Program rintisan penyusunan kebijakan berbasis pengetahuan di Sulawesi Selatan dilaksanakan sejak Desember 2019 melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPELITBANGDA) Sulawesi Selatan yang bekerja sama dengan Yayasan BaKTI dengan dukungan dari program kerja sama pemerintah Indonesia dan Australia, Knowledge Sector Initiative (KSI). Program rintisan ini berhasil menunjukkan sebuah siklus penyusunan kebijakan berbasis bukti, dimana suatu agenda kebijakan prioritas daerah yang didukung melalui sebuah kajian terapan telah menjadi dasar penyusunan suatu kebijakan.
Sebagai organisasi yang fokus pada pertukaran pengetahuan, Yayasan BaKTI melalui Sekretariat Forum Kawasan Timur Indonesia berbagi pembelajaran serta praktik baik dari pelaksanaan program rintisan penyusunan kebijakan berbasis pengetahuan di Sulawesi Selatan melalui pertemuan Forum Kepala Bappeda Provinsi se Kawasan Timur Indonesia, pada tanggal 9 Desember 2021 secara daring. Forum Kepala Bappeda Provinsi Se-KTI terdiri atas Kepala Bappeda Provinsi dari dua belas provinsi di KTI. Forum ini berfokus pada usaha peningkatan koordinasi pembangunan antar-pemerintah provinsi juga antara pemerintah provinsi dan pemerintah nasional, serta untuk berbagi pengetahuan dan praktik baik khususnya dalam bidang perencanaan pembangunan. Forum ini dapat menjadi salah satu wadah pertukaran pengetahuan agar para pemangku kepentingan dan pelaku pembangunan di KTI, terutama yang bergerak di bidang perencanaan pembangunan daerah dapat saling belajar dan menyerap praktik baik dalam mewujudkan kebijakan berbasis pengetahuan.
Selain mengundang Bappeda provinsi se KTI, juga mengundang secara khusus bagian Kelitbangan provinsi. Beberapa provinsi di KTI, Balitbangda telah dilebur dan berada di bawah koordinasi Bappeda dan diberi nama Bappelitbangda, namun beberapa provinsi masih menjadi organisasi yang terpisah dan atau menjadi sub bagian di bawah Bappeda.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh akademisi, lembaga penelitian, LSM, dan mitra pembangunan internasional dengan sambutan pembukaan dari Ketua Pokja Forum KTI – Prof. Winarni Moanoarfa, Wakil Konsul Jenderal Australia di Makassar- Bapak Sam Upritchard dan Direktur Regional II BAPPENAS - Bapak Mohammad Roudo, ST, MPP, Ph.D. “Pertemuan ini membahas serangkaian tahapan penyusunan kebijakan berbasis bukti yang telah dilaksanakan secara kolaboratif dan lintas sektor oleh universitas, organisasi perangkat daerah (OPD), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait dalam program rintisan”, tutur Zusanna Gosal, Deputi Direktur Yayasan BaKTI, yang telah 14 tahun mengelola Forum Kepala BAPPEDA se-KTI sebagai sebuah forum pertukaran pengetahuan untuk efektivitas pembangunan kawasan timur Indonesia.
Dalam presentasi narasumber berjudul “Kolaborasi Multipihak Mewujudkan Kebijakan Berbasis Pengetahuan di Sulawesi Selatan” yang disampaikan oleh Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan Ir. A. Darmawan Bintang, MDevPlg, menekankan bagaimana pentingnya kerja sama dan melakukan uji coba dalam menyusun program kebijakan berbasis pengetahuan melalui sebuah tim kajian terapan. “Selama ini kita selalu berpikir bahwa hal-hal yang menjadi keputusan kebijakan biasanya didasarkan pada hal-hal yang menjadi asumsi. Namun dengan kebijakan berbasis pengetahuan, tentu tidak lagi berdasarkan asumsi-asumsi tapi berdasarkan hasil kajian kolaboratif multipihak” pungkas Darmawan Bintang.
Upaya mewujudkan kebijakan berbasis bukti dan berbasis pengetahuan, diawali dengan proses agenda setting yang melibatkan multi pihak. Hasil agenda setting mengidentifikasi kompleksitas isu tata kelola komoditas Sulawesi Selatan. Solusi strategis yang disepakati para pihak adalah kajian rantai nilai komoditas, dengan memilih komoditas sutra sebagai topik kajian dengan pertimbangan sektor persutraan di Sulawesi Selatan tengah mengalami penurunan, padahal sektor ini melekat erat pada budaya masyarakat Sulawesi Selatan dan mempunyai potensi manfaat yang luas dan beragam. Sutra pun telah menjadi salah satu sektor yang menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan Pemerintah Provinsi.
Berikutnya adalah persiapan kajian yang dengan pembentukan tim yang terdiri dari tim persiapan terdiri dari Yayasan BaKTI dan Bappelitbangda yang mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu, dalam rangka mengawasi jalannya penelitian agar tetap berada pada jalur-jalur yang telah ditetapkan dan telah disepakati sebelumnya dibentuklah Tim Pengawas dan Tim Pelaksana Kajian, Tim Pengendali Mutu (TPM) yang terdiri dari multi pihak dan multi pengetahuan merupakan gabungan dari Bappelitbangda, akademisi, dan LSM yang yang berperan memastikan bahwa kajian ini mempunyai kualitas sebagaimana diharapkan bersama, serta mengikuti langkah-langkah yang tertuang dalam Permendagri No. 17 Tahun 2016. Seperti ditetapkan melalui sidang TPM, sidang proposal kajian, sidang instrumen kajian, sidang hasil uji coba instrumen kajian, hingga sidang persetujuan pelaksanaan kajian.
Pada pelaksanaan kajian kolaborasi yang mengkaji beberapa aspek diantaranya ekonomi lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan sutra tersebut, bagaimana para pekerja bekerja dalam industri sutra yang berkaitan dengan gender, aspek sosial yang terlibat di dalam komoditas sutra ini, kemudian kebijakan dan kelembagaan, serta kajian ini juga memikirkan bagaimana sebenarnya pemberdayaan masyarakat dalam kesutraan yang ada di Sulawesi Selatan. Proses selanjutnya, TPM melakukan review kajian untuk memastikan bahwa semuanya telah sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya. Terakhir adalah pelaporan kajian yang ditindaklanjuti oleh pemerintah sebagai referensi dalam pengambilan keputusan kebijakan.
Proses advokasi dan formulasi kebijakan berupa Peraturan Gubernur (Pergub) Labelisasi Sutra Sulawesi Selatan berdasarkan hasil rekomendasi kajian rantai nilai sutra saat ini sudah ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Selatan. Proses penyusunan dan penyempurnaan dilakukan oleh tim penyusun Pergub Labelisasi Sutra Sulawesi Selatan yang terdiri dari multipihak. Sebelum ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Ranpergub ini telah diperiksa dan ditelaah oleh Kementerian Dalam Negeri. “Penyusunan Pergub Labelisasi Sutra ini dirumuskan bersama-sama oleh tim kerja yang beranggotakan Analis Kebijakan Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan, akademisi, dan dipimpin oleh Dinas Perindustrian Provinsi Sulawesi Selatan”, imbuh Zusanna Gosal.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah mereplikasi kajian kolaborasi rantai nilai sutra dengan mekanisme swakelola tipe 3 dengan pelaksanaan kajian kolaborasi rantai nilai komoditas talas satoimo dengan pendanaan APBD 2021. Pengkajian dilaksanakan oleh Yayasan Pilar Nusantara (PINUS) Sulawesi Selatan dengan pendekatan kolaborasi multipihak, yaitu Pemerintah, LSM dan akademisi. Replikasi ini menambah daftar LSM di Sulawesi Selatan yang mampu menjalankan kajian kolaborasi. BaKTI terlibat aktif mendampingi proses penyusunan proposal dan persiapan, hingga pelaksanaan kajian kolaborasi.
Kemudian yang kedua formalisasi kajian kolaborasi dalam bentuk juknis dan SOP Kelitbangan Pengkajian Kolaborasi telah dihasikan dan disahkan dengan SK Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini disadari sepenuhnya oleh Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan bahwa pendekatan pengkajian kolaborasi multipihak ini efektif. Pendekatan dan metodologinya ideal diterapkan pada semua OPD provinsi dan dapat direplikasi oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu, Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan sedang menginisiasi peningkatan status hukum Kelitbangan Pengkajian Kolaborasi menjadi Peraturan Gubernur. Seperti pada kajian sutra yang menghasilkan sebuah Peraturan Gubernur yang dapat menjadi acuan bagi keseluruhan instansi pemerintah adanya Peraturan Gubernur Penggunaan Label Pada Kain Motif Sutra Asli Sulawesi Selatan.
“Oleh karena sutra merupakan komoditas unggulan dan prioritas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka proses kajian disepakati dengan pendekatan kolaborasi multipihak, triple helix antara Pemerintah, akademisi dan LSM, yang memiliki latar belakang berbagai disiplin keilmuan”, ungkap Yvonne M. Salindeho, Analis Kebijakan Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan, yang menjadi salah satu sanggota Tim Pelaksana Kajian Rantai Nilai Sutra. Dalam program rintisan ini, keberagaman keilmuan diamini menunjang efektivitas pengkajian yang mendalami aspek penting yang berpengaruh terhadap rantai nilai komoditas sutra, antara lain perspektif kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI), livelihood (penghidupan yang berkelanjutan) - pemberdayaan masyarakat, kebijakan dan kelembagaan, ekonomi dan lingkungan.
Hasil kajian menunjukkan beragam bukti, betapa kompleks masalah industri persutraan alam di Sulawesi Selatan. Pada setiap rantai nilainya diidentifikasi tantangan yang berpotensi menghambat keberhasilan program ‘Mengembalikan Kejayaan Sutra’ yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai tindak lanjut hasil kajian rantai nilai sutra, program ini berupaya mendorong lahirnya regulasi di level provinsi sebagai upaya memastikan tata kelola industri sutra berjalan dalam koridor regulasi yang tepat.
Dalam sambutan Deputi Bidang Pengembangan Regional BAPPENAS yang disampaikan oleh Bapak Mohammad Roudo, ST, MPP, Ph.D – Direktur Regional II BAPPENAS, beliau mengharapkan Forum Kepala Bappeda se-Kawasan Timur Indonesia dapat menjadi forum berbagi pengalaman antar Bappeda dalam meningkatkan kapasitas penelitian dan inovasi daerah dengan pendekatan policy based evidence. Selain itu, pembelajaran kajian rantai nilai sutra di Provinsi Sulawesi Selatan ini diharapkan dapat direplikasi kembali baik bagi Provinsi Sulawesi Selatan di sektor lain, dan ini juga sudah dilakukan beberapa inisiasi maupun di Provinsi lainnya apabila memungkinkan di tingkat nasional. Terakhir, replikasi di daerah ini diharapkan dapat dilakukan untuk menjawab kebutuhan permasalahan yang ada di daerah agar tepat sasaran dan dapat meningkatkan kapasitas tata kelola serta daya saing daerah.
“Kalau dulu rantainya panjang mungkin karena pelakunya banyak sehingga nilai tambah yang diperoleh oleh pengrajin sedikit maka dengan memadainya rantai nilai, maka mungkin pendapatan dari pengrajin akan lebih besar. Jadi kajian itu meletakkan pondasi untuk berpikir secara terintegrasi dari hulu sampai hilir” ucap Drs.Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D., Direktur Tata Ruang & Penanganan Bencana Bappenas dalam tanggapannya pada pertemuan ini.
“Pendekatannya tidak hanya multi pihak tetapi juga multi pengetahuan mulai dari proses agenda setting untuk mengidentifikasi isu-isu prioritas yang dibutuhkan untuk kajian kebijakan hingga formasi tim pelaksana kajian dan tim pengendali mutu” ungkap Prof. Darmawan Salman – Tim Pengendali Mutu Kajian Rantai Nilai Sutra. Persiapan pelaksanaan kajian kolaborasi dan peran pengendali mutu yang sangat penting dalam memastikan kualitas hasil dari kajian yang dilakukan. Hasil kajian dengan bahasa ilmiah yang populer mudah dipahami prosesnya khususnya oleh pengambil kebijakan serta matriks rekomendasi kebijakan yang detail dan tentu aplikatif. Hal ini sangat penting di mana litbang menjadi fasilitator dari pelaksanaan kajian serta proses formulasi kebijakan yang dipimpin oleh OPD terkait dan keterlibatan aktif analis kebijakan, LSM dan juga akademisi. Disampaikan oleh Bappelitbangda, peran intermediary yang dijalankan oleh BaKTI sangat strategis dimana BaKTI menjadi teman diskusi dan berbagi, serta fasilitator, konektor dan quality control dari keseluruhan proses.