Karena Pembangunan Punya Ruang untuk Semua
Penulis : Sumarni Arianto

Sebagai salah satu upaya memastikan pembangunan yang berkeadilan untuk semua khususnya pada penyandang disabilitas, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjuk satu staf khusus yang membidangi disabilitas. Adalah Dinna Noach, perempuan berusia 26 tahun dengan latar belakang aktivis disabilitas yang dipilih mengampuh posisi ini.

Saat pertama kali ditunjuk, ia masih kuliah semester 6 di salah satu perguruan tinggi di Kupang. Ia mengikuti lomba karya tulis ilmiah yang dilaksanakan oleh Bank NTT. Tujuan ia mengikuti lomba ini adalah untuk mengadvokasi bank-bank supaya lebih inklusif dalam hal fasilitas layanan yang diberikan kepada nasabah. Selama ini Dinna menemukan fakta bahwa fasilitas seperti ATM belum dapat mengakomodasi kebutuhan akses untuk penyandang disabilitas, seperti tidak ada bidang miring untuk pengguna kursi roda, atau kruk, bahkan untuk Dinna sendiri sebagai penyandang disabilitas, ia kesulitan menjangkau keyboard ATM karena terlalu tinggi baginya. 

Dinna berhasil menyabet juara ke 3 dalam lomba ini. “Awalnya saya menargetkan untuk mendapatkan juara 1 agar bisa menjadi duta bank NTT, supaya advokasi bisa lebih luas” ungkap Dinna. Penyerahan hadiah diberikan langsung oleh gubernur NTT Victor Laiskodat. “Karena saya disabilitas sendiri dan perwakilan perguruan tinggi, saya diberi kesempatan untuk berbicara di depan hadirin untuk menceritakan motivasi saya ikut lomba menulis hingga bisa menjadi juara” cerita Dinna. Di momen inilah awal ia berinteraksi dan mendapat perhatian Gubernur NTT hingga langsung “dipinang” untuk menduduki posisi staf khusus bidang disabilitas.

Ia mulai aktif bekerja untuk isu disabilitas sejak tahun 2013, meski waktu itu belum dilirik oleh pemerintah. Motivasi Dinna, ia ingin membuktikan bahwa ketika disabilitas diberikan kesempatan yang sama mereka juga bisa berprestasi meski selama ini orang hanya lihat sebelah mata. 

Selama ini ketika kita berbicara tentang disabilitas masih banyak sekali stigma yang ada di masyarakat, seperti penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa, bahwa penyandang disabilitas adalah 'beban' dan banyak stigma lainnya, tapi stigma ini bisa dipatahkan Dinna ketika diberi kesempatan. Dinna mendapatkan penghargaan dan juga diangkat menjadi Staf Khusus Gubernur pada tahun 2019. Tahun ini sudah masuk tahun ke 4 Dinna menduduki posisi ini.

Saat Dinna diminta untuk menjadi Staf Khusus Gubernur, awalnya ia belum merasa percaya diri, disamping karena waktu itu ia masih tercatat sebagai mahasiswi dan baginya dunia pemerintahan adalah dunia yang masih baru. Berkat dorongan dari teman-teman dan lingkungannya akhirnya ia menerima tawaran itu dan menganggapnya sebagai jalan tuhan agar ia bisa menjadi jembatan antara pemerintah dan juga teman-teman disabilitas supaya hak-hak mereka bisa lebih diprioritaskan. 
Ia menanyakan perihal apa saja tugasnya nanti, dijelaskakan bahwa ia menjadi staf khusus bidang disabilitas agar setiap program pemerintah dapat mengakomodir dan melibatkan teman-teman disabilitas sehingga kebutuhan mereka terpenuhi dengan kata lain isu disabilitas dapat diarus utamakan dalam program pemerintah NTT.

Diceritakan Dinna, sebelum ia menjadi Staf Khusus, sangat sulit untuk dapat berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pemerintah, hal ini disebabkan karena mereka belum memiliki pemahaman yang memadai terkait isu disabilitas. “Mereka belum menjadikan isu disabilitas sebagai prioritas, jadi ketika ada staf khusus yang membidangi, kita seperti punya power tersendiri yang memungkinkan kita bisa memfasilitasi orang-orang di pemerintahan” ungkap Dinna. Salah satu contoh yang disebutkan Dinna pada saat penyusunan Peraturan Gubernur terkait Disabilitas, prosesnya sempat mandek tidak berjalan, tetapi ketika ada staf khusus yang menjembatani, proses kemudian berjalan lagi.

Hal pertama yang dilakukan Dinna saat memulai kerjanya sebagai staf khusus adalah membuat profil organisasi disabilitas yang ada di NTT. Buku profil ini berisi semua informasi mengenai organisasi-organisasi disabilitas yang ada di NTT, sehingga ketika pemerintah ingin bekerjasama terkait program yang melibatkan penyandang disabilitas, mereka bisa melihat dari profil tersebut.

Dinas Sosial Provinsi NTT Tahun 2020, mencatat jumlah penyandang disabilitas di NTT sebanyak 8.081 orang. Dan jumlah penyebarannya merata di 22 kabupaten/kota. Untuk data tahun 2022 belum terupdate, harapannya dengan berkolaborasi dengan banyak pihak dapat mendata ulang penyandang disabilitas. Angka pastinya sendiri diyakini lebih dari itu. 
Di tahun 2016, Gubernur yang kala itu dijabat oleh Frans Lebu Raya mencanangkan NTT sebagai provinsi pendidikan yang inklusi. Saat itu Dinna belum tergabung sebagai staf khusus, namun tahun 2014 ia memiliki program terkait pendidikan inklusi yang berkolaborasi dengan berbagai sekolah-sekolah inklusi. Kegiatannya adalah melatih guru-guru supaya mereka bisa mengajar anak dengan disabilitas. Menurutnya, hingga saat ini pendidikan inklusi masih menjadi hal yang perlu diadvokasi lebih, karena sebagian orang masih memiliki pemahaman bahwa penyandang disabilitas harus bersekolah di SLB (sekolah luar biasa) sehingga pemerintah lebih banyak membuka SLB. 

Saat Dinna ditunjuk sebagai staf khusus yang membidangi disabilitas, proses penyusunan Perda disabilitas NTT sedang berjalan. Ketika ia bergabung dengan membawa perspektif disabilitas yang mumpuni, prosesnya kemudian berjalan lebih cepat.  Saat ini tahapannya sudah pada proses finalisasi. “Saat ini kami sedang fokus pada kebijakan untuk teman-teman disabilitas karena dalam kerja-kerja advokasi, kita harus mempunyai kebijakan yang kuat sehingga kita tidak sekedar berbicara tapi berdasarkan dengan kebijakan yang sudah ada” ungkap Dinna.

Peraturan Gubernur Nomor 68 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas telah dibuat, selanjutnya dibuat Peraturan Daerah Inisiatif DPRD Provinsi NTT No 6 Tahun 2022 tentang Pemberdayaan Penyandang Disabilitas. Dalam prosesnya Dinna mendorong pelibatan penyandang disabilitas. Berdasarkan data dari buku profil yang telah dibuat sebelumnya, penyandang disabilitas diikutkan dalam proses penyusunan karena seperti diketahui disabilitas memiliki keberagaman pun dengan kebutuhannya. “Kita dibantu oleh komisi 5 DPR sehingga Perda itu bisa disusun, saat ini sedang menunggu proses tandatangan dengan Gubernur” cerita Dinna.

Sebagai orang baru di pemerintahan dan juga seorang penyandang disabilitas, tentunya Dinna menghadapi beberapa tantangan di awal bergabung dengan tim Gubernur. Dinna bercerita bahwa tantangannya lebih kepada pemahaman orang-orang yang belum mengerti tentang disabilitas. Ketika ia baru masuk kantor tentunya ia harus punya meja yang sesuai, tapi karena problemnya masyarakat ketika akan menyediakan hak untuk disabilitas mereka tidak bertanya dan banyak berasumsi, maka akses yang diberikan tidak sesuai. “Sebenarnya untuk memberikan akses dan ruang bagi teman-teman disabilitas harus bertanya lebih dahulu kepada teman-teman disabilitas apa yang mereka butuhkan” kata Dinna. Pun dengan Dinna, ketika ia disediakan meja kerja, meja yang ada adalah meja dan kursi mini, seperti kursi di sekolah TK. Wastafel untuk cuci tangan juga tinggi tak terjangkau. Tetapi setelah diberi masukan, pihak kantor melakukan penyesuaian dengan membuat tangga sehingga Dinna bisa menjangkau ke wastafel, meja kursi kerja disesuaikan ukurannya dan di depan lift pun sudah disediakan kursi roda.
Dinna juga menjadikan isu layanan publik sebagai isu prioritas dimana penyandang disabilitas diberikan akses pada layanan publik yang ada di NTT. Salah satu layanan publik yang diadvokasi adalah terkait kepemilikan dokumen kependudukan. 
Untuk memiliki dokumen identitas bagi penyandang disabilitas di NTT masih menjadi tantangan, terlebih untuk disabilitas yang tinggal jauh di desa. Dinna mengatakan bahwa banyak di antara mereka yang tidak memiliki identitas diri seperti KTP, bahkan ada yang tidak tercatat dalam kartu keluarga karena orang tua sendiri tidak menganggap mereka keluarga. Setelah Perda dibuat, Dinna dan tim kemudian menyusun RADPD (Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas) terkait bagaimana menyediakan anggaran untuk teman-teman disabilitas, di dalam penyusunannya bekerjasama dengan semua sektor pemerintahan. 

Dispenduk (Dinas Kependudukan) Provinsi NTT sendiri ketika ada program mereka memprioritaskan disabilitas bahkan mereka mendatangi kantor desa, rumah penduduk untuk melakukan pendataaan berapa banyak penyandang disabilitas yang belum memiliki identitias diri. Pelayanan-pelayanan yang lain pun misalnya pelayanan publik di bandara atau di pelabuhan coba diadvokasi dengan bertemu pihak bandara, maskapai, pelabuhan dan dinas perhubungan agar disabilitas dapat memperoleh akses pelayanan yang inklusi selama menggunakan moda transportasi. 

Untuk sektor kesehatan, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan provinsi dan juga Dinas Kesehatan kota. Kedua instansi ini menurut Dinna sudah sangat membuka ruang kepada teman-teman disabilitas, misalnya saat pandemi teman-teman disabilitas difasilitasi untuk mendapatkan vaksin. 

Saat ini tercatat ada 23 organisasi yang bergerak di isu disabilitas, jumlah ini cukup besar dan bisa menjadi salah satu faktor pendorong kerja-kerja advokasi penyandang disabilitas di NTT. 

Salah satu aktivis dan akademisi yang giat bekerja dengan isu disabilitas pernah mengatakan bahwa perjuangan menuju inklusif, perjuangan kawan-kawan disabilitas menghadapi banyak medan peperangan. Sebagai aktivis yang memperjuangkan disabilitas, Dinna memilih bekerja dalam sistem dengan tergabung dalam tim pemerintahan. Selama bekerja banyak hal sudah Dinna lakukan, mulai dari pendataan, penyusunan Perda Disabilitas, Peraturan Gubernur, kerja-kerja advokasi di berbagai sektor khususnya pelayanan publik dan banyak lagi. 

Kedepannya Dinna berencana berkunjung ke setiap kabupaten yang ada di provinsi NTT untuk mendukung pemerintah daerah agar setiap kabupaten dapat memiliki kebijakan yang pro kepada teman-teman disabilitas sehingga keberadaan dan hak-hak disabilitas bisa dipenuhi. Selain itu ia juga akan tetap bekerja dengan berbagai pihak mulai dari pemerintahan maupun masyarakat umum. Harapannya disabilitas tidak dilihat lagi dari kacamata belas kasihan atau charity. “Yang kami butuhkan itu hanya kesempatan dan ruang yang sama seperti orang-orang non disabilitas” ungkap Dinna.
Dinna berharap disabilitas tidak lagi dikucilkan, tapi diberi ruang yang sama, diberikan support system dari orang-orang di sekitar mereka karena tanpa dukungan dari orang tua, teman, keluarga mereka akan semakin terpuruk. Mereka akan merasa tidak diterima, tidak diberi ruang. Mari mulai menghilangkan stigma di sekitar kita bahwa disabilitas itu orang yang tidak mampu, orang yang tidak berguna, aib dalam keluarga, dan lainnya.  

Dinna sebagai penyandang disabilitas bisa membuktikan bahwa dengan dipercaya sebagai staf khusus ia mampu melakukan banyak hal, memberikan peran yang lebih baik tentang bagaimana mendorong, bagaimana mengupayakan dan mengadvokasi sehingga ke depannya Nusa Tenggara Timur bisa menjadi salah satu contoh provinsi yang inklusif. 

Untuk informasi lebih jauh mengenai inisitaif ini dapat menghubungi:
Dinna Noach - Staf Khusus Gubernur NTT bidang Disabilitas
Email: dinna.noach@yahoo.com

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.