Alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan beberapa hakikat pembangunan nasional, salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan umum untuk masyarakat yang dijamin oleh negara. Namun pada kenyataannya meskipun hal ini disebutkan dalam UUD apakah seluruh elemen masyarakat mendapatkan hak-hak mereka termasuk hak disejahterakan dalam pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah? Sepertinya tidak. Masyarakat Indonesia terdiri dari sangat banyak lapisan. Kelompok masyarakat marjinal, minoritas, dan rentan adalah salah satu kelompok yang seringkali terlupakan/tertinggal dalam proses perencanaan dan pemerataan pembangunan baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten dan nasional. Kelompok itu antara lain penyandang disabilitas, kelompok lansia, perempuan kepala keluarga dan kelompok minoritas lainnya. Kelompok-kelompok ini acap kali terhalangi oleh akses dan stigma negatif yang diciptakan oleh konstruksi sosial yang berujung pada diskriminasi dalam berbagai situasi, bahkan dalam pelayanan publik sekali pun yang merupakan haknya. Oleh karena itu mereka terpinggirkan oleh kelompok sosial dan menjadi rentan mendapatkan kekerasan dan tidak mendapatkan hak yang sama dengan kelompok mayoritas. Padahal seharusnya, seluruh warga Indonesia mendapatkan hak yang sama sejalan dengan pembangunan yang dimaksudkan untuk menyejahterakan mereka, baik dari segi pelayanan sosial, budaya bahkan politik sekalipun.
Mengadvokasi kelompok marginal di desa terkait hak-hak mereka, namun tidak memberikan wadah untuk membantu mewujudkan hal ini juga tidak cukup membantu. Yang artinya, sekadar mengadvokasi saja itu tidak cukup, namun juga harus menawarkan langkah konkrit sebagai solusi dari diskriminasi yang diterima dan tidak terlibatnya kelompok marginal ini dalam pemerataan pembangunan.
Program INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) Yayasan BaKTI hadir dan mencoba membuka mata pada perubahan dan metamorfosis kelompok masyarakat desa menjadi masyarakat yang inklusif. Penguatan Kelompok Konstituen (atau KK) merupakan salah satu strategi yang dijalankan guna memberikan tempat kelompok rentan di desa untuk dapat berpartisipasi, baik dalam perencanaan pembangunan maupun partisipasi aktif dalam pembangunan. Kelompok Konstituen melakukan kerja-kerja advokasi untuk memastikan bahwa hak-hak kelompok rentan dipenuhi oleh negara.
Yayasan BaKTI melalui Program INKLUSI berupaya menciptakan Indonesia yang inklusif dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas yakni tidak ada satupun yang tertinggal. Program ini dengan mencoba melibatkan langsung kelompok-kelompok marginal yang ada di masyarakat dalam mencapai masyarakat yang inklusi. Bahwa masyarakat, bahkan yang termasuk dalam kelompok marginal ini juga harus terlibat dan memiliki peran mereka sendiri dalam pembuatan kebijakan yang terkadang cenderung diskriminatif dan perencanaan demi mewujudkan hak-haknya yang selama ini terabaikan.
Program INKLUSI-BaKTI bekerjasama dengan 6 mitra lokal di 7 Kabupaten/Kota di 5 Provinsi di kawasan timur Indonesia. membentuk dan revitalisasi kelompok di masyarakat desa yang diharapkan dapat menjadi organisasi inklusi yang multipihak dalam kegiatan pembangunan di tingkat desa/kelurahan. Revitalisasi kelompok ini (yang selanjutnya disebut dengan Kelompok Konstituen/KK) merupakan sebuah langkah konkret pelibatan dan membangun masyarakat yang berdaya.
Pelibatan langsung masyarakat desa/kelurahan dalam kelompok ini tentunya bukan bentuk lepas tangan, tetapi justru memproyeksikan agar masyarakat dapat secara mandiri menganalisis persoalan-persoalan dan menemukan solusi konkret dan menyediakan pelayanan inklusif yang tepat dari berbagai macam aduan yang masuk. Sehingga di masa depan, advokasi mengenai hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada yang tertinggal (no one left behind) dapat berjalan seiring dengan kelompok ini untuk mewujudkan masyarakat yang inklusi.