Tahun 2015 mejadi titik awal bagi Yahya untuk dapat memahami berbagai kasus terkait dengan perempuan. Saat itu, Yahya mendapatkan kesempatan untuk tergabung dalam kelompok dampingan Program Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan atau dikenal dengan nama Program MAMPU. Dalam proses pembentukan kelompok yang selanjutnya disebut Kelompok Konstituen Mele Maju, Yahya dipercayakan menjadi ketua bagi para anggota yang sebagian besar adalah perempuan. Namun demikian, sebagai seorang Kepala Dusun di Kembang Kerang Lauk Daya, ia tidak merasa kesulitan menjalankan tugas tersebut. Justru dengan terlibat dalam berbagai kegiatan yang difasilitasi oleh Yayasan BaKTI bagi Kelompok Konstituen Mele Maju, ia berkesempatan mempelajari dan memahami berbagai permasalahan yang dihadapi kaum perempuan dan anak di lingkungan yang dipimpinnya.
Memfasilitasi Kelompok Konstituen dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan pembangunan adalah salah satu fokus tematik Program MAMPU yaitu membuka akses perempuan miskin kepada program perlindungan sosial pemerintah, membuka akses perempuan kepada pekerjaan dan menghapuskan diskriminasi di tempat kerja, meningkatkan kondisi tenaga kerja perempuan ke luar negeri, meningkatkan kepemimpinan perempuan untuk kesehatan reproduksi yang lebih baik, meningkatkan kepemimpinan perempuan untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Sehubungan dengan itu, hal yang paling sering dihadapi oleh Yahya dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala Dusun dan Ketua Kelompok Konstituen adalah keterbatasan bagi perempuan dalam mengakses program perlindungan sosial pemerintah.
Banyak warga di kampungnya yang belum terjangkau beragam program perlindungan sosial dari pemerintah. Bahkan banyak pula di antara mereka yang belum mengetahui tentang apa itu perlindungan sosial. Pada praktiknya, Yahya telah mengeluarkan cukup banyak biaya dalam membantu warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Suatu ketika, ia harus menggadaikan sepeda motornya untuk memenuhi kebutuhan biaya melahirkan salah satu warga di kampungnya. Dari pengalaman itu, Yahya gigih membantu warga tidak mampu dalam memenuhi segala persyaratan demi mendapatkan layanan kesehatan gratis dari Pemerintah.
Usaha yang dilakukan oleh Yahya tidak berhenti sampai di situ. Berbagai pertimbangan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan melalui ragam kegiatan pembangunan selalu disampaikannya dalam setiap rapat pembangunan di desa. Ia selalu mendorong Dana Desa untuk program-program pemberdayaan perempuan selain untuk pembangunan sarana kesehatan agar lebih mudah diakses warga. Sayang sekali usahanya tidak serta merta membuahkan hasil. Tidak patah arang, Yahya tetap memprioritaskan kepentingan perempuan dan anak dalam setiap pengajuan agenda pembangunan dusun.
Selain keterbatasan akses terhadap program perlindungan sosial, partisipasi perempuan dalam pembangunan dinilainya masih sangat rendah. Hal ini terlihat dalam setiap rapat atau musyawarah di desa. Perempuan tidak pernah mendapatkan undangan menghadiri rapat atau musyawarah desa. Inilah yang disebutkan Yahya sebagai pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tentang pembangunan desa, bahkan dalam hal-hal yang terkait langsung dengan kepentingan perempuan. Kondisi ini semakin menjadikan perempuan terpinggirkan.
Pada tahun 2017 diselenggarakan pesta demokrasi 6 tahunan. Ini menjadi kesempatan baik untuk memperjuangkan hak perempuan. Perwakilan perempuan dari beberapa dusun datang menemui Yahya dan memintanya untuk maju dalam Pemilihan Kepala Desa (Kades). Awalnya ia ragu, tapi melihat kembali berbagai perjuangan yang telah dilakukan serta dorongan dari kaum perempuan maka ia pun memantapkan diri untuk ikut berlaga dalam pemilihan tersebut.
Selama proses kampanye Yahya merasa sangat terharu karena kebutuhan konsumsi tim sukses seluruhnya bersal dari pemberian kaum perempuan yang mendukungnya. Mereka dengan sukarela mengantarkan beras, gula, kopi, sayur-sayuran, singkong, ubi dan berbagai hasil pertanian lainnya ke rumah Yahya. Ketika hari pemilihan tiba, sungguh hasil yang luar biasa, Yahya dapat mengungguli petahana.
Januari 2018 menjadi awal bagi Yahya untuk mengemban tugas sebagai Kepala Desa. Ia mengaku saat itu masih banyak perubahan yang perlu dilakukan dalam sistem pemerintahan agar cita-cita untuk mensejahterakan perempuan dapat terwujud. Hal yang pertama dilakukan oleh Pak Yahya adalah memberikan kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam rapat-rapat strategis di desa, seperti musyawarah pembangunan serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. Usulan-usulan terkait kebutuhan pemberdayaan perempuan juga menjadi salah prioritas penganggaran desa di bawah kepemimpinan Yahya. Dalam sembilan bulan, sebuah ambulans telah tersedia di desa. Ini adalah salah satu yang telah lama sekali diperjuangkan Yahya.
Ambulans di Desa
Mengapa harus ambulans? Untuk siapa? Pertanyaan ini tentu dapat muncul di benak siapa saja. Namun bagi Yahya, pembelian ambulans ini sangat penting. Dari pengalamannya selama menjadi ketua kelompok konstituen dan kepala dusun, masalah utama yang dihadapinya adalah transportasi untuk membawa pasien atau korban kekerasan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas terdekat. Apalagi jika pasien atau korban ternyata harus dirujuk ke Rumah Sakit Daerah. Tentu saja biaya transportasi akan semakin tinggi. Jika menggunakan mobil ambulans dari Puskesmas Kecamatan menuju rumah sakit di ibukota kabupaten, warga biasanya dikenakan biaya sebesar 200 ribu rupiah. Jika pasien dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi biaya penggunaan ambulans dapat mencapai 500 ribu rupiah. Jika warga memilih menggunakan mobil sewaan, tentu saja harganya jauh lebih tinggi.
Pada awalnya ambulans tersebut akan ditujukan untuk perempuan baik untuk rujukan bersalin atau ketika terjadi tindak kekerasan. Namun tidak terbatas pada hal tersebut. Dapat untuk rujukan ke RSUD dan RSUP atau untuk melakukan kontrol rutin setelah perawatan. Karena ambulans itu menjadi hak seluruh warga Desa Kembang Kerang. Karena pembelian dan biaya operasionalnya dibebankan pada Dana Desa dengan alokasi untuk pengadaan sarana dan prasarana kesehatan. Sementara untuk operasional dan gaji sopir bersumber dari Dana Desa sebesar 70% dan sisanya berasal dari pendapatan Asli Desa (PADes) khususnya dari tanah pecatu.
Tentu saja ambulans desa ini disambut gembira seluruh warga karena mengurangi beban biaya saat dirawat di rumah sakit. Mereka sangat terbantu dengan adanya petugas ambulans yang tidak hanya diharuskan mampu mengendarai mobil tersebut tetapi juga dituntut untuk dapat membantu warga mengurus administrasi baik di RSUD ataupun di RSUP hingga tuntas. Hal yang semakin membahagiakan bagi warga adalah semua pelayanan itu didapatkan tanpa biaya alias gratis.
Apa yang dilakukan oleh Pak Yahya dan warga Desa Kembang Kerang yang memanfaatkan Dana Desa untuk kebutuhan mendesak dan strategis bagi masyarakat desa, patut diacungi jempol dan dapat ditiru oleh Pemerintah Desa yang lain. Catatan lain yang dapat digarisbawahi adalah, Pak Yahya adalah pemimpin desa yang didorong dan didukung oleh perempuan, dan karena itu bekerja untuk pemenuhan hak-hak perempuan.