Puluhan kursi Brother biru dan merah tersusun rapi menunggu peserta datang. Satu persatu peserta dari perwakilan desa, kecamatan serta kabupaten memenuhi aula Hotel Anggrek Inn-Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya - Nusa Tenggara Timur. Waktu menunjukkan pukul 09:00 WITA sebanyak 68 orang peserta yang terdiri dari 10 perempuan dan 58 laki-laki memenuhi ruang pertemuan.
Hari Rabu, 9 Agustus 2023 dilaksanakan kegiatan Sosialisasi Program Pengembangan Penghidupan Masyarakat yang Inklusif di Perdesaan Kawasan Timur Indonesia atau yang disingkat Program BangKIT. Kabupaten Sumba Barat Daya bersama Kabupaten Seram Bagian Timur di Provinsi Maluku menjadi salah satu kabupaten lokasi intervensi program BangKIT yang didanai oleh Pemerintah Jepang dan diadministrasi oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Yayasan BaKTI.
Sumba Barat Daya adalah kabupaten di pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sumba Barat Daya atau yang disingkat SBD merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, dan dibentuk berdasarkan UU No.16 tahun 2007. Kabupaten SBD memiliki luas wilayah daratan sebesar 1.445,32 km² meliputi 11 (sebelas) wilayah Kecamatan yang terdiri dari 129 desa dan 2 (dua) kelurahan. Pada tahun 2022, jumlah penduduk kabupaten ini sebanyak 320.554 jiwa. Pusat pemerintahan berada di kecamatan Kota Tambolaka.
Sejumlah 40 desa telah ditetapkan sebagai lokasi implementasi Program BangKIT di SBD. Ke 40 desa tersebut dipilih sendiri oleh pemerintah Kabupaten SBD dengan kategori yang disusun oleh program BangKIT. Adapun tujuan dari kegiatan sosialisasi ini adalah untuk mengomunikasikan tujuan yang ingin dicapai, durasi, rencana pelaksanaan, pihak mana saja yang dilibatkan serta kegiatan yang akan dilaksanakan Program BangKIT kepada lebih banyak pihak di SBD.
Agenda pertama kegiatan sosialisasi Program BangKIT diawali dengan pembacaan doa. Dengan khidmat para peserta menundukkan wajah sejenak mengucap doa agar kegiatan sosialisasi dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana. Selanjutnya doa bersama diikuti dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Setelahnya, agenda dilanjutkan dengan sambutan dari Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI Muhammad Yusran Laitupa. Bapak Yusran mengawali sambutannya dengan mengucap terima kasih kepada Sekretaris Daerah Kabupaten SBD, Kepala Bapperida (Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah) kabupaten SBD dan terutama kepada seluruh undangan yang hadir. Selain memperkenalkan BaKTI dan fokus kerjanya, secara umum dijelaskan tentang Program BangKIT. Disampaikan bahwa Program BangKIT memiliki 2 komponen utama. Komponen pertama adalah pemberdayaan yang meliputi pengembangan penghidupan yang diawali dengan perencanaan, peningkatan kapasitas aparatur di level desa dan penguatan support system dari pemerintah daerah ke program di level desa. Sedangkan komponen kedua adalah terkait riset. Selama program ini berjalan selama itu pula dilakukan riset, yang hasilnya akan diserahkan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat -melalui Bank Dunia- sebagai rekomendasi untuk inisiasi program pengentasan kemiskinan dan peningkatan mata pencaharian.
Hadir memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi kegiatan sosialisasi, Sekertaris Daerah Kabupaten SBD, Bapak Fransiskus M. Adi Lalo, S.Sos. Sebelum memulai sambutan tidak lupa menyapa seluruh peserta yang menyempatkan waktu hadir pada kegiatan sosialisasi ini terutama kepada 40 pemerintah desa target Program BangKIT.
Beberapa poin penting yang dipaparkan Bapak Fransiskus pada kesempatan ini di antaranya terkait aspek penyebab kemiskinan ekstrim di SBD. Menurutnya, kemiskinan ekstrim yang terjadi di SBD di antaranya disebabkan oleh keterbatasan ruang fiskal di mana dana yang ada belum cukup untuk membiayai kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan, pendidikan dan sarana prasarana. Keterbatasan infrastruktur di SBD menurutnya membatasi peluang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kebutuhan vital seperti sarana air bersih, sarana penerangan pun terbatas. Keterbatasan sarana pendidikan menyebabkan literasi dan numerasi di SBD sangat rendah. Selain keterbatasan SDM, isu kesetaraan gender, ketahanan pangan dan gizi buruk, konflik sosial dan ketidakstabilan politik juga merupakan penyebab kemiskinan di SBD. Belum lagi terkait keterbatasan kemampuan SDM pemerintah daerah yang tidak kompetitif, penempatan ASN yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Sekretaris Daerah menghimbau semua pihak untuk bersinergi optimal dalam mendukung program BangKIT agar dapat berjalan baik dan berdampak positif untuk kepentingan masyarakat Loda Wee Maringngi Pada Wee Malala (tanah yang dingin dan terberkati). “Yayasan BaKTI datang bukan membawa ikan tapi membawa kail, bukan bawa uang tapi untuk memberdayakan masyarakat desa agar bisa kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan aset yang potensial agar dapat berdampak secara ekonomi” ucapnya mengakhiri sambutan.
Sambutan sekaligus pembukaan secara resmi oleh sekretaris daerah menjadi penanda berakhirnya rangkaian pembukaan kegiatan. Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi yang berturut-turut dibawakan oleh drh. Oktavianus Dapadesa, M.Si selaku Kepala Bapperida Kab. SBD, Semon Lende selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten SBD dan terakhir presentasi oleh Ricky Djodjobo sebagai Project Coordinator Program BangKIT.
Materi pertama dibawakan drh. Oktavianus Dapadesa, M.Si selaku Kepala Bapperida Kabupaten SBD berjudul Prioritas Program Kerja Pemerintah Daerah dalam Pengentasan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Menurut drh. Oktavianus, perbedaan antara kemiskinan dan kemiskinan ekstrim yakni kemiskinan lebih menggambarkan ketidak mampuan dalam pemenuhan kebutuhan pokok untuk bertahan hidup dan mengembangan hidup secara bermartabat, dalam hal ini lebih pada kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian dan rumah. Sedangkan kemiskinan Ekstrim selain tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga tidak bisa mengakses kebutuhan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Menanggapi perbedaan data kemiskinan antara BPS (Badan Pusat Statistik) dan Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kabupaten SBD, menurutnya hal ini disebabkan karena P3KE mengambil data kemiskinan dalam 4 kategori yaitu Desil 1-4, Miskin Ekstrim, Miskin, Rentan Miskin dan Hampir Miskin, sedangkan BPS hanya 1 kategori saja, yakni Miskin. Data kemiskinan ekstrim ini diinput melalui pendataan keluarga oleh BKKBN sedangkan data kemiskinan adalah produk BPS.
Selain mengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan dari pusat, Oktavianus menjelaskan bahwa pihak pemerintah kabupaten juga telah melakukan berbagai upaya. Upaya tersebut di antaranya ditunjukkan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan Pemerintah Kabupaten SBD dalam mendukung pengurangan beban pengeluaran masyarakat, diimplementasikan melalui beberapa program strategis di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, industri dan ketenagakerjaan. Kebijakan ini dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang menyasar masyarakat miskin. Namun pertanyaannya adalah mengapa kemiskinan ekstrim di SBD masih sangat tinggi? Menurutnya, hal ini disebabkan oleh 3 faktor yakni exclusion error yang tinggi, database masih bersifat sektoral dan political will -dalam hal ini terkait eksekusi kebijakan- yang belum optimal.
Mengakhiri materinya, Kepala Bapperida menyampaikan harapannya agar pemerintah desa dan kecamatan dapat betul-betul merespons secara positif Program BangKIT yang akan turun ke desa-desa dan saling bersinergi serta berkolaborasi dengan Yayasan BaKTI dalam implementasi program ini.
Pemaparan kedua tidak kalah informatifnya dengan materi pertama. Sebelum memulai pemaparannya yang berjudul Prioritas Penggunaan Dana Desa (Permendes PDTT No. 08 tahun 2022) dan Gambaran Umum Proses Perencanaan Pembangunan Desa, Bapak Semon Lende selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten SBD mengapresiasi seluruh peserta yang tetap serius menyimak materi meski hari sudah semakin siang.
Menurutnya, desa menjadi sebuah lokus terkecil yang menjadi perhatian karena desa ibaratnya kaum marginal, kaum yang terlupakan, kaum yang selalu tidak diingat tetapi saat tertentu desa selalu ditempatkan pada tempat yang paling depan.
Bila diakumulasi, Dana Desa yang telah dialokasikan kepada pemerintah desa sejak tahun 2015 hingga tahun 2023 sudah mencapai 1,6T. Namun demikian, Dana Desa ini masih belum memberi dampak positif bagi pembangunan manusia di tingkat desa, hal ini terlihat dari jumlah masyarakat miskin ekstrim dan jumlah stunting yang masih tinggi, ungkapnya. “Jika ingin perencanaan yang baik, hal pertama yang wajib dibuat oleh pemerintah desa yang baru adalah merevisi RPJMDes sesuai dengan visi misi politik saat mencalonkan diri, dengan berpayung pada RPJMD Kabupaten serta tetap mengacu pada 7 program strategis Kabupaten Sumba Barat Daya” saran Semon.
Berkaitan dengan proses perencanaan 40 desa yang menjadi target BangKIT, menurutnya masih ada proses perencanaan yang tidak berjalan dengan tepat. Bicara tentang perencanaan, yang harus melakukan perencanaan di tingkat dusun adalah Badan Permusyawatan Desa (BPD) dengan fasilitasi dari pemerintah desa selanjutnya dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Namun kenyataan di lapangan kolaborasi kedua lembaga tersebut belum berjalan dengan baik. Pemerintah desa selalu mengambil alih proses perencanaan. Masih ditemukan BPD yang tidak mengetahui fungsi dan tugasnya, padahal pada prinsipnya BPD punya peran penting sebagai lembaga yang menyelenggarakan perencanaan, menjalankan fungsi pengawasan dan fungsi evaluasi di tingkat desa. Terlebih, dari 40 desa target masih ada RPJMDes yang penyusunannya hanya copy paste dari desa lain.
Di akhir presentasinya beliau juga mengajak para kepala desa yang masa jabatannya akan segera berakhir pada Desember 2023 untuk memberikan dukungan kepada siapapun pejabat yang akan menggantikan, agar Program BangKIT di desa masing-masing dapat terlaksana dengan baik.
Tibalah peserta pada materi inti terkait sosialisasi Program BangKIT yang diampu oleh Bapak Ricky Djodjobo selaku Project Coordinator. Di sesi ini, dijelaskan bahwa Program BangKIT adalah program pengembangan penghidupan masyarakat di perdesaan yang bertujuan membantu masyarakat belajar mengembangkan penghidupan yang ada di desa atau di sekitar masyarakat desa sendiri secara inklusif dan partisipatif. Program diimplementasikan melalui upaya peningkatkan kualitas dari apa yang sudah dikerjakan selama ini dengan mengintegrasikannya ke dalam sistem perencanaan pembangunan desa. Menurutnya, perlu diketahui bahwa Perencanaan desa bisa keliru jika dianggap sebagai cara atau alat tukar untuk mendapatkan/mengakses Dana Desa. Ketika hal tersebut terjadi maka akan sulit untuk melihat mana keinginan dan mana kebutuhan karena tidak adanya identifikasi permasalahan (akibat perencanaan desa yang copy paste dari desa lain).
Dijelaskan Pak Ricky, dalam banyak praktik di tingkat desa, ketika anggaran telah digunakan dan direalisasikan maka itu sudah dianggap berhasil. Yang diukur hanya apakah anggaran yang terserap sudah sesuai dengan rencana atau tidak. Namun, hal ini dapat dihindari jika dilakukan evaluasi berkala agar dalam proses perencanaan tidak mengulang hal yang sama yang tidak menyelesaikan persoalan yang ada. Program BangKIT hadir di SBD untuk membantu pemerintah dan masyarakat desa dalam meningkatkan upaya-upaya penghidupan melalui mekanisme perencanaan yang berbasis masyarakat yang partisipatif dan terintegrasi dengan sistem perencanaan desa.
Tidak lengkap jika pemaparan tidak memberi ruang kepada peserta untuk berdiskusi dan menyampaikan saran serta pertanyaan. Sebagai sesi akhir dari kegiatan sosialisasi ini, Adela Gultom -District Coordinator Program BangKIT SBD- yang bertindak sebagai moderator memandu sesi diskusi sore itu. Peserta yang antusias mengangkat tangan, ada yang dari pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan juga dari media. Secara umum, pertanyaan dari pemerintah kecamatan dan desa terkait proses perencanaan desa yang selama ini menurut mereka belum cukup baik dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan pelibatan BPD dan aparat desa yang belum maksimal. Banyaknya regulasi atau aturan terkait pengelolaan dana desa, proses monitoring dan evaluasi yang belum optimal, dan usulan-usulan yang belum terealisasi.
Bergantian, Kepala Bapperida dan Program Coordinator BangKIT merespons pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menurut Bapak drh. Oktavianus Dapadesa, proses perencanaan terkadang belum terintegrasi secara utuh dalam satu sistem perencanaan nasional. Secara reguler proses ini sudah diikuti oleh Bapperida -sebagai perencana dan pengendali program daerah-, hanya saja dalam regulasi peran Bapperida tidak ada. Dalam kasus tersebut, lebih kepada kewenangan BPMPD, sementara yang berperan dalam pengendalian adalah camat dan BPMPD. Poin penting dalam proses penyusunan RPJMDesa adalah arah kebijakan dan program prioritas desa dapat bermuara pada kegiatan prioritas sehingga Musrenbang cukup dilakukan 5 tahun sekali. Desa selain sebagai pemerintah yang menyusun perencanaan makro, juga menyusun perencanaan teknis. Ke depannya pemerintah kabupaten juga harus diinformasikan mengenai hasil Musrembangdes.
Persoalan lainnya adalah karena program perencanaan di desa tidak terintegrasi pada sistem perencanaan reguler pemerintah daerah. Desa perlu berkoordinasi dengan Bapperida sebelum melakukan Musrenbang. Saat berkoordinasi, Pemdes bisa meminta dokumen Rencana Kerja Perangkat Daerah karena dokumen ini merupakan bingkai kerja dari perangkat daerah. Terkait usulan yang belum disetujui hal ini juga terkait pembatasan fiskal, karena daerah tidak bisa melakukan sebuah kegiatan yang tidak mampu dibiayai.
Menambahkan penjelasan kepala Bapperida, menurut Pak Ricky salah satu bagian dari Program BangKIT adalah penguatan tim perencana desa dan BPD dengan harapan mereka juga paham tentang perencanaan desa, bukan sebagai pelengkap saja.
Terkait pertanyaan dari media mengenai mengapa desa intervensi hanya 40 dari 129 desa, dijelaskan bahwa Program BangKIT memiliki keterbatasan dari sisi tenaga, waktu dan juga dana. Oleh sebab itu Yayasan BaKTI sudah melatih mitra terkait yang ada di dalam anggota forum BangKIT Kabupaten agar ada penyebaran pengetahuan sehingga kabupaten memiliki kemampuan dan sumber daya untuk menyebarluaskan ke desa lainnya.
Selain mengapresiasi kehadiran BangKIT di SBD, pemerintah desa dan kecamatan meletakkan harapan besar pada program ini. Harapannya ada perubahan dalam proses perencanaan desa dimana suara masyarakat miskin dan rentan bisa didengar dan diakomodasi sehingga dapat meningkatkan penghidupan masyarakat desa.
Sebelum mengakhiri kegiatan sosialisasi sore itu, beberapa poin rekomendasi dihasilkan di antaranya adalah perlu ada pembenahan data di desa, karena data menjadi titik pijak perencanaan. Perencanaan harus menyasar masyarakat miskin, marginal, perlu menyusun perencanaan yang lebih terpadu dan kolaboratif (tidak bersifat sektoral), perlu meningkatkan kerja sama antara swasta, NGO dan pemerintah. Menghimbau pemerintah desa untuk menjadikan data P3KE sebagai basis data dalam penyaluran bantuan di desa.
Rekomendasi terkait desa di antaranya adalah kepala desa yang habis masa jabatannya harus menyampaikan kepada pejabat selanjutnya untuk mendukung Program BangKIT yang ada di desa. Desa-desa dampingan Program BangKIT harus membuka diri untuk bekerja sama dengan Yayasan BaKTI, tenaga ahli, pendamping desa, pendamping lokal desa untuk bersama-sama membangun desa dalam memperbaiki proses perencanaan sehingga dapat menjadi pilot project program.
Sosialisasi hanya langkah awal kegiatan, selanjutnya serangkaian kegiatan akan dilaksanakan oleh tim BangKIT SBD. Agenda terdekat adalah sosialisasi program BangKIT tingkat desa yang dilakukan di 40 desa dampingan.
Kegiatan yang di mulai pukul 09:00 pagi dan berakhir sore pukul 15:00 diakhiri dengan sesi foto bersama oleh seluruh peserta. Dengan mengacungkan tangan yang terkepal, seluruh peserta sepakat untuk bekerja bersama-sama demi peningkatan penghidupan perdesaan dalam bingkai program BangKIT.