Pembentukan kelompok di dalam komunitas atau masyarakat dipercaya sebagai salah satu bentuk pengorganisasian yang sangat efektif. Karena itu, berbagai program dan proyek untuk masyarakat, terutama terkait dengan pemberdayaan, baik yang dikerjakan oleh pemerintah, swasta, maupun OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maka pembentukan kelompok tidak lagi menjadi strategi atau pendekatan, tetapi bahkan menjadi tujuan atau pencapaian. Ketika petani dan pekolam/petambak mengeluh sulitnya memperoleh pupuk subsidi, mereka disarankan untuk membentuk kelompok. Karena hanya kelompok petani dan kelompok pekolam/petambak yang mudah mengakses pupuk bersubsidi. Penjual/pedagang kecil, perajin, dan usaha-usaha kecil lainnya yang membutuhkan dukungan permodalan, baik utang maupun hibah, maka pemberi utang atau pemberi bantuan meminta kepada mereka membentuk kelompok. Bahkan tidak sedikit rentenir yang berkamuflase menjadi lembaga keuangan mikro, pun mensyaratkan kelompok untuk menjerat warga kelas bawah dan miskin menjadi pengutang berkelanjutan. Pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya ekonomi telah begitu populer. Walaupun pendekatan kelompok tidak selalu berhasil, namun kelompok menjadi salah satu strategi, yang tidak hanya berfungsi memudahkan dan meringankan berbagai pekerjaan dalam tim, tetapi juga berfungsi sosial dan moral. Secara sosial, kelompok dapat berfungsi membantu anggota kelompok dalam menghadapi tekanan ekonomi. Sedangkan secara moral, kelompok sebagai pengingat atau pun menjadi bantalan bagi anggota kelompok yang tidak mampu memenuhi kewajibannya, misalnya tanggung renteng terhadap anggota yang tidak mampu membayar cicilannya.
Pembentukan kelompok dengan berbagai latar belakang dan bergantung pada kebutuhan ditujukan untuk keberhasilan bersama. Beberapa kelompok yang dibentuk masyarakat muncul dari kesadaran sendiri untuk kemajuan bersama. Namun ada kelompok yang dibentuk untuk memperkuat masyarakat, baik dalam kerjasama maupun untuk meningkatkan posisi tawar.
Kelompok Konstituen
Yayasan BaKTI mengembangkan pengorganisasian dalam bentuk kelompok yang diberi nama “Kelompok Konstituen” sejak tahun 2014 melalui Program MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan). Kelompok Konstituen adalah organisasi tingkat komunitas yang dibentuk di tingkat desa/kelurahan dan mendapat legitimasi pemerintah setempat, yang bertujuan mengorganisasikan komunitas dalam memperjuangkan hak-hak warga secara inklusif untuk mengakses layanan negara/pemerintah dan berpartisipasi dalam proses-proses pembangunan (Palulungan et al., 2020; Palulungan & Kordi, 2022).
Berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang dibentuk berdasarkan profesi dan pemberdayaan ekonomi, seperti kelompok petani, kelompok nelayan, kelompok peternak, dan seterusnya, KK tidak mengorganisasikan anggota berdasarkan profesi, tetapi pada kepentingan bersama sebagai warga negara yang mempunyai hak dan sebagai pemilih dalam pemilihan umum (pemilu). Karenanya Kelompok Konstituen adalah kelompok yang menekankan pada kesadaran kritis warga negara untuk memperoleh hak-hak mereka, melalui mekanisme dan sistem demokrasi yang ada.
Nama “konstituen” disandingkan menjadi nama kelompok untuk mempertegas bahwa warga yang bergabung dalam kelompok adalah pemilih dalam pemilu, dan mempunyai wakil di parlemen (DPR, DPD, DPRD) yang mempunyai tanggung jawab terhadap konstituennya. Karena itu, kelompok mempunyai berbagai saluran, termasuk melalui wakil di parlemen untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Namun, nama “Kelompok Konstituen” tidak harus selalu digunakan dalam pembentukan kelompok untuk tujuan yang sama.
Yayasan Ume Daya Nusantara (UDN), salah satu mitra Yayasan BaKTI dalam Program INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) di Kabupaten Kupang menggunakan nama “Kelompok Pemerhati Desa”. Nama ini dimaksudkan untuk memperkuat kelompok atau organisasi masyarakat yang sudah ada di desa, tanpa perlu mencari nama baru.
Pengurus dan anggota KK berasal dari berbagai kelompok sosial di dalam masyarakat, yang mempunyai kepedulian terhadap kelompok minoritas, rentan, dan marjinal. Atas dasar kepedulian itulah, maka sebagian pengurus dan anggota KK harus mengafirmasi perempuan, perempuan miskin, anak, difabilitas/disabilitas, dan kelompok marjinal lainnya. Sebagian besar pengurus dan anggota KK adalah perempuan, karena perempuan adalah kelompok rentan yang jumlahnya sangat besar di dalam masyarakat.
KK dibentuk untuk mengorganisasikan komunitas dalam melakukan advokasi untuk mengakses layanan publik yang disediakan pemerintah/negara. Kelompok ini dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk dapat menyelesaikan dan mengatasi masalah-masalah di lingkungan mereka, namun harus dihubungkan dengan lembaga layanan yang disediakan oleh pemerintah. KK harus bekerja dalam koridor dan sistem negara.
Kelompok Inklusif
Melalui Program INKLUSI-BaKTI, Kelompok Konstituen diperkuat untuk menjadi kelompok atau organisasi inklusif di tingkat desa/kelurahan. Kelompok Konstituen diharapkan menjadi pionir dalam menopang pengembangan desa/kelurahan Inklusi. Karena itu, pengurus dan anggota Kelompok Konstituen dalam Program INKLUSI mulai mengakomodasi disabilitas, anak, transgender, dan kelompok rentan lainnya. Ini berbalikan dengan Kelompok Konstituen pada era Program MAMPU di mana pengurus dan anggotanya kebanyakan perempuan.
Kelompok Konstituen diharapkan mengakomodasi perwakilan semua kelompok marjinal, minoritas, dan rentan di suatu desa/kelurahan. Kelompok Konstituen menerapkan semboyan ‘tidak ada satu pun yang tertinggal’ (no one left behind). Masuknya semua kelompok di dalam Kelompok Konstituen setidaknya berimplikasi pada dua hal. Pertama, Kelompok Konstituen menjadi organisasi inklusif atau terbuka karena mengakomodasi keberagaman di dalam masyarakat. Ini menjadikan Kelompok Konstituen sebagai organisasi contoh di tingkat desa yang menerima keberagaman untuk kemajuan dan kemaslahatan bersama.
Kedua, Kelompok Konstituen menjadi contoh pelibatan semua komponen warga di dalam pembangunan, terutama kelompok marjinal, minoritas, dan rentan. Melalui Kelompok Konstituen, ruang partisipasi diberikan kepada kelompok yang selama ini tidak dilibatkan dalam proses-proses pembangunan. Mereka hadir di dalam ruang-ruang yang selama ini tertutup bagi mereka, yang kemudian menyadarkan banyak pihak bahwa kebutuhan dan kepentingan mereka harus disampaikan dan diperjuangkan oleh mereka sendiri, karena tidak selalu dipahami oleh orang lain.
Sebagai organisasi di tingkat komunitas, Kelompok Konstituen tidak berjarak dengan kelompok marjinal, minoritas, dan rentan, sehingga segala usulan dan informasi dari kelompok tersebut tidak mengalami distorsi dalam dokumen perencanaan yang paling bawah atau usulan awal. Apalagi kelompok marjinal, minoritas, dan rentan pun mempunyai perwakilan di dalam pengurus dan anggota Kelompok Konstituen, yang dapat menjaga dan mengawal usulan-usulan dari kelompoknya.
Berdaya dan Inklusif
Kelompok Konstituen dibentuk untuk tujuan yang luas dan visioner. Pertama, Kelompok Konstituen dibentuk untuk menerima pengaduan dari desa/kelurahan dan sekitarnya. Ada dua pengaduan, yaitu kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan pengaduan terkait dengan perlindungan sosial, seperti administrasi kependudukan, bantuan sosial, dan sebagainya. Melalui pengaduan ini, Kelompok Konstituen dapat membantu penanganannya atau menghubungkan pengadu ke lembaga layanan.
Kedua, sebagai mitra pemerintah desa/kelurahan dalam pembangunan. Kelompok Konstituen harus terlibat dalam perencanaan pembangunan, dan melakukan advokasi untuk mengusulkan dan memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan kelompok marjinal, minoritas, dan rentan. Untuk ini, Kelompok Konstituen juga dapat melakukan advokasi kepada pemerintah lebih tinggi dan wakil mereka di parlemen.
Ketiga, Kelompok Konstituen dapat mengidentifikasi dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi di dalam desa/kelurahan, maupun mengakses sumber-sumber ekonomi dari lembaga lain (pemerintah, swasta) untuk peningkatan kesejahteraan kelompok dan masyarakat setempat.
Keempat, sebagai organisasi yang inklusif, Kelompok Konstituen mensosialisasikan dan mempromosikan kehidupan yang inklusif, yang terbuka untuk semua warga. Kelompok Konstituen adalah contoh organisasi di tingkat komunitas yang menjadi miniatur Indonesia, yang dalam organisasinya mengembangkan dialog dan musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah di masyarakat.
Belajar dari perjalanan sejak tahun 2015, beberapa Kelompok Konstituen telah menjadi kelompok atau organisasi yang berdaya dan inklusif. Ada Kelompok Konstituen yang mengurus orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), ada yang turun tangan menggalang bantuan untuk membantu sesama ketika COVID-19 melanda Indonesia dan dunia, dan ada Kelompok Konstituen yang telah mengembangkan usaha untuk keberlanjutan kelompoknya, dan seterusnya.