Siapa tidak mengenal Asmat? Salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang memiliki bentang alam yang cukup unik diliputi oleh tanah lumpur dan rawa-rawa sehingga segala aktivitas berlangsung di atas papan. Orang Asmat terbiasa mengambil makanan di alam, tinggal berminggu-minggu untuk mencari makanan. Sesudahnya, mereka kembali ke kampung. Setelah persediaan makanan habis, mereka akan pergi ke dusun lagi.
Pada saat orang tua pergi ke dusun, mereka membawa serta anak-anak sehingga anak-anak tidak bisa mengikuti pendidikan formal di sekolah dasar yang ada di kampung. Orang tua membawa anak-anak ke dusun. Di sana, orang tua mengajari anak-anak untuk berjuang hidup dan mencari nafkah. Orang tua menunjukkan batas-batas dusun dan tempat mencari makanan. Orang tua juga mengajari berbagai pengetahuan praktis kepada anak-anak. Semua berlangsung di dusun.
Bagi sebagian guru, kondisi sosial, budaya, adat-istiadat orang Asmat merupakan kendala dalam mendidik generasi Asmat. Namun, bagi Herlina, kondisi hidup orang Asmat justru menantang dirinya untuk semakin rendah hati dalam melayani anak-anak Asmat. Sebagai pribadi yang sudah menyatu dengan tanah lumpur Asmat dirinya memahami perilaku hidup orang Asmat.
Di Ayam, Herlina tinggal di rumah guru yang terletak di kompleks sekolah. Di rumah sederhana itu, Herlina tinggal bersama suami dan ketiga anaknya. Di rumah itu pula, tidak jarang Herlina menerima anak-anak yang belum lancar membaca, menulis dan berhitung untuk datang belajar pada sore hari. Untuk menopang ekonomi keluarga, Herlina membuat kios kecil yang menyediakan kebutuhan masyarakat sekitar.
Kampung Ayam adalah pusat dari Distrik Akat. Kampung ini terletak jauh dari Agats, ibukota Kabupaten Asmat. Ayam dapat dicapai dengan menyusuri sungai Asuwets menggunakan speedboat selama satu jam.
Pada 16 Februari 2018, tim KOMPAK-LANDASAN yang terdiri atas Heracles Lang, George Corputty mengunjungi Ayam. Pastor Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Pastor Vesto Maing, Pr menemani tim LANDASAN mengunjungi Puskesmas, Kantor Distrik dan SD YPPK St. Martinus de Pores.
Usai mengunjungi Puskesmas Ayam dan Kantor Distrik, tim mengunjungi SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam. SD Martinus berdiri sejak tahun 1950-an. Sekolah ini didirikan oleh para misionaris Ordo Salib Suci dari Amerika. Meskipun demikian, sekolah dalam kondisi memprihatinkan.
Saat melakukan kunjungan, tim KOMPAK-LANDASAN melihat kondisi WC sekolah yang rusak, ruang perpustakaan tidak berfungsi, dan sampah menumpuk di depan sekolah. Bagian belakang sekolah ditumbuhi rumput dan pohon yang tinggi.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot hadir menemani tim KOMPAK LANDASAN. Ia menjelaskan bahwa dirinya telah mengangkat orang muda, Ibu Herlina Sopia Silubun sebagai Kepala Sekolah Dasar YPPK St. Martinus de Pores Ayam. “Saya tempatkan anak murid saya dulu di KPG Merauke sebagai kepala sekolah di sini. Saya percaya dia bisa memperbaiki sekolah ini,” tutur Don penuh optimis.
Pada kesempatan itu, Don minta supaya SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam dan SD Persiapan Cumnew terlibat dalam kegiatan pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dilaksanakan oleh LANDASAN Papua di Agats pada 19-20 Februari 2018.
Herlina dan salah satu gurunya mengikuti kegiatan MBS tersebut di Agats. Tatkala materi yang dijelaskan belum dipahaminya, ia bertanya dan meminta penjelasan kepada narasumber yang menyajikan materi. “Waktu ikut kegiatan MBS, saya sungguh mau belajar supaya bisa perbaiki SD YPPK St. Martinus de Pores,” tuturnya singkat.
Herlina Sopia Silubun, perempuan peranakan Kei-Jawa. Ayahnya, Edmundus Silubun berasal dari Kei Besar. Ibunya Agustina Siti Hotija berasal dari Jawa. Herlina lahir di Merauke pada 9 September 1987. Ia lahir sebagai anak ketiga dari enam bersaudara.
“Waktu kecil, saya tidak pernah punya cita-cita menjadi guru. Saya mau menjadi Suster biarawati. Tetapi, bapak saya tidak merestui, sehingga waktu selesai SMP YPPK St. Yohanes Pemandi Agats tahun 2003, saya melamar ke Kolose Pendidikan Guru (KPG) Merauke dan lulus. Sejak saat itu, saya belajar mencintai panggilan sebagai guru,” tutur Herlina dengan mata berkaca-kaca mengenang kembali masa-masa dirinya harus memutuskan pilihan hidupnya itu.
Seiring berlalunya waktu, Herlina memaknai bahwa kepergian dirinya dari Agats ke Merauke untuk bersekolah di KPG Merauke merupakan panggilan Tuhan. Selama tiga tahun, ia belajar menjadi guru bagi orang Papua, khususnya adik-adiknya di Asmat. Ia memiliki tekad kuat untuk mendedikasikan seluruh hidupnya bagi anak-anak Asmat.
Herlina memiliki cinta yang besar bagi anak-anak Asmat. Setelah menamatkan pendidikan gurunya di KPG Merauke pada tahun 2008, ia kembali ke Agats. “Saya sudah menjadi bagian dari orang Asmat, sehingga saya bertekad mengabdikan diri saya untuk kemajuan orang Asmat melalui pendidikan. Saya mau adik-adik saya di Asmat bisa mendapatkan pendidikan berkualitas,” tutur Herlina yang menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD YPPK Salib Suci Agats pada tahun 2000 ini.
Nurani Melayani
Tahun 2008, setelah menyelesaikan pendidikan guru di KPG Merauke, Herlina mengajar di SD Inpres Syuru. Ia mengajar di SD Inpres Syuru hanya enam bulan. Sesudahnya, ia pindah ke SD Inpres Yuni, Distrik Akat, tahun 2009-2010, dengan status sebagai guru kontrak.
Tahun 2010, pemerintah daerah Kabupaten Asmat membuka tes formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Herlina mengikuti tes tersebut di Agats. Hasilnya, ia lulus menjadi guru PNS. Setelah lulus, ia masih tetap mengabdi di SD Inpres Yuni sampai dengan akhir tahun 2010.
Pengalaman perjumpaan dengan anak-anak Asmat di SD Inpres Yuni semakin memurnikan motivasi Herlina menjadi guru. Ia bertekad memberikan seluruh hidupnya untuk anak-anak Asmat. Ia mau supaya anak-anak Asmat bisa mendapatkan pendidikan berkualitas.
Herlina mengungkapkan bahwa ketidakhadiran guru di sekolah menyebabkan anak-anak terlantar. Mereka tidak bisa mengenyam pendidikan. Pengalamannya ini memotivasi dirinya untuk memberikan seluruh hidupnya demi kemajuan pendidikan bagi anak-anak Asmat.
“Kondisi anak-anak di SD Inpres Yuni, yang tidak bisa bersekolah karena tidak ada guru membuat saya semakin menghayati panggilan saya sebagai guru. Situasi itu membuat saya berjanji pada diri saya sendiri untuk menjadi guru yang baik bagi anak-anak Asmat,” tambah Herlina.
Dari SD Inpres Yuni, Herlina pindah ke SD Negeri Mbait. Selama tahun 2011-2015, ia mengajar di SD Negeri Mbait. Tahun 2015, Herlina pindah lagi ke Distrik Akat. Ia mengajar di SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam. Ia menjadi salah satu guru muda di sekolah itu. Meskipun masih muda, Herlina percaya diri dalam mengajar. Ia berusaha mendidik anak-anak Asmat agar bisa seperti anak-anak di kota. Mereka bisa membaca, menulis dan berhitung.
“Saya punya prinsip melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Saya tidak mau mencampuri urusan guru lain. Sebab, semua guru harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Karena itu, sebagai guru kelas, saya melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mendidik anak-anak Asmat,” tutur Herlina.
Ketulusan Herlina dalam mendidik anak-anak Asmat mendapatkan perhatian dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot. Meskipun dari segi kepangkatan belum memenuhi syarat sebagai kepala sekolah, tetapi Herlina mendapatkan kepercayaan untuk menjadi Kepala SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam.
Pada 14 November 2017, Herlina Sopia Silubun dilantik menjadi Kepala SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam. “Waktu saya dengar bahwa saya ditunjuk menjadi kepala sekolah, saya sudah menolak. Saya masih muda. Masih ada guru yang lebih senior. Saya juga lebih senang mengajar anak-anak. Saya merasa sudah cukup menjadi guru kelas,” tutur Herlina.
Meskipun sempat menolak, akhirnya Herlina harus menerima penugasan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Don Tamot. Ia hadir pada hari pelantikan.