Tingkat Stunting dan Sanitasi Aman di Indonesia
Stunting, atau kondisi gagal tumbuh kembang bisa disebabkan beberapa faktor; lingkungan, kebersihan dan kecukupan nutrisi di masa balita. Seorang anak dengan kondisi stunting, fisiknya cenderung tumbuh lebih pendek, tidak sesuai dengan usianya, dan tertinggal kemampuan kognitifnya. Stunting tidak semata-mata akibat kurang gizi tapi juga karena air minum dan makanan yang dikonsumsi tercemar bakteri jahat akibat dari kondisi lingkungan dan sanitasi yang buruk atau tidak sehat.
Pada tahun 2022, berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) Kementerian Kesehatan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Angka tersebut masih berada di atas standar WHO 20%. Secara khusus, di tahun yang sama, prevalensi stunting di Sulawesi Selatan mencapai 27,2%. Provinsi ini menduduki peringkat ke-10 prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia. Tingginya tingkat stunting di Indonesia menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2% sampai 3% dari PDB atau mencapai Rp 300 triliun per tahun.
Sementara itu berdasarkan data BPS, tingkat sanitasi aman di Indonesia, pada tahun 2022 masih 7 persen atau dengan kata lain masih ada 93 persen sanitasi yang tidak aman. Ini mengindikasikan tingginya tingkat pemakaian jamban kakus di rumah-rumah di Indonesia yang masih belum kedap air atau belum sesuai SNI dan limbah tinjanya tidak disedot secara rutin per tiga tahun sekali.
Karena tingginya tingkat sanitasi buruk tersebut, pada tahun 2022, berdasarkan studi Kementerian Kesehatan Indonesia, hampir 70 persen sumber air minum di Indonesia tercemar bakteri E.coli dari feses atau tinja. Tingginya anak-anak yang menderita penyakit diare dan mengalami stunting tentu saja sangat berkaitan dengan tingkat pencemaran yang tinggi ini, karena mereka tiap hari mengkonsumsi air yang tercemari air tinja tersebut.
Untuk mewujudkan sanitasi aman di Indonesia, ternyata masih banyak tantangan, salah satunya adalah belum optimalnya layanan air limbah domestik atau penyedotan air lumpur tinja dari tangki septik di rumah-rumah. Penyedotan lumpur tinja dari tangki septik harus dikerjakan secara regular sekali dalam 3 atau 5 tahun. Selain karena kurang sosialisasi program layanan penyedotan lumpur tinja terjadwal dan belum optimalnya layanan air limbah domestik juga disebabkan oleh IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) yang telah dibangun di daerah banyak yang tidak difungsikan secara optimal, seperti yang terjadi di kabupaten Wajo. Padahal keberfungsian IPLT secara optimal menjadi indikator utama terlaksananya pengelolaan sanitasi aman (safely managed sanitation) di suatu daerah.
IPLT merupakan subsistem terakhir tempat mengolah lumpur tinja yang disedot dari tangki septik di rumah tangga lalu dibuang ke lingkungan setelah dipastikan aman. Melalui proses yang dikerjakan secara aman itulah sehingga air lumpur tinja yang mengandung bakteri E-colli tidak mencemari air tanah atau air minum. Dengan demikian menangani air lumpur tinja merupakan upaya paling awal mencegah berbagai penyakit termasuk stunting anak.
Membenahi IPLT yang Terbengkalai
IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) Wajo dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2016 dan selesai tahun 2017 dengan dana kurang lebih 4 miliar diambil dari APBN. IPLT ini menampung lumpur tinja kurang lebih 27 kubik per hari. Namun sayangnya, semenjak selesai pembangunannya sampai pertengahan tahun 2023, IPLT ini terbengkalai tidak digunakan dengan optimal. Karena lama terbengkalai, akhirnya dimana-mana ditumbuhi ilalang. Pagar untuk melindunginya bahkan hilang dipreteli maling. Kolam-kolamnya kotor, sebagian banyak menampung sampah plastik karena area IPLT bersebelahan langsung dengan tempat pembuangan akhir sampah daerah.
Karena belum difungsikan secara optimal, bisa dipastikan penyedotan air lumpur tinja selama ini juga belum terlaksana secara berkelanjutan. Ataupun kalau dilakukan, air lumpur tinjanya tidak diolah sesuai SOP pengolahan di IPLT.
Di lain pihak, kementerian PUPR telah memberikan paket bantuan tangki septik (kedap berstandar SNI) ke masyarakat Kabupaten Wajo untuk 35 rumah tangga masing-masing di 11 desa pada tahun 2023, 50 rumah tangga di masing-masing 16 desa pada tahun 2022, dan 50 rumah tangga masing-masing untuk 5 desa pada tahun 202. Pembagian tangki septik ini bertujuan untuk menjadikan seluruh masyarakat mencapai sanitasi layak dan aman.
Konsekuensi dari hibah tangki septik tersebut yakni keharusan bagi pemilik rumah tangga penerima menjadi pelanggan program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2) sekali dalam tiga tahun atau layanan L2T3 (Layanan Lumpur Tinja Tidak Terjadwal). Jika kedua program tersebut ingin terlaksana dengan baik maka secara otomatis IPLT harus difungsikan secara optimal.
Menurut Djoko Sugiharto, Konsultan Ahli IPALD Nasional, Kalau tidak disedot secara rutin minimal tiga tahun sekali, air tinja yang tertampung di tangki septik akan merembes ke sumur-sumur masyarakat yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air minum sehari-hari mereka. Hal ini akan sangat berbahaya, karena air tinja mengandung bakteri E-colli yang bisa menyebabkan penyakit seperti diare, sakit perut, radang selaput otak, stunting, dan lain-lain. Dengan demikian, IPLT yang terbengkalai ini sudah harus bisa berfungsi dengan baik tahun 2023 ini, saat tangki septik yang dihibahkan di tahun 2020 lumpur tinjanya sudah waktunya harus disedot.
Menurut bapak Ahmadi, Sekretaris Dinas PUPR daerah Wajo, ada beberapa penyebab terbengkalainya IPLT Wajo ini antara lain: IPLT dibangun tanpa diikuti dengan penyiapan SDM yang handal di bidangnya oleh pemerintah pusat. Kelembagaan UPT PALD dibentuk tahun 2020 saat diserahkan ke Dinas PUPR, yang sebelumnya IPLT satu unit di bawah Dinas Lingkungan Hidup.
Selain masalah IPLT yang harus segera difungsikan kembali, ada beberapa tantangan lain yang dihadapi Pemda Wajo dalam mengatasi masalah sanitasi; saat ini Pemda hanya memiliki satu truk penyedot tinja. Padahal jumlah penduduk Kabupaten Wajo 400 ribu jiwa, dengan jumlah rumah tangga kurang lebih 100 ribu (data BPS). Tantangan lain adalah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya secara periodik menyedot tinja dari tangki septik mereka masih sangat minim. “Rata-rata UPTD PALD cuma melakukan 16 kali penyedotan per tahun. Untuk mencapai tingkat sanitasi aman, sosialisasi pentingnya melakukan penyedotan secara rutin kepada masyarakat sangat perlu dilakukan segera,” ujar Andi Pameneri, Kepala Dinas PUPR Wajo.
Namun, dari sisi regulasi pengoperasian UPT PALD sudah lebih siap karena Kabupaten Wajo telah menerbitkan tiga regulasi daerah yang bisa menjamin keberlanjutan pengelolaan air limbah domestik: (1) Peraturan Daerah Kabupaten Wajo No. 3 tahun 2012 tentang Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; (2) Peraturan Daerah Kabupaten Wajo No. 14 tahun 2021 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik; dan (3) Peraturan Bupati No. 98 tentang 2021 tentang SOTK Pengelola Air Limbah Domestik Dinas PUPR.
Intervensi Pendampingan Penguatan Kelembagaan dan SDM
Rangkaian kegiatan pendampingan melalui kerja sama Pokja AMPL/PPAS provinsi, UNICEF, dan Yayasan BaKTI yang akan dilaksanakan ke depan diharapkan dapat berkontribusi terhadap performa manajemen UPT PALD, penyediaan data pelanggan, dan khususnya pengoperasian penyedotan lumpur tinja, pengangkutan, dan pengolahan di IPLT sesuai dengan SOP masing-masing.
Kegiatan yang awal yang dilaksanakan adalah Workshop Pendampingan Penyelenggaraan Sanitasi Aman: Pengelolaan Air Limbah Domestik di Hotel Sallo, Kabupaten Wajo, 20-22 Juli. 2023. Kegiatan berlangsung tiga hari. Pemaparan dan elaborasi materi di kelas selama dua hari, dan sehari di luar kelas pada hari ketiga dengan kegiatan pengamatan dan praktik penyedotan tangki septik di rumah tangga yang dilanjutkan dengan kegiatan pengamatan di area pengolahan lumpur tinja di IPLT. Peserta yang ikut sebanyak 25 orang; 2 orang dari Bappelitbangda, 8 orang dari Dinas PUPR, dan 15 orang dari UPTD PAL. Mereka didampingi oleh tiga narasumber pelatih: Joko Sugiharto Konsultan Ahli Nasional IPALD, Muhammad Arif Konsultan PALD Makassar, dan Niswaryadi Sadiq, Kementerian PUPR-BPPW Sulawesi Selatan
Luaran dari kegiatan pendampingan awal mencakup: review regulasi PALD, hasil revisi SOP admin layanan air limbah domestik, dan SOP teknis, kesepahaman fungsi dan peran regulator dan operator, penyiapan data base pelanggan dan calon pelanggan penyedotan lumpur tinja program L2T3 dan L2T2, rekomendasi perbaikan teknis sejumlah komponen di IPLT dan perangkat yang dibutuhkan.
Kepala Dinas PUPR Andi Pameneri menyambut dengan sangat gembira pelatihan ini. “Pelatihan dan pendampingan ini sangat berguna bagi operator dan regulator IPTL untuk menambah pengetahuan dan menguatkan peran dan fungsi mereka masing-masing. Kami berharap akan ada pendampingan lebih jauh,” ujarnya.
Sejumlah agenda ke depan yang penting ditindaklanjuti oleh segenap stakeholder ALD Wajo khususnya, Dinas PUPR dan Bappelitbangda antara lain upaya perbaikan aspek pelayanan, aspek teknis dan operasional, penyediaan anggaran operasional, dan penguatan dan ketercukupan SDM dengan kualifikasi yang handal di bidangnya. ***