“Masalah utama yang kami hadapi adalah ketidakmampuan mengidentifikasi secara detail potensi yang ada di desa dan permasalahannya. Kami pernah mengalami masa dimana hasil panen melimpah namun aksesibilitas terbatas. Pendistribusian hasil panen terhambat dan akhirnya kami terpaksa membuang banyak hasil panen. Setelah mengikuti rangkaian kegiatan Program BangKIT akhirnya kami bisa tahu apa masalah utama pembangunan yang perlu segera dicarikan solusinya”.
Muhammad Ikhsan Arey, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Keselamatan Transportasi, Dinas Perhubungan, Kabupaten Seram Bagian Timur mengenang bagaimana di masa lalu seringkali banyak kegiatan dianggap dapat menyelesaikan masalah pembangunan yang ada namun tak kunjung mendatangkan perubahan yang diharapkan.
Muhammad Ikhsan Arey bersyukur akhirnya Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur merencanakan pembangunan jembatan di Pelabuhan Amarsekaru dan Pelabuhan Pulau Panjang, dua pelabuhan utama di kabupaten ini yang prosesnya akan dimulai pada tahun 2025 nanti. “Keputusan untuk membangun jembatan ini tentu saja bisa terwujud setelah melalui proses sinergitas antara organisasi perangkat daerah terkait,” tambah Muhammad Ikhsan Arey .
Sepenggal cerita yang disampaikan Muhammad Ikhsan Arey yang kerap disapa Ikshan, memberi gambaran implementasi pendekatan local governance atau tata pemerintahan lokal dalam program Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia (BangKIT). Keikutsertaan Ikhsan dalam berbagai rangkaian Program BangKTI, termasuk memfasilitasi musyawarah perencanaan di desa mendorongnya untuk mensinergikan dan mengintegrasikan kebutuhan di desa dengan program Dinas Perhubungan, Kabupaten Seram Bagian Timur.
Tata kelola pemerintahan lokal dalam Program BangKIT dikelola untuk untuk mendukung pencapaian tujuan utama program yaitu meningkatnya penghidupan berkelanjutan pada masyarakat miskin di 70 desa target di wilayah timur Indonesia, yaitu di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dan Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Dalam konteks ini, Program BangKIT berupaya mendorong para pemangku kepentingan pembangunan setempat baik pada tingkat kabupaten maupun kecamatan, untuk memberi dukungan kolektif terhadap suatu program atau kebijakan. Layaknya dua pihak yang bermitra, Pemerintah Daerah dan program BangKIT memiliki tujuan yang sama yaitu mengatasi kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan dan inklusif untuk mendukung tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
Terlibat sejak awal program
Program BangKIT melibatkan Pemerintah Daerah sejak awal masuknya proyek dan sepanjang pelaksanaannya. Di tahap persiapan misalnya saat penentuan lokasi desa intervensi dan saat menetapkan mekanisme pelaksanaan program yang akan dijalankan di kabupaten. Beberapa kriteria dan jumlah desa yang ditawarkan oleh program BangKIT kepada pemerintah daerah kemudian didiskusikan dan disepakati bersama.
“Rapat koordinasi pertama itu bertujuan untuk mengkoordinasikan dan memperkenalkan konsep gambaran umum mekanisme pelaksanaan program BangKIT ke perangkat daerah serta menginformasikan desa-desa yang akan menjadi sasaran program, konsep awal yang ditawarkan BangKIT untuk mendampingi 30 desa sasaran di 5 kecamatan, namun dalam proses diskusi akhirnya kita mendesain kembali lalu kami menawarkan untuk bisa menambah desa sasaran intervensi menjadi 40 desa di 10 kecamatan,” ungkap Oktavianus Dapadeda, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (BAPPERIDA), Kabupaten SBD.
Pada tahap awal tersebut juga dilakukan pembentukan tim kelompok kerja kabupaten yang terdiri dari perwakilan dari dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) terkait penghidupan berkelanjutan. Tim ini disahkan melalui surat keputusan bupati yang terus diperbaharui setiap tahun. Tugas tim ini adalah memastikan koordinasi untuk mendorong sinergi dan integrasi antara program pengembangan penghidupan di desa dan program pembangunan daerah.
Tim ini disebut Forum BangKIT di Kabupaten Sumba Barat Daya dan di Kabupaten Seram Bagian Timur disebut dengan Pokja BangKIT. Forum/Pokja BangKIT bertemu sekali dalam tiga hingga empat bulan untuk saling berkoordinasi. Pertemuan tersebut tidak terbatas pada anggota Forum/BangKIT saja melainkan juga melibatkan semua pihak terkait seperti kecamatan dan unit pelaksana teknis daerah (UPTD).
Pertemuan koordinasi antar pemangku kepentingan telah wadah yang dibutuhkan masyarakat desa untuk membahas perencanaan penghidupan dan perkembangan implementasinya, serta mendorong penyelesaian tantangan yang menjadi kebutuhan masyarakat desa (mulai dari program hingga kebijakan). Pertemuan koordinasi seperti ini diharapkan menjadi agenda rutin bagi pemerintah daerah.
BAPPERIDA Kabupaten SBD, sebagai leading sector berinisiatif mengundang semua dinas terkait untuk mensinkronkan program kerja dengan kebutuhan di desa. Mereka juga mengupayakan keterlibatan pemerintah kecamatan untuk memperpendek rentang kendali koordinasi pemerintah kabupaten dengan desa.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten dan program BangKIT juga bersepakat membentuk tim fasilitator kabupaten yang terdiri dari perwakilan OPD-OPD terkait penghidupan. Para fasilitator mendapatkan pelatihan fasilitasi perencanaan penghidupan berkelanjutan desa. Kehadiran tim fasilitator kabupaten yang juga berfungsi sebagai master trainer ini menguatkan kolaborasi pelaksanaan kegiatan Program BangKIT. Seiring berjalannya program, dibentuk juga tim fasilitator di tingkat kecamatan untuk memperluas peran fasilitasi perencanaan penghidupan berkelanjutan yang inklusif.
Sinergi dan Integrasi Perencanaan Daerah dengan Perencanaan Penghidupan Desa
Mensinergikan dan mengintegrasikan perencanaan pembangunan daerah dengan perencanaan penghidupan desa merupakan bagian dari mekanisme perencanaan yang didorong oleh program BangKIT. Mekanisme ini bukanlah hal baru mengingat perencanaan pembangunan mulai dari daerah hingga ke desa sejatinya harus sinkron. Hanya saja masih terdapat beberapa kondisi yang belum optimal dan belum berjalan sebagaimana mestinya, salah satunya adalah koordinasi antara desa, kecamatan, dan kabupaten. Sebagai contoh informasi fokus penggunaan anggaran untuk pembangunan pada tahun tertentu kerap tidak sampai ke desa, begitu pula tidak sampainya informasi kebutuhan desa ke kabupaten.
Pendekatan yang dilakukan dalam Program BangKIT bukanlah membangun mekanisme kerja baru, melainkan mendorong optimalisasi peran perangkat daerah sesuai dengan fungsinya. Dalam mendorong sinergi dan integrasi perencanaan pembangunan pada level provinsi, kabupaten dan kecamatan dengan perencanaan pembangunan di desa, khususnya dalam bidang penghidupan, strategi yang diterapkan Program BangKIT mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Permendes No.21 Tahun 2020, dan Permendagri No. 114 Tahun 2014.
Terkait integrasi ke dalam rencana pembangunan di desa, fokus Program BangKIT diarahkan pada penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Integrasi ke dalam RPJMDes ini dilakukan jika desa belum memiliki dokumen perencanaan tersebut atau jika desa sudah memiliki RPJM maka sinkronisasi dilakukan pada tahap pencermatan RPJMDes yang dilakukan setiap tahun saat Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbang) penyusunan RKP Desa.
Sementara itu untuk integrasi ke dalam rencana pembangunan daerah pada tingkat kabupaten juga mengacu pada sistem atau mekanisme yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 sesuai dengan fokus integrasi pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang mekanismenya bertahap mulai dari penginputan ke Sistem Informasi Perencanaan Daerah (SIPD), Musrenbang Kecamatan, hingga Musrenbang Kabupaten. Sementara itu untuk integrasi dengan sasaran dana alokasi khusus (DAK), OPD-OPD terkait juga melakukan sinkronisasi dengan rencana kerja masing-masing, seperti yang dilakukan Ikhsan di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Bermuara pada Keberlanjutan Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan di Desa
Program BangKIT mendukung upaya masyarakat desa dalam mengembangkan penghidupannya juga perlu mendorong kerja kolaborasi dan sinergi, serta meningkatkan koordinasi antar perangkat daerah. Seluruh upaya ini bermuara pada keberlanjutan pengembangan penghidupan di desa.
Program BangKIT menyadari bahwa peran sebagai enabler memiliki keterbatasan waktu dan biaya. Oleh karena itu, strategi institusionalisasi atau pelembagaan untuk memastikan keberlanjutan sudah dimulai sejak program dikenalkan. Membangun partisipasi, menguatkan kapasitas (transfer pengetahuan), dan sinkronisasi program (termasuk peran dalam pembiayaan) adalah kunci untuk (setidaknya) menjamin adanya keberlanjutan upaya pengembangan penghidupan di desa.
Dalam perjalanan lebih dari satu tahun, tentu ada beberapa tantangan selama pelaksanaan program BangKIT, terutama dalam hal membangun keterlibatan pemerintah daerah. Dinamika politik, rotasi tugas, tidak berjalannya sistem secara optimal, hingga kurangnya kapasitas, adalah beberapa tantangan yang muncul di lapangan. Namun dengan upaya komunikasi dan koordinasi yang baik dengan Pemerintah Daerah dalam hal ini melalui Pokja/Forum BangKIT, tantangan tersebut bukanlah hal yang tidak dapat diselesaikan. Hal yang paling membanggakan adalah semangat dan komitmen semua pihak untuk meningkatkan penghidupan berkelanjutan di desa, seperti semangat dan komitmen Ikhsan yang mendukung peningkatan penghidupan masyarakat desa sesuai dengan tugas dan perannya.
Info lebih lanjut:
Penulis adalah Local Governance & Gender Specialist Program BangKIT.
Hubungi kami melalui email info@bakti.or.id untuk informasi mengenai Program BangKIT.