Isu pembahasan tentang perempuan sesungguhnya merupakan isu yang belum berujung untuk dibahas dan didiskusikan dalam berbagai bidang kajian, forum ilmiah, ruang kelas, serta dalam berbagai momen baik oleh individu ataupun kelompok organisasi pemerintah dan non-pemerintah. Namun sayangnya, pembahasan mengenai perempuan ini teryata masih lebih mengarah pada perempuan sebagai objek pemikiran, bukan menjadi subjek pemikiran yang terlibat langsung dalam wacana pemikiran tentang perempuan. Maka tidak heran banyak narasi tentang perempuan yang selalu memposisikan perempuan pada posisi yang vulnerable (baca: objek kekerasan dan ketidakadilan, miskin, dan tidak berdaya). Keseriusan dunipun terkait isu perempuan dapat dilihat dalam tujuan lima tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yaitu gender equality dengan enam target untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Ketertarikan saya pada isu-isu perempuan dimulai sejak melihat beberapa teman saya pada satu kuliah di Kupang mengalami kekerasan dari pacar mereka. Pada awalnya saya merasa itu bukan urusan saya tetapi setelah terjadi berulang-ulang membuat saya marah dan menuntut diri saya untuk harus bertindak. Saya mulai belajar tentang apa itu gender dan segala seluk beluknya, saya mulai bergabung dalam organisasi mahasiswa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), mengikuti pelatihan pengorganisasian dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di Timor Barat. Saya mengorganisir mahasiswa-mahasiswa perempuan, mama-mama pesisir Pantai Oesapa dan Fatululi untuk membuat diskusi-diskusi penyadaran kritis hingga terbentuk Balai Perempuan Mahasiswa Kupang, Balai Perempuan Pesisir Pantai Oesapa dan Balai Perempuan Maju Bersama Fatululi. Saya juga terlibat aktif dalam kampanye We Can Stop Violence Against Women bersama change maker Perkumpulan Relawan CIS TIMOR.
Tujuan dari beragam aktivitas dan kegiatan saya dalam perjuangan isu-isu perempuan adalah perempuan harus bisa bersuara, perempuan harus diperkuat kapasitasnya untuk bersuara, yang pada akhirnya perempuan harus menyadari bahwa suaranya mampu menginspirasi dan membuat perubahan sosial dalam keluarganya dan komunitasnya.
Tahun 2018, saya terpilih dan mendapatkan satu kesempatan belajar yang bermakna dalam Indonesian Young Leader Program (IYLP) di Selandia Baru. Sebuah kesempatan belajar yang luar biasa selama 6 bulan untuk mempertajam kemampuan Bahasa Inggris dan memperdalam wawasan pengetahuan saya terkait isu gender justice serta keahlian menjadi penggerak komunitas yang inovatif dan progresif. Dalam program ini juga, saya dimentoring oleh Carol Beaumont, seorang politikus perempuan dan ketua koalisi perempuan Selandia Baru cabang Auckland, yang membantu saya untuk menggali pengetahuan tentang keadilan gender di Selandia Baru dan segala tantangannya, menghubungkan dengan beberapa organisasi perempuan di Selandia Baru.
Selain itu, saya berkesempatan mendengarkan kekuatan cerita perempuan Selandia Baru 125 tahun yang silam ketika mereka berjuang dan menjadi negara pertama di dunia yang memberikan hak politik bagi perempuan serta kerja-kerja kolaborasi para aktivis perempuan, penulis perempuan, organisasi perempuan, perempuan masyarakat adat Maori dan Pasifica. Ada nilai yang berbeda ketika belajar dan mengunjungi komunitas masyarakat adat Maori di mana mereka menempatkan perempuan dan semua yang rentan sebagai subjek bukan sebagai objek dalam artian bahwa mereka fokus melihat kekuatan dan bukan kerentanan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Hal ini menjadi menarik karena dalam melakukan pemberdayaan terhadap perempuan atau kelompok lainnya, tidak melibatkan mereka sebagai penerima manfaat saja tetapi bersama-sama untuk mendesain ide dan kerja pemberdayaan bersama.
Setelah kembali ke Indonesia, saya membuat satu proyek terapan atas dukungan program IYLP yang didukung sepenuhnya oleh Kementerian Luar Negeri Selandia Baru yang diselenggarakan oleh UnionAid yaitu The Power Of Women’s Stories. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendapatkan gagasan-gagasan atau ide serta peluang dari narasi perempuan dalam merencanakan kerja-kerja organisasi ke depan dalam meningkatkan kapasitas, kepercayaan diri, pengetahuan dan pemberdayaan supaya perempuan bisa menemukan suaranya, diperkuat suaranya dan kekuatannya untuk bisa berdiri sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga dan komunitasnya.
Proyek ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama, merekam atau mendokumentasikan pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, menulis dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan bagi perempuan dalam keluarga dan komunitas yang mungkin membatasi mereka untuk menjadi pemimpin atau bersedia dicalonkan menjadi pemimpin walaupun dalam komunitas untuk skala yang lebih kecil. Ketiga menciptakan ruang belajar, berbagi dan berdaya bagi perempuan dan komunitas melalui sebuah pameran dan workshop. Keempat, melihat pengaruh konsep maskulin dan feminim terhadap eksistensi kemandirian dan kepemimpinan perempuan.
Action idea saya adalah mengumpulkan cerita perempuan marginal dari Kota Kupang dan Timor Tengah Selatan. Cerita mereka akan mencakup peran mereka dalam keluarga dan komunitas, serta melihat pengaruh budaya yang menyatakan bahwa perempuan tidak bisa jadi pemimpin, pelengkap saja dan mereka sangat rentan. Harapan dari pendokumentasian kekuatan cerita perempuan ini adalah perempuan dan anak perempuan menyadari potensi dan kekuatan dan bisa mentransformasi perspektif pemikiran mereka tentang pemberdayaan dan kepemimpinan perempuan. Dengan memahami nilai-nilai dan kekuatan yang mereka miliki membuat mereka aktif dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas hidup baik perempuan maupun laki-laki.
Melalui pertemuan asesmen awal bersama anggota Balai Perempuan maka terpilih sepuluh perempuan yang bersedia untuk bercerita dan direkam cerita mereka dengan beragam keunikan latar belakang kehidupan, pekerjaan, pengalaman dan pendidikan. Dari sepuluh cerita perempuan yang terdokumentasi, ada benang merah yang menghubungkan satu cerita dengan cerita lainnya. Pertama, perempuan dan lingkungan; Mama Maria Sanam, perempuan penjaga batu di Fatumnasi; Mama Naema Bisslisin, perempuan penggerak dan penjaga ekosistem mangrove Oesapa; Mama Welly Banamtuan-Sole, perempuan kreatif dan sampah plastik. Kedua, perempuan dan pendidikan; Mama Elsye Loak, Inisiator PAUD Blessing di Pesisir Pantai Oesapa; Mama Onan Krisnawati Sabuin, menemukan makna menjadi guru dari pedalaman Papua; Mama Martha Sesfao, tenunan dan pendidikan tinggi bagi anak-anaknya. Ketiga, perempuan pekerja sektor informal; Mama Erna, perempuan kepala keluarga dan petani; Mama Yanti Boimau, ibu rumah tangga yang produtif. Keempat, kepemimpinan perempuan dan penggerak ekonomi kreatif serta media; Mama Margarita Sipa-Eluama, perempuan petarung sejati; Nona Jestiani Jazica Wiliningsih Pitanuki, perempuan penggerak ekonomi kreatif dan media.
Ketika mendengarkan cerita-cerita yang dituturkan dengan bahasa mereka sendiri, ada yang bercerita dengan air mata, ada yang bercerita dengan senyum, tertawa, dan ada yang bercerita dengan penuh kebanggaan. Suami, anak-anak, sahabat dan orang-orang di sekitar mereka juga turut merasakan haru, kebanggaan dan kebahagiaan ketika mereka menarasikan kehidupan dan peran mereka. Kumpulan cerita perempuan ini akan dibuatkan dalam sebuah pameran cerita perempuan bersama Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Timor Tengah Selatan pada bulan Oktober 2020 dan juga dapat dibaca cerita lengkapnya melalui www.serliniarambuanawoli.wordpress.com. Narasi dan cerita merekalah yang turut membangun narasi-narasi perempuan yang kuat, berdaya dan menginspirasi perempuan lainnya.
Dari proses perekaman cerita, saya menemukan dibalik kerentanan seorang perempuan tersimpan sejuta kekuatan yang jarang terkatakan atau terdengarkan. Semakin banyak kekuatan perempuan dibicarakan, semakin banyak perempuan akan menyadari pentingnya berdaya, bersuara dan menjadi inisiator perubahan sosial bagi dirinya, keluarganya dan komunitasnya. Dengan semakin banyak perempuan berdaya, perempuan akan mampu mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.
Marilah kita menciptakan narasi dan cerita kehidupan kita yang setara, adil dan anti kekerasan dalam setiap aspek kehidupan yang kita jalani antara perempuan dan laki-laki yang dimulai dari rumah tangga sampai masyarakat tanpa diskriminasi. Biarlah dengan fokus perhatian kita pada setiap kekuatan kita, memampukan kita untuk tetap berpikir optimis pada kerja-kerja pemberdayaan yang kita lakukan bersama. Jika perempuan berdaya maka akan menghasilkan generasi yang unggul untuk Indonesia maju.