Kenapa Ada Kesenjangan Gender dalam Menekuni Hobi?
Penulis : MN Yunita
  • Ilustrasi: tirto.id
    Ilustrasi: tirto.id

Setelah jenuh belajar atau bekerja seharian, apa yang biasanya kamu lakukan?

Sebagian dari kita mungkin akan mengeksplorasi hobi—baik yang sifatnya kreatif, atletik, sampai intelektual—seperti berkebun, baca buku, nonton drakor, yoga, atau nge-gym.

Eits, terlepas fungsi hobi sekadar untuk mengisi waktu luang, jangan terus kemudian menganggapnya remeh, ya! Di samping bermanfaat bagi pengembangan diri, menekuni hobi juga berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraanmu.

Menurut penelitian yang terbit di jurnal Psychotherapy and Psychosomatics (2020), orang-orang yang menjalani hobi dapat diasosiasikan dengan tingkat depresi lebih rendah. Hubungan antara depresi dan kesejahteraan jiwa ini kemudian dijelaskan lagi oleh Ciara McCabe dari University of Reading dalam artikelnya di The Conversation.

Menurut McCabe, meluangkan waktu untuk hobi dapat memengaruhi sistem “hadiah” di otak. Saat kita melakukan hobi yang kita sukai, pembawa pesan kimiawi di otak atau dikenal sebagai neurotransmitter, seperti dopamin dilepaskan. Zat kimia yang membantumu jadi merasa senang ini kemudian mendorongmu agar ingin menghabiskan waktu untuk hobi tersebut. Maka dari itu, kamu akan merasa lebih termotivasi melanjutkan hobi.

Selain itu, khususnya hobi yang melibatkan gerak tubuh, tentu saja dapat meningkatkan kebugaran. Hobi juga berpotensi meningkatkan fungsi otak, seperti memainkan alat musik dapat meningkatkan daya ingat, membaca atau bermain puzzle berpotensi mencegah demensia. Sayangnya, di balik segudang manfaat aktivitas hobi, ada kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam melakukannya. Hal yang mungkin jarang kita sadari ini disebut dengan gender hobby gap.

 

Kenapa kesenjangan gender dalam hobi bisa terjadi?

Perbedaan dalam mengalokasikan waktu sehari-hari disebut-sebut sebagai salah satu penyebab. Statistik menunjukkan, dalam mengelola pekerjaan dan tugas-tugas administrasi kehidupan lainnya, perempuan ternyata lebih sibuk daripada laki-laki. Terlebih pada perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, sumber daya yang dikerahkan akan cenderung lebih besar untuk mengasuh anak dan mengurus rumah tangga.

Menurut Time Use Survey dari Australian Bureau of Statistics (2022), perempuan menghabiskan satu jam ekstra per hari untuk pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar dibandingkan dengan laki-laki. Aktivitas mereka meliputi lebih banyak memasak, membersihkan rumah, berbelanja, mencuci, atau mempersiapkan diri dan orang lain.

Studi yang dirilis oleh Pew Research Center (2023) mengungkapkan, meskipun seorang istri memiliki penghasilan sama atau lebih dari suami, tetap terjadi ketidakseimbangan dalam hal pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga.

Perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar dan mengasuh anak. Tugas rutin sehari-hari yang ditangani perempuan juga lebih banyak, termasuk yang dikerjakan di dalam ruangan, daripada suami mereka.

Pasangan laki-laki berpeluang untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersantai dan bekerja. Kalaupun mengerjakan tugas rumah tangga, mereka biasanya mengambil pekerjaan di luar ruangan dan tidak menentu, seperti memotong rumput atau membersihkan pipa air. Kegiatan tersebut biasanya dikerjakan dalam jangka waktu lebih singkat daripada urusan-urusan dalam rumah.

Dikutip dari CBS News, menurut ahli gender Kate Mangino, laki-laki sudah mendapatkan “kesempatan yang tidak terbatas” untuk banyak hal, dari menjalani hobi, tidur, melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi yang berpotensi meningkatkan pendapatannya di masa depan.

Ya, suka tidak suka, urusan yang dikerjakan perempuan akhirnya menyita lebih banyak waktu. Lalu, jika sudah terlanjur sibuk dan kelelahan, apa preferensi kegiatan di celah waktu yang tersisa?

Menurut survei yang dilakukan oleh OnePoll untuk Garnier Fructis pada 2019 silam, jika memiliki waktu ekstra dalam sehari, sebagian besar responden perempuan lebih memilih menggunakannya untuk tidur (49 persen).

Survei berdasarkan rutinitas dan jadwal 2.000 perempuan di Amerika Serikat ini juga menunjukkan bahwa kesibukan pada akhirnya membuat setengah dari responden meninggalkan hobinya karena tidak punya waktu untuk itu.

Apa sederet statistik di atas sudah cukup membuktikan bahwa perempuan sebenarnya jarang memiliki hobi?

Menurut Ardi Primasari, M.Psi., Psikolog dari Prima Consultant, pada dasarnya hampir setiap orang memiliki hobi, tak terkecuali perempuan baik yang sudah bekerja maupun tidak bekerja. “Mereka punya hobi yang dilakukan dengan secara sukarela dan menyenangkan buat mereka.” Kata Ardi. "Tapi, ketika perempuan menjadi ibu rumah tangga atau mengurus rumah tangga, kesannya menjadi tidak punya hobi." Ardi melanjutkan.

Kesan bahwa perempuan jarang punya hobi ini juga pernah jadi pembahasan viral di media sosial pada awal tahun ini. Salah satu video TikTok viral yang membahasnya datang dari akun milik ibu empat anak bernama Paige (@sheisapaigeturner ). Pembahasan Paige tentang perbedaan laki-laki dan perempuan dalam melakukan hobi ini berhasil meraup lebih dari 79 ribu likes.

“Ketika perempuan menikah dengan laki-laki, mereka kehilangan waktu untuk pekerjaan yang tidak dibayar. Akan tetapi, ketika laki-laki menikah dengan perempuan, mereka mendapatkan waktu. Hal ini memengaruhi kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam hobi,” terang Paige.

Perempuan yang sudah menikah akhirnya lebih memilih hobi yang jadwalnya dapat disesuaikan dengan pasangan dan anak-anak, atau tak jauh-jauh dari pekerjaan rumah tangga yang memungkinkannya untuk mengerjakan hobi di rumah.

Kegiatan ‘tradisional’ seperti membaca, memasak, dan berkebun akhirnya menjadi opsi bagi sejumlah perempuan karena dapat menambah kesenangan pribadi sembari tetap fokus mengurus rumah tangga. Coba bandingkan dengan aktivitas yang bisa dijalani laki-laki. Mereka dapat melakukan hobinya di luar ruangan seperti bermain golf, panjat tebing, atau berlatih maraton - yang acap kali membuat mereka jauh dari rumah dalam durasi waktu lama atau pada jam-jam utama mengurus anak.

Kendati sebagian perempuan seakan terjebak pada hobi yang hanya bisa dilakukan di ranah domestik atau di dekat rumah, menurut Ardi, hal tersebut bukan berarti "salah". Apa alasannya?

Jawabannya, menurut Ardi, kembali lagi pada definisi hobi yang menitikberatkan pada aktivitas menyenangkan dan dilakukan tanpa paksaan. "Bisa saja seseorang memiliki hobi menata rumah menjadi lebih rapi atau bahkan menyetrika. Itu aktivitas menyenangkan bagi perempuan dan menghasilkan emosi yang membuat seseorang menjadi lebih positif. Hobi tidak selalu didefinisikan sebagai olah raga atau yang berhubungan dengan seni," kata Ardi.

Selain itu, Ardi menjelaskan, tidak dimungkiri bahwa memang ada perubahan preferensi hobi terkait dengan peran perempuan. Konteks ini berkaitan dengan momentum sebelum atau sesudah menikah. "Waktu untuk melakukan hobi ini tentu kondisinya berbeda ketika sudah memiliki anak atau menikah. Jadi, bagaimana perempuan tetap bisa menjalankan hobi mereka? Yakni dengan menyesuaikan hobi dengan peran dan fase saat ini. Mana yang possible dilakukan sehingga bisa melakukan tanpa harus menundanya, misalnya, ‘Nanti deh kalau sudah anak sudah besar saja,’" papar Ardi.

Dalam rangka memuluskan hal tersebut, ahli gender Kate Mangino menyebutkan, diperlukan usaha untuk menciptakan kemitraan yang lebih setara dengan pasangan atau orang di sekitar dalam hal mengurus tugas rumah tangga, seperti mengomunikasikan soal pembagian tugas rumah tangga, apa dan kapan itu akan dilakukan. "Harus ada kerja sama antara kedua belah pihak. Tidak akan berhasil jika satu orang yang memaksakan kondisi kesetaraan ini," kata Mangino.

Pada waktu sama, tak ada salahnya untuk terus mengeksplorasi hal-hal yang kamu suka. Jika kamu memang ingin mengembangkan minatmu jadi hobi, coba cari info dan komunitas untuk mendukungmu. Siapa tahu, aktivitas bersenang-senang ini dapat memberikan peluang tak terduga?

"Jadi jangan sepelekan hobi kecil yang kita punya dan kita anggap domestik banget, seperti memasak atau menjahit, karena siapa tahu hobi tersebut bisa jadi ide usaha dan rezeki," pungkas Ardi. Setuju!

 

Sumber: https://tirto.id/kenapa-ada-kesenjangan-gender-dalam-menekuni-hobi-g2DJ

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.