Membangun Penghidupan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia

Penghidupan adalah hal yang sangat krusial bagi setiap individu atau keluarga. Penghidupan atau yang lebih dikenal dengan istilah livelihood secara sederhana dapat diartikan sebagai cara untuk hidup, bertahan hidup, dan meningkatkan kualitas hidupPenghidupan bukan sekadar soal penghasilan, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan, ketahanan ekonomi, dan keberlanjutan hidup masyarakat. Penghidupan  yang stabil memungkinkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan. Ketimpangan ekonomi dapat diminimalkan jika akses terhadap sumber penghidupan lebih merata.

Pengembangan penghidupan dapat memberi dampak baik bagi ketahanan menghadapi krisis. Saat terjadi bencana, pandemi, atau krisis ekonomi, masyarakat dengan sumber penghidupan yang beragam lebih mampu bertahan dan beradaptasi. Pengalaman dari pandemi COVID-19 belum lama ini menunjukkan bahwa Inovasi seperti digitalisasi usaha dan ekonomi kreatif telah terbukti membantu banyak komunitas menghadapi ketidakpastian ekonomi.

 

Penghidupan juga mempengaruhi keberlanjutan lingkungan dan sosial 

Penghidupan yang mengandalkan sumber daya alam dengan praktik yang ramah lingkungan, seperti pertanian berkelanjutan dan ekowisata, selain membantu menjaga ekosistem sekaligus juga meningkatkan pendapatan. Aktivitas penghidupan yang berkelanjutan mencegah eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam dan dapat mengurangi konflik sosial akibat perebutan ekonomi.

Masyarakat dengan penghidupan yang kuat akan lebih mandiri dan berdaya dalam mengambil keputusan ekonomi. Penghidupan berbasis komunitas juga memperkuat solidaritas sosial dan membuka peluang bagi kelompok marginal seperti perempuan dan penyandang disabilitas. Dengan memperkuat penghidupan berbasis masyarakat, peluang mendapatkan penghasilan dapat diperluas, terutama bagi kelompok rentan seperti petani, nelayan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peningkatan ekonomi lokal dapat mencegah urbanisasi berlebihan akibat migrasi tenaga kerja ke kota besar.

Secara keseluruhan, membangun penghidupan berarti memperkuat fondasi ekonomi dan sosial bangsa, serta memastikan setiap individu memiliki kesempatan yang adil untuk hidup sejahtera dan berkontribusi pada pembangunan.

Tantangan yang berbeda dari penghidupan masyarakat di KTI 

Masyarakat yang hidup di desa-desa di Kawasan Timur Indonesia memiliki tantangan penghidupan tersendiri yang mungkin sedikit berbeda dengan wilayah lain. Beberapa data yang diambil saat studi untuk penyiapan program Indonesia Inclusive Livelihood for Poor Community in Eastern Indonesia Project menunjukkan bahwa adanya ketimpangan kesejahteraan yang cukup mencolok antara desa-desa di kawasan timur dengan kawasan barat Indonesia. Berdasarkan data saat itu (data BPS di tahun 2021) lebih dari 66 persen dari 13.215 desa tertinggal dan sangat tertinggal berada di kawasan timur Indonesia. 

Masyarakat yang hidup di desa-desa tertinggal dan sangat tertinggal di kawasan timur Indonesia umumnya kurang terintegrasi secara ekonomi dengan pusat perkotaan yang membuat peluang alternatif penghasilan mereka menjadi lebih sedikit. Selain keterbatasan berbagai infrastruktur, sebagian dari desa-desa tersebut berada di pulau-pulau yang keterhubungan transportasinya dengan wilayah lain juga terbatas. Kondisi masyarakat di desa-desa seperti itu membuat penghidupan mereka lebih banyak berbasis sumber daya alam. Dengan penghidupan yang lebih berbasis sumber daya alam, maka mereka juga menjadi lebih rentan terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim  

Program  Indonesia Inclusive Livelihood for Poor Community in Eastern Indonesia atau yang juga disebut secara singkat sebagai Program BangKIT, menjadi salah satu pihak yang berupaya berkontribusi dalam meningkatkan penghidupan masyarakat yang berkelanjutan bagi masyarakat di Kawasan Timur Indonesia, melalui kerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten Sumba Barat Daya dan Seram Bagian Timur. Program ini dilaksanakan oleh Yayasan BaKTI dengan didanai oleh dana Hibah Japan Social Development Fund yang disalurkan melalui Bank Dunia. 

Salah satu pendekatan peningkatan penghidupan yang dinilai sesuai pada konteks masalah yang ada adalah dengan mengedepankan penghidupan berbasis masyarakat, di mana masyarakat berperan aktif dalam menemukan solusi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. 

Pendekatan ini menekankan pada pemberdayaan komunitas dengan beberapa prinsip utama. Pertama adalah keterlibatan aktif dimana masyarakat berperan langsung dalam merencanakan dan melaksanakan program ekonomi. Kedua adalah penggunaan sumber daya lokal dengan memanfaatkan potensi alam dan budaya yang ada di daerah secara berkelanjutan. Ketiga adalah keberlanjutan ekonomi dan lingkungan dengan membangun usaha yang mampu bertahan dalam jangka panjang tanpa merusak lingkungan. Terakhir adalah kolaborasi multi pihak dimana terjalin kerja sama antara masyarakat, pemerintah, LSM, dan sektor swasta.

Sekalipun pendekatan peningkatan penghidupan berbasis masyarakat dianggap merupakan alternatif yang efektif, namun bukanlah tanpa tantangan dalam menerapkannya. Temuan di lapangan dan pengalaman pelaksanaan dalam program BangKIT menunjukkan bahwa upaya peningkatan penghidupan masyarakat dalam pelaksanaan pendekatan ini, diperhadapkan dengan sejumlah tantangan utama, seperti:

 

  1. Akses Modal dan Pendanaan yang Terbatas  

Masyarakat di desa-desa tertinggal sering menghadapi kesulitan dalam memperoleh modal usaha karena akses yang terbatas ke lembaga perbankan dan program kredit mikro. Persyaratan administrasi yang rumit dan sering kali tidak terjangkau bagi usaha kecil dan mikro juga menjadi penghalang. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang manajemen keuangan dan pengelolaan utang juga memperburuk situasi ini. Akibatnya usaha kecil sulit untuk berkembang dan berinovasi.

Terhadap tantangan ini, Program BangKIT melakukan peningkatan literasi terhadap akses permodalan kecil, pengelolaan keuangan rumah tangga dan usaha mikro, melalui kerja sama dengan lembaga keuangan yang ada di wilayah setempat. Upaya lainnya adalah melalui dukungan stimulan bagi upaya peningkatan penghidupan masyarakat yang jelas perencanaannya, baik melalui dukungan langsung program maupun pengusulan ke pembiayaan desa. 

 

2.  Kurangnya keterampilan dan pelatihan yang bisa diakses  

Sebagian besar masyarakat di daerah pedesaan memiliki keterampilan yang terbatas dalam hal manajemen usaha, pemasaran, dan teknologi akibat kurangnya program pelatihan yang berkelanjutan. Aktivitas penghidupan mereka lebih banyak terbatas pada praktek yang diwariskan orang tua atau pendahulu mereka, yang mungkin konteksnya saat ini sebagian sudah mengalami  pergeseran baik oleh ketersediaan teknologi ataupun oleh kondisi lingkungan yang berubah. Produk tertentu juga sering kalah bersaing di pasar karena kualitas yang ditentukan dari keterampilan dalam membuat produknya. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pendidikan menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya saing mereka.

Penting untuk mengidentifikasi keterampilan dan pelatihan spesifik yang dibutuhkan masyarakat dalam mengembangkan penghidupan mereka, sesuai dengan konteks lokal. Juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai identifikasi kebutuhan. Program BangKIT sendiri telah melatih masyarakat dalam pembuatan nutrisi tanah dan tanaman pertanian/perkebunan dari bahan-bahan lokal, dan penggunaannya. Juga pelatihan manajemen pemeliharaan ternak skala rumah tangga, pelatihan pertukangan dan penggunaan alat-alat pertukangan, pelatihan pengolahan pengembangan produk dari komoditas lokal.

 

3. Infrastruktur dan Akses Pasar yang Terbatas  

Daerah pedesaan terutama di desa-desa tertinggal seringkali kekurangan infrastruktur yang memadai, seperti jalan, listrik, dan akses internet. Hal ini menghambat mobilitas barang dan jasa, serta mengurangi kemampuan produk lokal untuk bersaing di pasar. Minimnya jaringan distribusi dan promosi juga membuat produk lokal sulit dikenal oleh konsumen yang lebih luas. Investasi dalam infrastruktur dan pengembangan jaringan distribusi yang efisien sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. 

Investasi dalam hal infrastruktur tentu tidaklah murah. Dalam pendekatan berbasis masyarakat pun hal tersebut tidak mungkin dipenuhi sendiri hanya oleh masyarakat desa, terlebih pada konteks desa-desa tertinggal. Namun kebutuhan tersebut kadang perlu disuarakan oleh masyarakat agar dapat menarik perhatian pemerintah daerah maupun nasional. 

Upaya program BangKIT sendiri dilakukan dengan  membangun dan mendorong mekanisme yang intensif bagi keterhubungan antara rencana dan usulan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi sendiri oleh masyarakat, ke tingkat pemerintah daerah. Koordinasi periodik antara Bappeda dan berbagai OPD teknis di daerah dalam memahami masalah dan usulan masyarakat, menunjukkan adanya atensi yang lebih kuat terhadap kebutuhan prioritas. Membangun konektivitas masyarakat produsen produk tertentu dengan pelaku pemasaran produk, juga merupakan salah satu hal perlu dilakukan. Hal ini yang juga telah diupayakan dalam program BangKIT bagi para pengrajin kain tenun di SBD

 

4. Ancaman Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan  

Perubahan iklim berdampak signifikan pada sektor pertanian dan perikanan, yang merupakan sumber utama penghidupan banyak komunitas. Cuaca ekstrem, seperti banjir dan kekeringan, dapat merusak hasil panen dan mengurangi pendapatan petani. Selain itu, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan berkelanjutan dapat mengancam penghidupan masyarakat yang bergantung padanya.

Program BangKIT memberikan edukasi sederhana bagi masyarakat mengenai pelestarian lingkungan, perubahan iklim dan ancaman yang mungkin dihadapi masyarakat setempat, sehingga mereka bisa mempersiapkan langkah-langkah mitigasi dan antisipasi melalui perencanaan penghidupan mereka. 

Beberapa hasil perencanaan masyarakat desa kemudian menunjukkan upaya terkait yang didasari atas kesadaran atas lingkungan dan perubahan iklim, seperti rencana untuk penanaman mangrove, pelatihan pertanian organik dan pembuatan pupuk serta pestisida alami, pelatihan keterampilan untuk aktivitas penghidupan alternatif, sepeti kerajinan, pelatihan budidaya komoditas tertentu, hingga usulan pembangunan infrastruktur desa memitigasi kekeringan.

Keragaman tantangan penghidupan dan konteksnya mungkin tidak bisa diselesaikan dengan satu formula saja. Namun  upaya-upaya membangun penghidupan berdasarkan konteksnya seharusnya bisa memberikan referensi dan pembelajaran berguna untuk terus mengupayakan penghidupan yang lebih baik bagi masyarakat.  

 

Info Lebih Lanjut:

Ricky N. Djodjobo adalah Project Coordinator Program BangKIT - Yayasan BaKTI.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai Program BangKIT, Anda dapat menghubungi info@bakti.or.id

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.