Kita Tidak Akan Bisa Mencapai Pembangunan Berkelanjutan Dengan Laut yang Tidak Sehat
  • Perikanan artisanal di Pantai Pangandaran, Indonesia. Manusia mengonsumsi ikan sebagai protein sebesar 17 persen pada tingkat global dan 50 persen pada banyak negara berkembang. <br>foto: Azwari Nugraha, Author provided
    Perikanan artisanal di Pantai Pangandaran, Indonesia. Manusia mengonsumsi ikan sebagai protein sebesar 17 persen pada tingkat global dan 50 persen pada banyak negara berkembang.
    foto: Azwari Nugraha, Author provided

PBB telah mendeklarasikan “Dekade Ilmu Kelautan untuk Pembangunan Berkelanjutan”, pada awal tahun ini.

Tujuannya adalah mempromosikan pengelolaan laut dan pesisir berbasis sains, menjadikan kelautan yang sehat sebagai salah satu pilar kemajuan bagi seluruh umat manusia.

Melalui slogan “Ilmu yang kita butuhkan untuk laut yang kita inginkan”, Dekade Ilmu Kelautan mendasarkan kepada premis bahwa ilmu ini harus mendorong Agenda PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Namun, ini hanya akan mungkin terjadi melalui proses reflektif, inklusif dan transformasional (perubahan secara drastis).

Proses ini harus muncul dari pengetahuan ilmiah, partisipasi pemerintah dan organisasi sipil, dan membawa perubahan yang menjangkau seluruh komunitas internasional dan planet itu sendiri.

Lautan merupakan arsitek kehidupan planet dan memiliki banyak potensi sumber daya yang berkelanjutan.

Tetapi, kita juga harus melihat posisi manusia di alam dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial, termasuk bagaimana kita “menggunakan” laut, yang merupakan dasar konsep pembangunan berkelanjutan.

Lautan: Sumber daya terbesar kita bersama

Lautan mengatur semua kehidupan di planet Bumi: 97% air di permukaan planet ini ini, sebagai seba dasar kehidupan, berada di lautan.

Penguapan laut menyediakan 34% air yang jatuh di atas daratan, mempertahankan kehidupan di ekosistem darat.

Selain itu, lautan juga bertanggung jawab atas kompleksitas dan ketahanan planet kita.

Lautan menyerap sebagian besar energi matahari yang mencapai permukaan Bumi, membantu mengatur iklim global dengan menyerap gas rumah kaca dan mengumpulkan sebagian besar nutrisi dan mineral yang membentuk kehidupan hingga ribuan tahun.


Image removed.

Tulisan ini bagian dari Oceans 21
Serial kami terkait lautan global yang dibuka dengan 5 profil samudra. Nantikan artikel-artikel baru terkait keadaan laut dunia menjelang konferensi iklim PBB berikutnya, C0P26. Serial ini merupakan persembahan dari jaringan internasional The Conversation.


Lautan juga merupakan pompa kuat yang yang menghubungkan bagian-bagian planet layaknya sistem peredaran darah.

Pada tingkat global, lautan mempertahankan proses produksi primer yang terjadi terus menerus, yaitu perubahan energi matahari menjadi bahan organik, dan transformasi karbon ini menjadi bentuk anorganik di lautan dalam disebut remineralisasi (remineralization).

Siklus optimum ini berulang setiap tahun dan hanya membutuhkan energi matahari.

Ketahanan lautan juga membuat mereka sebagai pengatur dampak antropogenik (manusia) di planet ini, seperti perubahan global dan perubahan iklim.

Perubahan global mencakup polusi, degradasi ekosistem, dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.

Perubahan iklim mencakup peningkatan suhu Bumi akibat emisi gas rumah kaca, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil.

Peningkatan suhu ini disertai dengan perubahan pola iklim, naiknya permukaan air laut, dan frekuensi cuaca ekstrem yang lebih sering.

Image removed.

Matahari tenggelam di Basin Canary. Foto diambil dari atas kapal penelitian kelautan, Sarmiento de Gamboa. (Ignasi Vallès), Author provided

Ekonomi biru: Maritim dan berkelanjutan

Perubahan global dan perubahan iklim adalah dua sisi dari mata uang: dampak mereka terhadap Bumi sangat mengancam keberadaan kelompok yang paling rentan.

Tidak hanya ketidaksetaraan akses terhadap kebutuhan dasar bagi setiap komunitas dan daerah yang berbeda, namun juga ada perbedaan kemampuan dalam menghadapi dampak negatif tersebut.

Hal ini bertentangan dengan visi lautan sebagai kebaikan bersama.

Lautan telah menyediakan layanan ekosistem yang penting bagi seluruh planet, tetapi juga merupakan kekayaan bersama manusia, atau yang kita lebih kenal sebagai ekonomi biru.

Ekonomi biru menggambarkan, baik penggunaan sumber daya alam dan kegiatan, yang menggunakan laut untuk transportasi dan komersial. Tetapi, yang terpenting adalah ini cara berpikir dan berinteraksi dengan alam yang baru.

Kegiatan-kegiatan ini meliputi penangkapan ikan yang berkelanjutan dan budidaya yang bertanggung jawab, sumber energi terbarukan, air bersih, sumber daya tumbuhan dan hewan laut, serta bioteknologi kelautan dan sumber daya genetik lainnya.

Selain itu, kegiatan-kegiatan di lingkungan pesisir dan laut, mulai dari ekowisata hingga perdagangan lokal.

Kita juga dapat menambahkan manfaat budaya, estetika, dan kesehatan fisik dan emosional sebagai keuntungan yang didapatkan dari alam yang berkelanjutan.

Keseluruhan sumber daya tersebut merupakan peluang besar untuk menghasilkan sumber daya berkelanjutan yang dapat diakses oleh semua orang, komunitas, dan negara.

Image removed.

Perikanan artisanal di Pantai Pangandaran, Indonesia. Manusia mengonsumsi ikan sebagai protein sebesar 17 persen pada tingkat global dan 50 persen pada banyak negara berkembang. (Azwari Nugraha), Author provided

Pertumbuhan seimbang

Konsep pembangunan berkelanjutan sering dikaitkan dengan gagasan “memanfaatkan” sumber daya alam untuk kesejahteraan umat manusia.

Istilah “berkelanjutan” mengandaikan suatu kondisi yang wajib ada : mode pemanfaatan tidak boleh mengubah stabilitas alam dari waktu ke waktu.

Tetapi, apakah ini cukup? Apakah perspektif fungsional Bumi ini konsisten dengan konsep keberlanjutan?

Kesehatan organisme apa pun bergantung, sebagian besar, pada hubungan yang seimbang dengan ekosistemnya.

Ketika diterapkan pada hubungan manusia manusia manusia dengan Bumi, maka konsep “pemanfaatan” seharusnya berarti “menjadi bagian dari.”

Pemikiran ini muncul dari makna etimologi sebenarnya dari ungkapan “pembangunan berkelanjutan.”

Pembangunan berasal dari bahasa Prancis, développer, yaitu untuk membuka atau membabar, suatu proses perluasan dan pertumbuhan.

Pembangunan harus memasukkan pertumbuhan internal, sebuah evolusi dari kemungkinan yang ada atau yang tersembunyi.

Selain itu, berkelanjutan seharusnya tidak menyiratkan gagasan tentang keadaan yang permanen dan tidak dapat diubah, melainkan gagasan tentang evolusi yang dinamis dan seimbang.

Ini adalah masalah mempertahankan sistem homeostatis dan ketahanan dari bawah ke atas, berkembang menuju kompleksitas yang tinggi.

Kembali ke alam

Alam, dengan lautan sebagai komponen utama dan esensialnya, muncul sebagai contoh terbaik dari pembangunan berkelanjutan.

Tantangan kita sebagai spesies adalah menjadi bagian dari perkembangan planet yang seimbang ini.

Sebagai spesies, manusia dapat mencapai tingkat evolusi terbesar jika fokus pada kecerdasan vital Bumi.

Dengarkan dan pelajari dari alam, jadilah bagian darinya daripada memilikinya.

Individualitas manusia tidak boleh memisahkan kita dari komunitas kita, dan komunitas kita tidak boleh memisahkan diri dari planet ini.

Perbedaan tidak membuat kita selalu bersaing. Sebaliknya, mereka melengkapi kita dan berkontribusi pada kompleksitas dan ketahanan planet ini.

Image removed.

Sekelompok lumba-lumba berenang mendekati kapal Sarmiento de Gamboa di perairan barat laut Africa. (Anna Oliver), Author provided

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tidak boleh didasarkan pada “menggunakan” alam, bahkan jika itu berkelanjutan. Sebaliknya, fokusnya harus “menjadi bagian dari alam”, bukan memiliki.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah kesempatan bagi seluruh umat manusia, tanpa kecuali, untuk mendapatkan hak-hak atas standar hidup yang layak, yang tetap dimungkinkan dengan sumber daya planet kita.

Tetapi, di atas semua itu, tujuan-tujuan tersebutrsebut harus mendorong kita menuju fase baru dalam evolusi kita sebagai spesies, menuju pertumbuhan internal, baik individu dan kolektif, yang selaras dengan alam.Image removed.

Josep Lluís Pelegrí Llopart, Oceanógrafo y profesor de investigación, actualmente director del centro, Instituto de Ciencias del Mar (ICM-CSIC)

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.