Membincang Inklusivitas di Festival Media Makassar
Penulis : Halia Asriyani

Membincang inklusivitas di ruang publik berarti membahas upaya menciptakan ruang fisik dan emosional yang menerima semua individu, tanpa membedakan latar belakang. Dengan begitu setiap orang dapat merasa aman, diterima dan memiliki akses yang setara terhadap kesempatan dan layanan. Ruang publik yang inklusif menjadi kunci terwujudnya masyarakat yang adil dan setara, sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.

Di Makassar, isu inklusi sosial juga menjadi satu hal yang memerlukan perhatian seluruh pihak. Karena itu, melalui Festival Media yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), isu inklusivitas ini dibumikan dalam tiga sesi ruang diskusi. Diskusi yang berlangsung pada 12-14 September 2025 ini dilaksanakan di Benteng Rotterdam Makassar, yang juga menjadi pusat lokasi pelaksanaan Festival Media Makassar.

 

Diskusi Inspirasi BaKTI

Diskusi Inspirasi BaKTI dilaksanakan pada 12 September 2025. Diskusi bertema “Kelompok Rentan dan Perubahan Iklim” ini menghadirkan Nirwan Dessibali, Direktur Yayasan Konservasi Laut dan Rahma Amin, Jurnalis. Diskusi ini dimoderatori Putri Ayu Lestari, pengurus AJI Makassar.

Diskusi kali ini menyelami persoalan yang paling mendesak saat ini, tetapi juga yang paling sepi dari perhatian publik. Bagaimana perubahan dampak iklim terhadap kelompok rentan, yang mana kelompok rentan dalam perubahan iklim itu yang paling pertama mendapatkan dampaknya, tetapi juga yang paling terakhir mendapatkan penanganan atau perlindungan.

Dalam diskusi ini, kelompok rentan seperti perempuan, anak kecil, lansia dan penyintas bencana lainnya, dibahas di tengah tekanan terhadap lingkungan dan tatanan sosial saat ini. Mereka memperoleh dampak yang berlapis. Mulai dari kehilangan sumber kehidupan, ruang hidup, juga kerap kali suaranya ditenggelamkan sehingga mereka tidak mendapatkan ruang untuk mendapatkan hak-haknya.

Beberapa catatan penting dari diskusi ini antara lain dampak perubahan iklim yang terjadi di pesisir dan pulau kecil. Pertama, pemutihan dan kematian massal terumbu karang, naiknya permukaan air laut, abrasi pulau, banjir rutin di pulau-pulau kecil, serta hilangnya sumber daya ikan yang mengancam ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat. Perubahan pola musim membuat penangkapan ikan sulit diprediksi, memperburuk kerentanan nelayan dan masyarakat pulau.

Poin kedua adalah kerentanan kelompok perempuan dan masyarakat pulau. Perempuan di pulau memikul beban ganda, mengurus rumah tangga sekaligus mengelola ekonomi keluarga, tetapi jarang terlibat dalam pengambilan keputusan pembangunan. Minimnya layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas transportasi memperparah kerentanan, terutama bagi ibu hamil, difabel, dan lansia. Kasus pernikahan dini juga banyak terjadi karena keterbatasan akses pendidikan dan aktivitas produktif.

Poin berikutnya adalah praktik adaptasi dan konservasi berbasis komunitas. Inisiatif lokal seperti sistem “Buka Tutup Gurita” dan pelestarian mangrove di Lantebung terbukti membantu memulihkan ekosistem laut, meningkatkan pendapatan nelayan, dan mengurangi risiko banjir. Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas itu efektif untuk membangun ketahanan terhadap perubahan iklim. 

Peran media dan tantangan pemberitaan isu iklim juga menjadi salah satu poin penting. Media diharapkan mengedukasi publik dan menjadi saluran suara kelompok rentan, tetapi liputan cenderung dangkal, fokus pada peristiwa dan kurang mengangkat analisis mendalam serta solusi. Hambatan politik redaksi, kepentingan pemilik media, minimnya pelatihan jurnalis dan rendahnya kesejahteraan wartawan membuat isu lingkungan dan hak masyarakat marginal sulit mendapat sorotan yang memadai.

Terakhir adalah  rekomendasi kolaborasi dan penguatan kapasitas. Diskusi ini menekankan perlunya kolaborasi antar lembaga, media dan komunitas lokal untuk liputan yang lebih inklusif dan advokatif. Jurnalis daerah perlu pelatihan intensif agar dapat mengangkat isu iklim dari perspektif lokal. Media juga disarankan menyederhanakan bahasa liputan, memperbanyak cerita adaptasi dan memiliki kebijakan internal untuk mendukung liputan inklusif dan berkelanjutan tentang perubahan iklim.

 Diskusi Buku Menuju Masyarakat Inklusif

Buku berjudul Menuju Masyarakat Inklusif disusun oleh Program INKLUSI-BaKTI. Buku ini berisikan tulisan-tulisan perubahan dan pembelajaran dari Program INKLUSI-BaKTI sepanjang tahun 2022-2023 yang ditulis oleh mitra program yang ada di tujuh kabupaten/kota yaitu Maros, Parepare, Tana Toraja, Kendari, Kupang, Ambon dan Lombok Timur. Kegiatan diskusi buku ini berlangsung pada 13 September 2025. 

Narasumber dalam diskusi ini adalah Judy Rahardjo seorang aktivis Ornop senior dan Sasti Gotama, seorang penulis yang bermukim di Surabaya. Diskusi Buku dimoderatori oleh Alicya Qadriyyah Ramadhany Yaras dari AJI Makassar.

Buku Menuju Masyarakat Inklusif Yayasan BaKTI yang memproduksi dan memberikan banyak pengetahuan, termasuk memproduksi pengetahuan dengan program-programnya. Ini tidak mudah dilakukan karena membutuhkan kerja yang lebih serius dan kerja keras. Produksi pengetahuan, seperti penulisan dan penerbitan buku adalah kerja intelektual atau cendekiawan, bukan asal kerja. Sekarang ada Artificial Intelligence (AI) yang bisa melakukan kerja seperti ini, tapi AI itu pengumpulan data dan informasi dari mana-mana. AI tidak bisa membuat buku seperti ini, karena ini dilakukan dengan pencatatan di lapangan.

Sasti Gotama sendiri menceritakan pengalamannya bekerja sebagai dokter di Puskesmas dan pernah mengalami masalah-masalah seperti yang ditulis di dalam buku Menuju Masyarakat Inklusif. “Ada banyak pembelajaran di dalam buku ini. Banyak sekali persoalan yang dihadapi di lapangan, seperti di dalam buku ini, dan ada jalan keluarnya yang dijelaskan di dalam buku. Ini menarik dan sangat baik. Kalau semua program, baik pemerintah, LSM, atau perusahan mencatat seperti ini, tentu akan sangat baik.” Ungkapnya.

Workshop Jurnalisme Berperspektif GEDSI

Isu gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) merupakan salah satu aspek penting dalam praktik jurnalisme yang beretika, adil dan berperspektif hak asasi manusia. Media memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik dan memengaruhi cara masyarakat mempersepsikan kelompok rentan, perempuan, anak, difabel, serta masyarakat adat dan minoritas lainnya.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia berupaya meningkatkan kapasitas jurnalis dan pegiat media bekerja sama dengan Yayasan BaKTI menyelenggarakan workshop dalam Festival Media 2025. Workshop tersebut bertajuk  “Menulis dengan Merangkul: Panduan Menulis Berperspektif GEDSI.”

Workshop ini berlangsung pada 14 September 2025. Dimulai dengan pemaparan tentang pentingnya menulis dengan perspektif GEDSI. Dalam workshop ini, Kamaruddin Azis dan Sunarti Sain, Pegiat Media dan Jurnalis berbagi pengalaman dalam mengelola media berbasis warga serta bagaimana media tersebut dapat menjadi corong bagi isu-isu inklusi sosial. Mereka juga menekankan pentingnya pemilihan kata, pembingkaian cerita, serta keseimbangan narasumber dalam liputan isu GEDSI. Selain itu, mereka juga memberikan pandangan dari perspektif jurnalis terkait praktik dan tantangan yang dihadapi media dalam menegakkan standar jurnalisme berperspektif GEDSI.

Materi inti yang disampaikan dalam merujuk pada panduan Yayasan BaKTI yang menguraikan hal-hal yang dianjurkan dan yang harus dihindari oleh jurnalis mencakup isu kesetaraan gender, lilitas, anak, kelompok rentan dan termarjinalkan, serta praktik inklusif umum.

Dalam workshop ini peserta diharapkan dapat memahami prinsip dasar liputan GEDSI, termasuk penggunaan bahasa yang adil dan tidak diskriminatif. Peserta pun dapat memahami apa yang dapat dan tidak dapat diterapkan diterapkan dalam kerja jurnalistik sesuai Panduan Menulis Berperspektif GEDSI yang diproduksi Yayasan BaKTI melalui Program INKLUSI-BaKTI.

Diharapkan pula dari workshop ini adalah tumbuhnya kesadaran bahwa media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dalam melawan stigma dan diskriminasi. Serta terbangun jejaring antar jurnalis dan media untuk terus memperkuat pemberitaan berperspektif inklusi.

Rangkaian kegiatan ini terlaksana berkat kolaborasi AJI Indonesia, Yayasan BaKTI, serta dukungan Program INKLUSI. Harapannya, ke depan semakin banyak ruang untuk membincang isu inklusivitas sehingga semua orang dapat semakin menyadari bahwa tidak ada satupun kelompok yang boleh tertinggal dalam pembangunan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.