Apresiasi dari BAPPENAS
Pelaksanaan program BANGGA Papua memang tidak mudah. Papua dengan segala tantangan dan keunikannya membuat pelaksana program harus berpikir keras mencari model dan desain program yang tepat untuk konteks Papua. Meski awalnya tidak mudah, namun akhirnya pelaksanaan program ini bisa berjalan selama dua tahun lebih dan memberikan banyak hal positif.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas, Maliki memberikan apresiasi kepada program BANGGA Papua. Menurutnya, program ini merupakan contoh inovatif bagaimana sebuah program bisa memastikan masyarakat di daerah terpencil tetap mendapatkan akses perlindungan sosial. Menurutnya lagi, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengintegrasikan sistem informasi BANGGA Papua dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Integrasi ini akan memungkinkan penerima manfaat mendapatkan perlindungan sosial yang komprehensif seperti Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat, dan subsidi pemerintah lainnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati menambahkan bahwa, praktik baik dari BANGGA Papua memberikan pembelajaran yang penting untuk penyempurnaan program dan kebijakan perlindungan sosial nasional terutama dalam memperbaiki bisnis model dan melengkapi kerangka regulasi. Menurutnya, selama ini program nasional masih berkolaborasi dengan bank-bank nasional. BANGGA Papua memberi pelajaran bahwa distribusi dana ke daerah sulit sangat perlu untuk melibatkan bank lokal atau institusi penyedia keuangan di daerah tersebut.
Sharing Session dengan Pemerintah Papua Barat
Di kesempatan yang berbeda, Sekber BANGGA Papua Provinsi Papua membagikan pengalamannya mengelola dan menjalankan program BANGGA Papua dengan wakil dari Provinsi Papua Barat. Papua Barat yang diwakili oleh Asisten III Provinsi Papua Barat, Reymond Yap. SE, MTP dan beberapa orang stafnya mengaku tertarik untuk mengadopsi model perlindungan sosial seperti yang dikerjakan oleh BANGGA Papua.
“Kami butuh gambaran strategis dan masukan-masukan serta motivasi dari Pemerintah Papua yang sudah lebih dulu melaksanakan program perlindungan sosial kontekstual Papua,” kata Reymond Yap dalam sambutannya. Menurutnya lagi, program perlindungan sosial kontekstual Papua memang sangat dibutuhkan agar program bisa tepat sasaran. “Tujuan kita adalah meningkatkan indeks pembangunan manusia dan menekan jumlah kemiskinan di Papua Barat,” tambah Reymond Yap.
Setelah tiga tahun mengelola dan menjalankan program BANGGA Papua, Sekber BANGGA Papua Provinsi Papua memang sudah mendapatkan begitu banyak pengalaman. Mereka sudah paham betul beragam rintangan yang dihadapi baik ketika merancang dan merencanakan program, melakukan sosialisasi, hingga proses pendataan dan pencairan dana. Beragam pengalaman itulah yang coba dibagikan oleh Sekber BANGGA Papua Provinsi Papua lewat Andri Damir, ketua Sekber BANGGA Papua.
“Awalnya kita ‘berdarah-darah’ juga dalam menjalankan program ini. Tapi sekarang, semua sudah lancar karena kita sudah tahu celahnya,” kata Andri Damir.
Menurutnya, model pelaksanaan program BANGGA Papua ini memang didesain benar-benar sesuai dengan kontekstual Papua. Mulai dari jenis perlindungan sosial yang diberikan, hingga metode pelaksanaannya.
“Dulu kita pernah diprotes orang pusat. Katanya, kenapa tidak langsung saja bagi-bagi susu untuk anak? Mereka tidak tahu kalau di Papua itu bukan hal yang gampang untuk membagikan bahan makanan. Kalau misalnya terjadi apa-apa pada anak mereka, misalnya mencret-mencret, bisa-bisa kita yang dituduh macam-macam,” kata Andri Damir.
Dalam pelaksanaan program, Sekber BANGGA Papua Provinsi Papua juga mengaku tidak bisa melupakan begitu saja peran para mitra pembangunan. Baik dari MAHKOTA, KOMPAK, Yayasan BaKTI, UNICEF, hingga Bank Papua. Para mitra dengan spesialisasinya masing-masing, ikut membagikan pengetahuan dan mendampingi Sekber BANGGA Papua dalam menjalankan program tersebut.
Kerjasama dengan mitra pembangunan ini melengkapi model kerjasama lintas sektor yang sudah ada dalam tubuh Sekretariat Bersama BANGGA Papua. Meski di tingkat Provinsi Papua Sekber berada di bawah kendali Bappeda Provinsi Papua, namun anggota Sekber berasal dari beragam dinas dan sektor yang ada di Provinsi Papua. Mulai dari Dukcapil, Dinas Sosial, hingga dinas lain yang juga terkait dengan perlindungan sosial.
Hal lain yang digarisbawahi adalah soal penganggaran dan regulasi. Menurutnya, desain program BANGGA Papua sudah melalui diskusi dan konsultasi yang intens dengan bidang yang mengurusi soal anggaran dan regulasi. Semua demi memastikan program berjalan lancar dan tidak sesuai dengan birokrasi pemerintahan.
“Kalau anggaran dan regulasi salah dari awal, maka saya yakin kalau pelaksanaannya juga pasti tidak akan lancar,” pungkas Andri Damir.
Apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua lewat program perlindungan sosial BANGGA Papua ternyata memang menginspirasi banyak pihak. Setelah tahun 2018 Pemerintah Provinsi Aceh berkunjung dan belajar ke Papua, maka sekarang Provinsi Papua Barat yang berniat untuk mereplikasi program perlindungan sosial tersebut. Bahkan, pemerintah pusat lewat BAPPENAS pun mengapresiasi pelaksanaan program BANGGA Papua. Sebuah hasil yang menggembirakan setelah masa pelaksanaan tiga tahun yang menguras banyak energi.