Membicarakan ketimpangan pembangunan di Indonesia Timur tidak terlepas dari membicarakan kerentanan pemudanya. Fenomena disparitas ini banyak memengaruhi kehidupan pemuda, terutama pemuda di pedesaan yang sering mengalami kesulitan dalam kesehariannya untuk mempertahankan penghidupan.
Mendiskusikan kerentanan pemuda menjadi suatu hal penting. Di Maluku secara umum, banyak pemuda desa yang tidak mempunyai privilese untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Saat dunia berkembang pesat dengan percepatan teknologi, pemuda desa masih harus bersusah payah untuk memperoleh pendidikan layak atau bahkan sekedar bertahan hidup. Banyak pemuda tidak memiliki pilihan untuk memperoleh kualitas hidup dan membuatnya terasosiasikan dengan ketidakberdayaan.
Dari keresahan ini, timbul satu inisiatif untuk melawan ketidakberdayaan tersebut. Dimulai dari pesisir Seram Timur. Dimulai dari Keta.
Dari Literasi ke Inovasi Sosial
Keta adalah sebuah desa kecil di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Seperti kebanyakan desa lain di Maluku yang mempunyai keterbatasan terhadap akses dan tantangan pembangunan lainnya, Keta juga menghadapi masalah yang sama. Tapi, Keta punya sebuah aset sosial yang menjadi kekuatan bagi desa ini, yaitu sebuah taman baca. Taman Baca Keta diinisiasi oleh pemuda desa Keta sendiri, Ali Akbar Rumeon, bersama 2 pemuda lainnya, Marjan Rumakamar dan Faris Rumain.
Ali Akbar dan teman-teman menginisiasi Taman Baca Keta setelah melihat permasalahan literasi yang ada di lingkungan mereka. Saat itu, banyak anak-anak yang masih belum bisa membaca padahal sudah mendekati waktu ujian sekolah. Mereka kemudian menjadi pengajar dan mentor bagi anak-anak Keta.
Konsistensi mereka sudah berjalan selama 6 tahun dan saat ini Taman Baca Keta sudah menjadi ruang aman bagi anak-anak Keta untuk belajar dan berproses untuk pengembangan diri. Anak-anak yang 6 tahun lalu diajar oleh Ali dan kawan-kawan, sudah menjadi remaja dan merekalah yang menjadi mentor bagi adik-adik dibawahnya. Regenerasi ini membuat ada keberlanjutan di Taman Baca Keta.
Namun, konsistensi dan keberlanjutan ini bukan tanpa pengorbanan. Ada pilihan hidup yang dibuat pemuda desa seperti Ali, Marjan, dan Faris untuk tinggal menetap di desa. Pengorbanan akan pendidikan tinggi serta pilihan pekerjaan yang terbatas di desa menjadi risiko yang mereka tanggung. Keterbatasan ini juga dialami banyak pemuda lain di Keta yang memilih menetap di kampung.
Masalah kerentanan pemuda ini yang kemudian menjadi latar belakang dilaksanakannya project Pengembangan Strategi Penghidupan bagi pemuda di Keta melalui Co-Design Workshop di Keta.
Co-design Workshop: Pengembangan Strategi Penghidupan di Keta
Co-design Workshop untuk pengembangan strategi penghidupan ini merupakan sebuah action project dari program INSPIRASI Indonesia Young Leaders Programme yang dilaksanakan oleh UnionAid dan MFAT New Zealand. Project ini dilakukan karena melihat tantangan pembangunan di Indonesia Timur yang banyak dialami oleh pemuda desa. Lewat project ini, penulis bersama-sama dengan pemuda desa Keta mendesain bersama strategi penghidupan dan mata pencaharian bagi pemuda di desa Keta.
Co-design adalah suatu tools untuk mendesain sebuah solusi atas masalah yang ada dengan menguji coba sebuah prototipe. Co-design ini dipakai karena metodenya mempunyai nilai inti partisipatif dan juga penelitian/riset, sehingga solusi yang dihasilkan merupakan solusi yang berbasis bukti.
Tahapan awal co-design ini dimulai dengan tahap framing, di mana kami memfokuskan isu kami pada masalah kerentanan pemuda yang ada di Keta. Kemudian setelah melakukan fokus isu, kami memulai tahapan selanjutnya yaitu exploring. Di tahap ini, kami bersama dengan pemuda Keta melakukan penelitian atas masalah kerentanan pemuda di Keta dan juga melakukan eksplorasi bersama serta pemetaan untuk mengetahui potensi, aset, dan kondisi SDA, SDM, sosial, fisik, dan finansial yang ada di Keta. Selanjutnya adalah tahap imagining, yaitu tahap di mana kami mulai membayangkan dan menyusun solusi dari masalah kerentanan pemuda ini. Solusi yang dipilih kemudian diuji coba dalam bentuk prototipe di dalam tahap testing.
Dari proses co-design workshop ini, dihasilkan sebuah prototipe yang diuji coba sebagai strategi penghidupan dan mata pencaharian baru untuk mereduksi kerentanan pemuda di Keta.
Sarlalan: Pembuka Jalan
Setelah melihat hasil eksplorasi dan pemetaan sumber daya di tahap exploring, melihat potensi pasar, dan kapasitas sumber daya manusia yang ada di Keta, dihasilkanlah prototipe yang diuji coba adalah sebuah pilot group unit bisnis yang dikelola secara langsung oleh pemuda Keta, dan berfokus dalam memaksimalkan sumber daya alam di Keta dengan 3 prioritas kegiatan: kebun sayur, pembibitan pala dan cengkeh, serta produk untuk dipasarkan.
Diversifikasi penghidupan ini dipilih menjadi solusi yang diuji coba atas masalah kerentanan setelah melihat hasil riset kami di desa Keta. Diketahui bahwa sektor unggulan di Keta adalah pertanian dengan komoditas pala dan cengkih. Masyarakat Keta sangat bergantung pada cengkih dan pala. Namun ada kelemahan yang dimiliki yaitu pala dan cengkeh merupakan tanaman musiman dan jumlah kepemilikan pohon tiap rumah tangga tidak banyak, sehingga pendapatannya tidak rutin. Dengan diversifikasi ini diharapkan menjadi alternatif adanya sumber penghasilan bagi pemuda dan sumber pangan baru di Desa Keta.
Pilot group ini diberi nama SARLALAN. Sarlalan berasal dari bahasa Keta yang artinya buka jalan. Nama ini menjadi ikhtiar dan upaya bagi pemuda desa Keta untuk menjadi pembuka kesempatan baru untuk pembangunan desa.
Masalah Adaptif dan Mindset Inovasi Sosial
Dalam mengimplementasikan prototipe ini, dibutuhkan adaptasi dan waktu untuk mengembangkannya. Sebagaimana kita sedang mencoba mengatasi masalah kerentanan pemuda dan ketimpangan ekonomi di Keta, kita tidak seharusnya hanya fokus pada solusi teknis seperti membuat kebun, dan lain sebagainya. Namun perlu juga melihat gambaran utuhnya.
Sebagai sebuah permasalahan adaptif, solusi kadang perlu melibatkan perubahan perilaku, sikap, atau pendekatan. Dari hasil pengamatan kami, masalah yang ada di Keta tidak terbatas hanya dalam keterbatasan secara praktis dan teknis, namun juga ada pola pikir tertentu yang masih membatasi potensi diri pemuda. Pola pikir cepat sukses dan cepat menyerah masih banyak tertanam di wilayah ini. Sehingga melalui project ini, kami juga memperkenalkan konsep pola pikir inovasi sosial yang menjadi landasan dalam mengimplementasikan solusi/prototipenya.
Selain dengan pembentukan pola pikir, diharapkan desain prototipe dalam bentuk kelompok ini juga dapat membentuk semacam support system bagi pemuda di desa Keta untuk dapat mendukung satu sama lain, lebih adaptif, dan mampu bekerja secara konsisten.
Seperti benih yang baru ditabur, Sarlalan masih memerlukan banyak dukungan dan perhatian. Ia sementara menumbuhkan akarnya, mempersiapkan dirinya untuk terus bertumbuh. Berharap di masa depan, pemuda Keta akan dapat memetik buahnya.