Komitmen Universitas Gunung Rinjani Menghapus Kekerasan di Kampus

Pembentukan Satgas Pencegahan Penanganan Kekerasan (PPK) di Perguruan Tinggi merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek)  Nomor 55 Tahun 2024. Permendikbud Ristek Nomor 55 Tahun 2024 menggantikan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021. Dimana pada peraturan tersebut mewajibkan semua perguruan tinggi untuk membentuk Satgas PPK—sebelumnya disebut Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Ada sanksi yang akan diberikan jika Satgas tersebut tidak dibentuk. Tentu saja hal ini membuat semua perguruan tinggi berlomba-lomba membentuk satgas sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui petunjuk teknis pembentukan satgas. 

Salah satu perguruan tinggi yang tanggap dengan instruksi tersebut adalah Universitas Gunung Rinjani (UGR) Lombok Timur. Pada Maret 2024 Satgas PPKS tersebut terbentuk dan diperkuat dengan surat keputusan rektor. Namun permasalahan muncul ketika telah terbentuk, apa tugas dan fungsi dari satgas tersebut? Pada petunjuk teknis pembentukan sudah jelas dijabarkan peran dan tugas dari satgas. Namun tidak sesimpel itu, dalam pelaksanaannya satgas juga harus memiliki pemahaman yang memadai tentang isu kekerasan, aturan penanganan kasus, mekanisme penyelesaian kasus, pendampingan korban, serta kode etik sebagai pendamping korban. Terlebih lagi, civitas akademika yang terpilih sebagai satgas belum pernah bersentuhan dengan isu kekerasan.

Dok.Program INKLUSI-LRC

Menyadari hal tersebut, pihak rektorat tidak tinggal diam. Harus ada kolaborasi dengan pihak lain jika memang kampus komitmen untuk menghapus kekerasan. Gayung bersambut, di saat yang bersamaan Lombok Research Center (LRC) yang memang telah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan UGR dalam beberapa program pengambangan dan pengabdian masyarakat memiliki program penguatan Satgas PPK melalui Program INKLUSI yang dikelola bersama Yayasan BaKTI. Sehingga dengan segera, Ketua Satgas atas permintaan rektor langsung menyusun Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Satgas PPK UGR dengan LRC dalam Penguatan dan Pendampingan Satgas PPK UGR.

Berdasarkan PKS tersebut, maka proses penguatan Satgas pun dilakukan oleh LRC. Berupa peningkatan kapasitas Satgas terkait dengan pendalaman isu kekerasan, mekanisme penanganan kasus serta membangun jaringan untuk pelayanan korban kekerasan tidak hanya dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Lombok Timur, tetapi juga dengan kepolisian. Satgas PPK juga telah melakukan sosialisasi tentang keberadaan Satgas pada pertemuan lintas fakultas yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Pasca sosialisasi, anggota satgas langsung mendapatkan laporan tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen. Kasus pertama langsung diselesaikan di level fakultas dengan mengirimkan surat peringatan.

Dok.Program INKLUSI-LRC

Meskipun demikian, tidak mudah untuk membangun kesadaran semua elemen kampus untuk peduli tentang kekerasan seksual di kampus. Masih ada anggapan bahwa kekerasan seksual adalah ranah pribadi, sehingga tidak pantas dibicarakan dalam forum tertentu. Bahkan ada yang beranggapan bahwa pelecehan verbal sebagai bentuk keakraban. Tentu saja anggapan-anggapan tersebut tidak dapat dibenarkan. Namun, tantangan yang cukup serius dihadapi ketika oknum dosen yang terindikasi sebagai pelaku adalah pengelola yayasan, yang surat keputusan pengangkatannya sebagai tenaga pengajar dikeluarkan oleh ketua yayasan, maka rektor tidak dapat memberikan sanksi. Hanya dapat memberikan surat peringatan. Sementara untuk mengurangi hak dan kewajiban sebagai pengajar hanya dapat dilakukan ketua yayasan. Tantangan-tantangan secara sadar juga berdampak pada kepercayaan mahasiswa terhadap satgas rendah.

Namun dengan berbagai tantangan itu, tidak membuat pihak rektorat patah arang. Setelah melalui koordinasi dengan LRC maka hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan intensitas sosialisasi serta memperkuat satgas dengan berbagai dokumen pendukung seperti Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan kasus, buku panduan, serta dokumen lainnya. 

Terobosan baru pun dilakukan oleh rektor dan satgas, yaitu dengan menjadikan materi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual bagian dari materi pembekalan bagi mahasiswa yang akan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan materi pada orientasi mahasiswa baru. Sementara untuk  dokumen pendukung, Satgas PPK UGR bersama LRC telah menyusun SOP penanganan kasus dengan merujuk pada peraturan terbaru yaitu Permendikbud Ristek Nomor 55 Tahun 2024.  Dimana pada aturan tersebut Satgas tidak hanya terbatas pada kasus kekerasan seksual saja tetapi segala macam bentuk kekerasan. Sehingga pada penyebutannya satgas PPKS berubah menjadi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perguruan Tinggi (PPKPT). Selain itu, pada SOP tersebut telah melibatkan yayasan pada proses penyelesaian kasus kekerasan. 

Dok.Program INKLUSI-LRC

Sangat disadari, bahwa perubahan baik dari sisi pengetahuan, kapasitas serta kebijakan yang terjadi di UGR berkontribusi dari kerjasama yang dilakukan bersama LRC. Sejak awal terbentuk hingga saat ini, banyak sekali bentuk peningkatan kapasitas yang dilakukan bersama LRC. Di antaranya penguatan kapasitas satgas dalam mengenal peran dan fungsinya, bagaimana mekanisme layanan, penyusunan dokumen, bahkan pelatihan tentang manajemen kasus yang juga sempat diikuti oleh anggota Satgas bersama pengelola UTPTD PPA dari berbagai wilayah yang diselenggarakan oleh Program INKLUSI-BaKTI pada Oktober 2024.

Tidak sebatas itu saja, setelah melakukan kolaborasi dengan LRC, satgas  pun telah dipertemukan dengan instansi penyedia layanan lainya seperti kepolisian melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) melalui UPTD PPA, serta pihak lain yang juga terkait dengan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Selain itu, salah satu anggota satgas juga berkesempatan untuk mengikuti Seminar Nasional Satgas PPKPT di UGM pada Juli 2024. Pertemuan nasional tersebut juga berkontribusi pada peningkatan pengetahuan serta jejaring antar perguruan tinggi besar dari berbagai daerah. Tentu saja ini menjadi motivasi bagi anggota Satgas PPK UGR untuk terus berkembang dan berkontribusi.

”Apa yang ada saat ini di Satgas UGR, semua karena dukungan dari teman-teman LRC dan BaKTI. Tidak hanya terbatas pada dukungan peningkatan kapasitas anggota satgas saja, tetapi mempertemukan kami dengan berbagai pengada layanan dan berjejaring dalam pencegahan dan penanganan kekerasan. Hal ini sangat penting bagi kami, mengingat segala keterbatasan yang kami miliki, mulai dari anggaran hingga ketersediaan SDM. Sehingga berkolaborasi dan berjejaring menjadi satu poin penting penunjang niat kampus untuk penghapusan kekerasan”, ungkap Rini Endang Prasetyowati, Ketua Satgas PPK UGR. 

Selain itu, menurut Endang, konsep kolaborasi pentahelix sudah mulai diterapkan di UGR, tinggal bagaimana sektor swasta ini juga mampu berjejaring dengan UGR. Diakui, meskipun belum ideal, tetapi upaya yang terus dilakukan oleh pihak rektorat menunjukkan komitmen yang kuat dalam menghapus kekerasan di lingkungan kampus. 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.