Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula berpartisipasi. Karena itu, menciptakan perubahan sosial berarti mestilah melibatkan masyarakat dalam prosesnya. Perubahan mesti diawali dengan perubahan pola pikir yang kemudian yang memengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Upaya peningkatan cakupan kesehatan masyarakat melalui penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan oleh program Social Behaviour Change (SBC) kerja sama UNICEF dan Yayasan BaKTI telah berjalan sejak Januari-Mei 2023. Meskipun cukup singkat, namun sejumlah dukungan untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah diberikan. Dukungan tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat dari berbagai unsur dan kalangan.
Melibatkan Berbagai Unsur Masyarakat
Upaya yang telah dilakukan melalui program SBC kerja sama UNICEF dan Yayasan BaKTI antara lain penguatan kapasitas komunikator untuk penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan dengan metode komunikasi antar pribadi. Penguatan kapasitas ini dilakukan di empat wilayah sasaran program yaitu Kota Makassar, Kabupaten Maros, Bone dan Wajo. Sejumlah 519 orang (99 laki-laki dan 420 perempuan) terlibat sebagai peserta dalam kegiatan ini. Para peserta ini berasal dari berbagai unsur yaitu tenaga kesehatan (perwakilan Puskesmas dan kader posyandu), kelompok-kelompok masyarakat (Kelompok Informasi Masyarakat, Karang Taruna, Tim Penggerak PKK dan Fasilitator Masyarakat), terdapat pula unsur dari siswa-siswi SMA/Sederajat yang dimaksudkan untuk mewakili kaum muda di masyarakat.
Dalam kegiatan ini, para peserta yang kemudian disebut sebagai komunikator memperoleh pengetahuan dan mempraktekkan teknik Komunikasi Antar Pribadi (KAP) yang berguna untuk membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat. Selain itu, mereka juga memperoleh penguatan literasi digital meliputi pengenalan internet dan media sosial, perlindungan data pribadi di media sosial, serta cara mengidentifikasi informasi benar dan hoaks.Semua pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan ini selanjutnya menjadi bekal bagi para komunikator untuk mengedukasi masyarakat di sekitar mereka tentang cara menanggulangi hoaks dan misinformasi kesehatan.
Sepanjang Maret hingga Mei 2023, 519 komunikator ini selanjutnya melakukan edukasi kepada masyarakat di sekitar mereka terkait bahaya hoaks dan misinformasi kesehatan serta cara menghadapi dan mengidentifikasi berita benar dan salah. Selamat itu, para komunikator telah berhasil mengedukasi 30.493 masyarakat (5.904 Laki-laki dan 24.589 perempuan). Mereka berasal dari berbagai kelompok dan latar belakang sebagaimana para komunikator yang melakukan edukasi. Mereka adalah kelompok ibu-ibu, bapak-bapak, anak muda, siswa sekolah dan mahasiswa, bahkan lansia. Proses edukasi ini pun dilakukan komunikator dengan metode perorangan maupun berkelompok Hal ini menunjukkan bahwa metode ini dapat diterapkan di berbagai unsur masyarakat dan kalangan.
Proses edukasi pun dilakukan di di berbagai kondisi, seperti di sela-sela pertemuan keluarga, pengajian, arisan, sembari mengobrol di warung kopi, di sekolah, di kampus, saat posyandu, pertemuan kantor, hingga seusai ibadah. Hal ini karena keragaman unsur dari para komunikator pula sehingga penjangkauan edukasi menjadi semakin luas. Melibatkan unsur masyarakat sendiri sebagai agen perubahan adalah upaya untuk mewujudkan perubahan sosial secara internal dalam masyarakat menuju perubahan pola pikir yang diharapkan. Dengan meningkatnya kemampuan literasi digital masyarakat, khususnya mengenai kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan pula cakupan kesehatan masyarakat.
Untuk semakin memperluas keterlibatan pemuda sendiri, maka diadakan kegiatan Talk Show Penanggulangan Hoaks dan Misinformasi Kesehatan dengan mengusung tema “Saring Sebelum Sharing”. Kegiatan ini juga berlangsung di empat wilayah program yaitu Kota Makassar, Kabupaten Maros, Bone dan Wajo. Talk Show Penanggulangan Hoaks dan Misinformasi Kesehatan dengan mengusung tema “Saring Sebelum Sharing” ini dikemas dengan konsep dialog antara pembicara dan peserta untuk berbagi pengalaman menghadapi hoaks dan misinformasi, cara kerja internet dan media sosial, pentingnya melindungi data pribadi di media sosial, dampak dan bahaya hoaks, serta cara mengidentifikasi berita hoaks dan fakta. Kegiatan yang berlangsung di Kota Makassar, Kabupaten Maros, Bone dan Wajo pada April-Mei 2023 ini diikuti oleh 243 orang (126 laki-laki dan 117 perempuan) perwakilan komunitas pemuda yang ada di wilayah tersebut. Para pembicara sendiri hadir dari berbagai unsur diantaranya pemerintah, akademisi, komunitas literasi maupun tokoh pemuda di wilayah program. Pada kegiatan ini, seluruh peserta mewakili para anak muda pun melakukan deklarasi untuk siap melawan hoaks.
Melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk anak muda, adalah upaya untuk menanggulangi hoaks dan misinformasi yang memiliki banyak dampak negatif di masyarakat. Seluruh kalangan perlu berkolaborasi untuk upaya ini, tak terkecuali anak-anak muda. Pengguna internet dan media sosial adalah kita semua, jadi kita masing-masing bertanggung jawab atas apa yang kita tulis dan sebarkan di media sosial.
“Saya merasa sangat beruntung karena bisa mengikuti pelatihan yang diselenggarakan UNICEF dan Yayasan BaKTI. Di samping itu, dengan ilmu tersebut saya bisa mengedukasi masyarakat. Memang sudah menjadi tugas saya sebagai Promkes di Puskesmas untuk itu, namun karena ada hal baru lagi yang bisa saya edukasikan, ini menjadi lebih menarik dan bisa semakin memperkaya pengetahuan masyarakat tentang hoaks dan misinformasi kesehatan. Kami di pihak Puskesmas pun semakin terbantu dengan pengetahuan baru ini.” Ungkap Sahri, Bidang Promosi Kesehatan Puskesmas Libureng, Kabupaten Bone.
Begitu pula yang disampaikan oleh Angelia, Anggota Tim Penggerak PKK Kelurahan Malimongan Baru, Kota Makassar. “Pelibatan unsur masyarakat dari berbagai kelompok ini yang menurut saya sangat baik. Kami di PKK tidak pernah berlatih hal semacam ini. Ketika mengedukasi, salah satu nilai plusnya juga adalah, bukan hanya tenaga kesehatan terus yang memberikan penyuluhan, tapi kami dari PKK juga bisa ikut mengedukasi. Ini hal yang baru bagi masyarakat dan memang ada kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang lebih mendengar pihak lain selain tenaga kesehatan. Jadi bagus sekali pelibatan berbagai unsur selain tenaga kesehatan di sini,” ungkapnya.
Bahkan dari kalangan anak muda pun dapat menerapkan proses ini. “Saya baru pertama kali memperoleh pengetahuan mengenai hoaks dan misinformasi kesehatan, ini sangat menarik karena saya menggunakan smartphone dan bermedia sosial setiap hari namun saya baru tahu bahwa ternyata ada cara untuk mengetahui sebuah informasi itu benar atau hoaks. Dalam memberikan edukasi ke masyarakat mengenai hal tersebut, menyesuaikan kapasitas kita dengan masyarakat yang diedukasi adalah salah satu poin penting. Seperti saya sebagai Siswa SMA, mengedukasi teman sebaya saya menjadi lebih mudah. Saya juga senang karena dari sini saya jadi bisa memperoleh pengalaman melakukan sosialisasi di beberapa sekolah.” Ungkap Muh. Febri, Siswa SMA Negeri 12 Wajo. Hal ini menunjukkan bahwa melibatkan berbagai unsur masyarakat sangat dimungkinkan dalam sebuah upaya perubahan sosial. Kolaborasi dari berbagai pihak merupakan sebuah langkah yang efektif untuk menjalankan proses menuju sebuah perubahan pola pikir dan perilaku.
Pentingnya Komitmen Bersama
Upaya penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan adalah sebuah proses yang panjang untuk dapat menghasilkan perubahan pola pikir hingga perilaku masyarakat. Ini terutama dalam hal kesadaran untuk tidak mudah mempercayai sebuah informasi dan terlebih dahulu mencari tahu informasi tersebut dengan benar, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku mereka dalam menanggapi informasi kesehatan yang mereka terima. Maka dari itu, dibutuhkan upaya yang dijalankan secara terus menerus atau berkelanjutan. Selain itu dalam upaya ini perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak agar gerakan yang ada berjalan secara menyeluruh. Maka dari itu, identifikasi lembaga yang berfokus pada peningkatan capaian kesehatan masyarakat pun dilakukan oleh Program SBC Kerja Sama Unicef dan Yayasan BaKTI di Sulawesi Selatan. Tujuannya untuk mendukung gerakan yang ada, sehingga upaya penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan ini pun dapat menjadi bagian dari program lembaga tersebut secara berkelanjutan.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi Germas ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan untuk program infrastruktur dengan basis masyarakat. Germas berfokus pada sejumlah bidang di antaranya aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, dan peningkatan kualitas lingkungan. Hal ini sejalan dengan peningkatan cakupan kesehatan masyarakat yang menjadi tujuan besar Program SBC Kerja Sama UNICEF dan Yayasan BaKTI. Dalam setiap bidang, Germas pun mengupayakan adanya pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi yang didalamnya termasuk penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan.
Sementara itu, Forum Komunikasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Forkom Germas) adalah sebuah media koordinasi di tingkat provinsi yang terdiri dari berbagai instansi dan lembaga yang berfungsi sebagai wadah koordinasi pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Hal ini telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di Provinsi Sulawesi Selatan. Forkom Germas juga menjadi media komunikasi, pemantauan dan penyiapan data serta evaluasi tentang keadaan maupun perkembangan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Sebagai bentuk dukungan pada upaya peningkatan cakupan kesehatan secara berkelanjutan ini, maka Program SBC Kerja Sama UNICEF dan Yayasan BaKTI mendukung sosialisasi dan penyusunan program kerja Germas melalui Workshop Forum Komunikasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan tema “Membangun Komitmen Bersama untuk Penanggulangan Hoaks dan Misinformasi Kesehatan”. Berlangsung di Hotel Four Point Makassar pada 22 Mei 2023, kegiatan ini diikuti oleh 53 orang pengurus Forkom Germas dan OPD serta lembaga terkait lainnya. Para peserta dalam workshop ini memperoleh informasi tentang dampak hoaks dan misinformasi kesehatan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, juga mengenai Arah Kebijakan mengenai Kesehatan di Sulawesi Selatan dari Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan.
Sosialisasi Forkom Germas yang baru dibentuk di Provinsi Sulawesi Selatan dan saat ini tengah dalam proses pengesahan juga dilakukan melalui Biro Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Pihak UNICEF dan Yayasan BaKTI pun berbagi pengalaman dalam penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan yang telah dilakukan. Setelah itu, para peserta pun berbagi pengalaman dan memberikan sejumlah usulan rencana tindak lanjut yang kemudian akan dirumuskan ke dalam program kerja Germas di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota nantinya. Rencana tindak lanjut ini mencakup sosialisasi dan kampanye mengenai bahaya hoaks dan misinformasi kesehatan melalui berbagai media serta edukasi masyarakat melalui tenaga kesehatan dan kader-kader masyarakat termasuk yang telah dilatih dalam Program SBC dan menjadikan mereka sebagai agen penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan.
Dengan dukungan yang diberikan melalui Forkom Germas ini, diharapkan upaya penanggulangan hoaks dan misinformasi kesehatan dapat terus berlanjut dan memberikan dampak yang semakin luas, khususnya bagi masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan demikian, berdampak pula terhadap peningkatan cakupan kesehatan masyarakat di Sulawesi Selatan.