Hutan dan Cerita dari Rano (Bagian 1)
Penulis : Stevandy
  • Sumber: yayasansikolamambine.org
    Sumber: yayasansikolamambine.org

Hutan menjadi pelindung bagi warga Rano di pelosok Donggala Sulawesi Tengah. Desa yang berjarak 125 Kilometer dari Kota Palu ini dapat ditempuh dalam lima jam perjalanan dengan kecepatan normal. 

Secara administratif, Rano berada dalam wilayah Kabupaten Donggala.  Hanya saja untuk menuju Ibu Kota Kabupaten (melalui jalur darat), kita akan melalui Kota Palu (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah) yang berada tepat di tengah-tengahnya. Tidak heran bila Donggala saat ini terbagi menjadi dua bagian; timur dan barat. Rano sendiri berada di bagian barat.

Rano dihuni sekitar 1.430 jiwa dengan persentase perempuan mencapai 52 persen. Secara ekonomi, masyarakat disana sangat  menggantungkan hidup dari hasil-hasil hutan. Itu karena desa ini dikelilingi dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung.

Peta Desa Rano. Sumber: yayasanasikolamambine.org

Menjaga Warisan

Satu hal yang patut diapresiasi pada orang Rano adalah kebiasaan menjaga hutan. Bagi mereka, hutan adalah rumah. Hal ini senada dengan komentar Samin (51) yang pernah menjabat Kepala Desa sejak 2008-2022. Ia mengatakan kebiasaan jaga hutan sudah lama dilakukan. Hal itu karena kebutuhan hidup masyarakat berasal dari sana. Dalam mengelola hutan, tidak boleh melanggar beberapa ketentuan; misalnya menebang pohon, membuka lahan sembarangan dan sebagainya. Kalau itu dilakukan, akan mengancam keberadaan mereka. “Jangan rusak hutan. Karena kalau rusak, akan membawa bencana bagi desa”. Tutur Samin. 

Selain hutan, di Rano terdapat juga Danau yang berada di tengah- tengah perkampungan.  Danau yang dikelilingi rumpun sagu itu makin menambah daya tarik bagi mereka yang datang.

Mengutip tulisan Christopel Paino yang terbit di Mongabay tahun 2015 lalu, Danau Rano memiliki luas 280 Ha dengan kedalaman mencapai 80 M. Di dalam danau terdapat berbagai macam spesies ikan asli. Misalnya Mujair, Gabus, Sidat dan Kosa. Namun beberapa tahun belakangan spesies ikan makin bertambah saat Dinas kelautan dan Perikanan Donggala melakukan pelepasan ribuan benih ikan baru di Danau itu.  

Untuk menjaga keasriannya, sampai sekarang masyarakat dilarang menggunakan mesin penggerak perahu di atas danau. Alasan itu berkaitan dengan cerita-cerita lokal yang ada sejak lama. Bagi saya cerita-cerita lokal sudah menjadi keumuman masyarakat Indonesia. Apalagi terkait suatu wilayah yang dilindung. Tapi bila ditarik ke ranah scientific, alasan-alasan itu bisa dirasionalisasi dengan penjelasan ilmiah. Misalnya saja pelarangan penggunaan mesin penggerak agar Danau tidak tercemar oleh tumpahan minyak. 

Hal lain mungkin agar ekosistem Danau tidak terganggu dengan suara bising yang timbul dari mesin. Terlepas dari semua itu, penduduk Rano telah lama hidup berdampingan dengan alam. Mereka punya cara sendiri dalam mengelola dan melindungi wilayah mereka dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

 

Peninggalan Eropa

Meriam Peninggalan Portugis

Dalam berbagai referensi sejarah, interaksi Eropa dengan nusantara (Sekarang Indonesia) sudah terjalin sejak abad ke-XVI; termasuk Portugis. Awalnya mereka (Bangsa Eropa) datang untuk mencari kebutuhan (rempah-rempah) yang kala itu laku dipasaran Eropa. Namun dalam berbagai literatur, tidak ada catatan mendalam yang mengatakan bahwa Portugis pernah masuk ke wilayah Sulawesi, secara khusus Sulawesi Tengah. Anehnya, cerita tentang Portugis telah menjadi bahan pembicaraan umum bagi penduduk Rano. Hal itu terbukti dari beberapa peninggalan yang menjadi saksi bahwa orang Rano pernah berinteraksi dengan Portugis. Misalnya saja Meriam yang ada di samping plakat kantor Desa Rano. 

Cerita ini didapat dari Syamsu (87) salah satu tokoh masyarakat di sana. Ia menjelaskan bahwa  orang Portugis datang ke Rano tidak begitu lama. Kedatangan mereka tidak melakukan pendudukan seperti yang terjadi di beberapa tempat–karena kebutuhan yang mereka cari mungkin tidak terdapat di Rano.  “ Orang Portugis kase torang Meriam. Ada tiga. Cuma dua itu sudah diambil. Satu disimpan di Museum Palu, satunya lagi ada di Korem Tadulako”. Ia menambahkan, selain Meriam, ada juga piring-piring kuno yang bertuliskan huruf Cina. Mungkin saja peninggalan itu milik dinasti Han abad ke-VI. 

Berbagai referensi sejarah ini makin menambah daya tarik untuk berkunjung ke Desa Rano. Di satu sisi, ada baiknya para sejarawan dapat menggali informasi terkait interaksi Rano dengan Eropa yang telah dijelaskan sebelumnya. Ini bertujuan agar akurasi dan keilmiahan cerita itu dapat dipertanggung jawabkan sehingga terhindar spekulasi-spekulasi liar.

 

Awal Kemandirian dan Kolaborasi Pengetahuan

Tahun 2012 masyarakat Rano pernah dihadapkan dengan situasi genting. Hutan mereka terancam dengan kehadiran PT. Cahaya Manunggal Abadi yang hendak melakukan eksploitasi pertambangan emas di Desa. Tidak tanggung-tanggung, perusahan mengklaim hampir 400 hektar masuk dalam konsesi pertambangan dengan dalih telah mengantongi izin dari pemerintah kabupaten.

Melihat ancaman yang kian nyata, masyarakat melakukan protes. Dimulai dari protes kecil, hingga menjadi protes dengan skala yang lebih besar. Alhasil, satu alat berat milik perusahaan dibakar warga. Ada banyak yang ditangkap saat peristiwa itu. Termasuk tujuh orang warga Rano yang masing-masing divonis sembilan bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Donggala. 

Syarif (31),  seorang yang divonis bersalah saat itu menuturkan, ia ditangkap di depan rumah mantan Kepala Desa. Saat itu ia sedang berkumpul dengan beberapa orang warga desa. Tiba-tiba ia didatangi oleh orang berbadan tegap dan langsung membawanya. Tanpa perlawanan, ia diangkat dalam kendaraan milik mereka. 

Bagi syarif, ini peristiwa yang tidak bisa ia lupa. “saya ditangkap karena mau pertahankan tanah desa. “Karena torang orang kecil, melawan perusahaan yang banyak uang, jadi dorang bisa bayar sana-sini, hasilnya kami yang disalahkan”. Tutur syarif. 

Peristiwa tahun 2012 itu mengantarkan beberapa Organisasi Masyarakat Sipil Ke Rano. Mereka awalnya melakukan advokasi terkait kasus konflik yang ada. Kedatangan itu menjadi permulaan interaksi dengan penduduk desa Rano. “Mereka datang membela, kasih kami pengetahuan hukum supaya torang bisa berani juga dan mampu mengembangkan diri”. Jelas Samin yang saat itu menjadi Kepala Desa.

Selain melakukan pembelaan, beberapa Organisasi Masyarakat Sipil yang hadir memberikan pengetahuan bagi mengembangkan potensi desa. Awalnya mereka mendirikan balai belajar sebagai pusat kolaborasi pengetahuan. Melalui pelatihan-pelatihan ekonomi, penduduk dilatih menggembangkan  dan membuat produk hasil Hutan. Kopi, Gula Aren, Pala, Ikan Gabus, Mujair dan sebagainya adalah potensi lokal yang dikembangkan saat itu.

Tahun 2016, Pemerintah Indonesia mengeluarkan satu skema pengelolaan hutan di Indonesia lewat Permen LHK No. 83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial. Skema ini adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara oleh masyarakat setempat sebagai pelaku utama. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dengan berpedoman pada aspek kelestarian. 

Hal ini dipandang sebagai peluang baik oleh Pemerintah Desa Rano dan beberapa Organisasi Masyarakat Sipil yang melakukan pengorganisasian di sana. Untuk mendorong peningkatan ekonomi dan menjaga kelestarian hutan, (termasuk menghindari ancaman pengrusakan alam) merekapun mengusulkan skema hutan desa di Rano.

Usaha yang sungguh-sungguh itu akhirnya membuahkan hasil. Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor : SK.4665/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/7/2018 Tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa Kepada Lembaga Pengelola Hutan Desa Ovo Gayayapon Seluas ± 1.010. Adapun persentase luasan itu terbagi atas; 318 berada dalam kawasan hutan lindung, 343 pada kawasan hutan produksi terbatas dan 357 pada kawasan hutan produksi. 

“Keputusan ini merupakan peluang dan capaian yang luar biasa dari perjuangan kami. Dengan begitu, kami dapat melindungi hutan dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab”. Jelas Samin.

 

Hutan Untuk Kemandirian

Sejak diterbitkannya surat keputusan Nomor : SK.4665/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/7/2018 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa Kepada Lembaga Pengelola Hutan Desa Ovo Gayayapon, aktivitas pemberdayaan ekonomi kian meningkat. 

Aktivitas itu untuk memberikan pelatihan ekonomi kepada penduduk lokal dalam mengembangkan potensi yang ada.  Selain diberikan pelatihan dalam pengembangan usaha, warga desa juga diberikan pelatihan dalam pemasaran produk yang mereka hasilkan. Pemasaran itu dilakukan hingga sekarang. Beberapa KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) pun telah dibentuk. KUPS adalah kelompok usaha yang berada dalam struktur Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Kelompok ini secara resmi diakui dalam pengelolaan hutan  Desa. Secara kelembagaan, LPHD berkoordinasi dengan KPH (Kesatuan Pengelola Hutan) Dolago Tanggunung. Ini untuk memastikan segala aktivitas implementasi pengelolaan hutan terlaksana dengan baik. 

 

Partisipasi Perempuan dan Manfaat Bagi Mereka

Sebelum diterbitkannya SK tentang Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa Kepada Lembaga Pengelola Hutan Desa Ovo Gayayapon, keterlibatan perempuan dalam berbagai aktivitas di Rano sudah sangat tinggi. Terbukti dari beberapa kali pertemuan dan pelatihan yang dibuat di Desa, hampir semua didominasi oleh Perempuan. Hal ini berbanding lurus dengan keterlibatan perempuan dalam KUPS. Dari 64 orang yang terlibat, 33 orang adalah perempuan. 

Kegiatan Pelatihan Sikola Mombine dan Kelompok Usaha Desa Rano

Anita (42) yang terlibat dalam kelompok Mantao Hembiti (Gula Aren) menerangkan, ia sudah terlibat dalam kelompok usaha sejak pertama kali dibentuk. Awalnya dia diajak oleh beberapa rekan untuk ikut dalam pelatihan yang dibuat oleh Sikola Mombine (Organisasi Masyarakat Sipil). Hal  itu ia lakukan untuk mendapatkan pengetahuan dalam mengembangkan ekonomi.

Beberapa tahun terlibat, ia telah merasakan dampak positif. Menurutnya, ada banyak pengetahuan yang didapat dalam mengembangkan potensi desa. “Sangat bermanfaat pak. Dulu saya ini tidak punya penghasilan tetap. Saya tidak tahu mau berusaha apa di sini. Tapi setelah ada KUPS, kemudian diajari sama teman-teman Sikola Mombine, saya mulai banyak pengetahuan. Ternyata torang pe daerah ini kaya. Ada hutan, Danau yang bisa torang kembangkan untuk meningkatkan ekonomi. Alhamdulilah setelah lama berproses, ekonomi keluarga sedikit-demi sedikit meningkat. Saya juga sudah bisa sekolahkan anak sampai kuliah. Tapi sebenarnya bukan hanya ekonomi yang mau dilihat ini pak. Yang paling penting dari semua itu ilmu. Karena kalau torang tidak diajari, pasti torang tidak bisa buat apa-apa”. Jelas Ibu Anita.

Ia menambahkan, saat ini kelompok dapat memproduksi dua sampai tiga kali seminggu. Setiap kali produksi bisa menghasilkan 10 sampai 15 bungkus Gula Aren. Hasilnya dijual pada masyarakat sekitar. 

Menurut Anita, saat ini masih terdapat sedikit masalah dalam proses produksi. Itu berkaitan dengan modal usaha yang masih terbatas. Mereka melakukan produksi bila hasil produksi pertama sudah terjual. Jadi perputaran modal agak melambat. Selain itu, dalam proses pembuatan, beberapa orang belum sepenuhnya mengerti tupoksi kerja masing-masing, sehingga ini menjadi hambatan. Kedepan mereka akan memperbaiki hal-hal tersebut. 

Hal senada juga disampaikan oleh Erna (50) Perempuan yang terlibat dalam Kelompok Usaha Maju Sejahtera yang memproduksi Bubuk Kopi. Namun sebelum menceritakan proses produksi Kopi dari KUPS Maju Sejahtera, kita perlu tahu sejarah kebun kopi di Desa Rano. 

(Bersambung)

 

Sumber: yayasansikolamambine.org

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.