Dulu di Belakang Sekarang di Depan: Tentang Munawir, Pemuda Desa Madak
Penulis : Arita Muhlisa

“Yang maleman ira nini fikiran si, bukan nini kerja ra. Jadi boluk jabul sebelum bey kerja, biar kita fun bisa taka nini meresan tanpa tafas” (yang berat itu pikiran kita, bukan pekerjaan kita. Jadi jangan malas sebelum bekerja, biar kita sendiri bisa makan sayur tanpa harus membeli di luar). Demikian kalimat motivasi dari Munawir saat mengikuti pelatihan teknis pertanian di Desa Tubir Masiwang. 

Munawir adalah seorang pemuda yang lahir Desa Madak, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, 24 tahun yang lalu. Sejak kecil ia sudah akrab dengan aktivitas berkebun karena senantiasa mengikuti ayahnya pergi ke kebun. Sebab itulah selepas SMA, dia memilih kuliah di Fakultas Pertanian. Ia ingin mendalami ilmu pertanian di ruang kelas lalu pulang mempraktekannya di kebunnya. Berkebun juga menjadi salah satu hobinya selain berolahraga, baginya berkebun merupakan bagian dari kebebasan hidup terutama berteman bersama tanaman yang dimilikinya.

Nawir, begitu sapaan akrabnya, ternyata baru kembali lagi ke Desa Madak dua tahun belakangan ini. Sebelumnya ia sempat menetap di Kota Ambon untuk berkuliah di Universitas Darussalam Ambon. Bukan karena telah menyelesaikan kuliahnya, namun karena terkendala biaya hingga dia memutuskan untuk cuti sebentar dari aktivitas perkuliahannya lalu kembali ke desa dan berkebun.

Desa Madak sejak dulu hingga kini masih tampak sama saja, tidak ada yang berubah. Begitupun dengan konflik-konflik antar pemuda di dalam desa yang masih terus terjadi. Bahkan saat dia tiba disana, bukan hanya pemudanya yang berkonflik namun seluruh masyarakat desa. Konflik antara mereka yang tinggal di wilayah Madak atas (kampung lama) dengan masyarakat yang tinggal di wilayah Madak bawah (kampung baru). Karena konflik tersebut, masyarakat tidak mau terlibat pada kegiatan-kegiatan di desa. Pemerintah Desa pun belum menemukan jalan keluarnya, walaupun sudah kerap kali mengupayakan perdamaian diantara mereka.

Karena konflik di Desa Madak pun akhirnya banyak program dan kegiatan dari pemerintah yang terkena imbasnya. Tidak terkecuali Program Pengembangan Penghidupan Masyarakat yang Inklusif di Perdesaan Kawasan Timur Indonesia (Program BangKIT) yang baru mulai masuk di Desa Madak pada bulan Juni 2023. Fasilitator program yaitu Ibu Faija Tubaka sangat kesulitan menyatukan masyarakat disana. Beberapa kali kegiatan dilaksanakan di wilayah Madak bawah dan tentu saja tidak ada masyarakat dari wilayah Madak atas yang datang, begitu pula sebaliknya.  Fasilitator pun memilih lebih sering dilaksanakan di Madak bawah karena partisipasi masyarakat di sana lebih tinggi dibanding ketika dilaksanakan di Madak Atas yang partisipasi masyarakatnya terbilang sangat rendah. 

Awal tahun 2024, Ibu Faija selaku fasilitator program di Desa Madak bertemu dengan Munawir di Madak Atas saat melakukan koordinasi untuk persiapan kegiatan pelatihan teknis pertanian alami. Munawir pun diikutsertakan dalam pelatihan tersebut yang dilaksanakan di Desa Boinhia Kecamatan Teluk Waru dengan peserta dari 3 desa yaitu Desa Madak, Desa Solang dan Desa Boinhia.

Munawir bersama peserta lainnya mengikuti kegiatan pelatihan teknis pertanian alami selama tiga hari. Mereka dilatih oleh trainer praktisi yang didatangkan dari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dalam pelatihan tersebut tampak Munawir sangat aktif memberikan pertanyaan kepada trainer. Setelah bertanya, dia fokus mendengarkan dan memperhatikan trainer saat memberikan penjelasan serta mencatatnya dengan rapi dalam buku catatan kecilnya.

Tidak perlu waktu lama, sepulang dari kegiatan pelatihan teknis pertanian yang dilaksanakan oleh Program BangKIT, Munawir langsung mempraktekannya. Untuk melihat perbedaan pada tanaman yang sudah lebih dulu dia tanam, Munawir membuka lahan baru dan menanam kacang serta umbi-umbian. Namun kali ini, dia mengaplikasikan nutrisi dan pestisida yang telah dia buat sendiri ke tanamannya. Jadi dia tidak lagi menggunakan pupuk dan obat hama kimia, namun mulai mempraktekkan pertanian alami sesuai pelatihan yang dia ikuti.

Setiap kali Munawir ke kebun, ia tidak hanya membawa parang dan cangkul, ia juga membawa sebuah pena dan buku kecil di saku celana. Sebelum memulai aktivitas berkebun, sesekali buku itu dibuka, membaca catatan-catatan pelatihannya. Setelah itu, buku catatannya disimpan kembali, lalu berganti mengambil tangki semprot, mencampur beberapa sendok nutrisi alami yang disimpan rapat dalam toples kaca lalu dicampur dengan beberapa ember air dan dituangkan dalam tangki semprot. Ia lalu mulai menyiram tanaman tersebut dengan cairan yang sudah ia racik.

Selama mengaplikasikan sistem pertanian alami di kebunnya, dia terus berkoordinasi dan melaporkan perkembangannya kepada fasilitator program Ibu Faija Tubaka. Hingga tiba masa panen, bersama Ibu Faija mereka memanen kacang di kebun Munawir. Begitupun ketika panen umbi-umbian hingga panen-panen yang seterusnya. Dengan hasil penjualan kacang tanah miliknyalah, akhirnya Munawir bisa membeli sebuah motor bekas. Walau motor itu masih tidak sama dengan motor impiannya, namun sudah bisa membantu mempermudah aktivitasnya sehari-hari. 

Selain sibuk berkebun, Munawir juga sering mengajak pemuda-pemudi desa berkumpul, berdiskusi dan berbagi cerita termasuk memotivasi mereka. Awalnya mereka tidak mau ikut berkumpul, bagi mereka itu hanya buang-buang waktu. Tidak jarang Munawir dianggap sebelah mata oleh masyarakat di sana. Itu karena setelah lama berkuliah di Kota Ambon, dia pulang ke desa tanpa membawa toga dan ijazah sarjana. Bahkan pernah di suatu waktu Munawir mendapat celaan dari masyarakat karena masih sibuk menanam kacang di musim hujan. Menurut kebiasaan masyarakat di sana, jika musim hujan tiba mereka tidak melakukan aktivitas perkebunan. Sementara Munawir sendiri tetap berkebun dan mengajak beberapa orang untuk tetap menanam kacang dengan harapan hasilnya akan bagus asalkan dirawat menggunakan metode pertanian alami yang telah ia pelajari dulu. 

Kejutan! Satu kaleng bibit kacang yang ditanam oleh Munawir ternyata menghasilkan dua belas kaleng kacang. Bagaimana masyarakat tidak ternganga dengan hasilnya itu. Pelan namun pasti dimulai dari dua hingga tiga orang, sekarang semakin banyak yang mau berkumpul dan berbagi cerita beragam topik dengan dia. Bukan hanya pemuda dari wilayah Madak Atas, namun juga pemuda dari wilayah Madak Bawah. Berkat kejadian ini jugalah mereka pun perlahan mau kembali berdamai. Atas ajakan Munawir akhirnya masyarakat Desa Madak mau melakukan kegiatan bersama-sama di Balai Desa, tanpa membedakan Madak Atas dan Madak Bawah. Madak kini hanya satu yaitu Desa Madak.

Munawir, pemuda Desa Madak yang dulunya duduk di belakang sebagai peserta pelatihan, sekarang telah berdiri di depan memberikan motivasi bagi banyak orang, bukan hanya untuk masyarakat di desanya, namun juga di desa-desa tetangga.

 Hari itu, dengan kesederhanaannya Munawir kembali berdiri di depan masyarakat Desa Tubir Masiwang dalam pelatihan teknis pertanian alami yang dilaksanakan oleh Program BangKIT. Dia tidak lagi menerima materi pelatihan oleh trainer, namun berdiri sejajar dengan trainer di depan, memberikan pelatihan serta motivasi kepada masyarakat Desa Tubir Masiwang. 

“Kaka, yang memotivasi beta adalah segala keterbatasan yang ada di beta pung diri. Beta seng mau begini terus, beta mau berubah. Dan Semoga perubahan yang terjadi par beta juga bisa mempengaruhi teman-teman lain di desa untuk berubah jadi lebih baik.” kata Munawir .

 

Informasi Lebih Lanjut

Arita Muhlisa adalah Project Officer Seram Bagian Timur- Program BangKIT. 

Hubungi kami melalui info@bakti.or.id untuk mengetahui tentang Program BangKIT

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.