Kisah mendebarkan tenaga kesehatan (Nakes) di Kabupaten Flores Timur mengarungi ganasnya gelombang laut ketika merujuk pasien dari pulau ke satu-satunya rumah sakit rujukan di Larantuka, mengingatkan kita pada kisah Ibu Rabiah dalam film dokumenter Suster Apung karya Arfan Sabran, yang kemudian diterbitkan juga dalam bentuk novel. Atau juga Novel Wijaya Kusuma dari Kamar Nomor Tiga, Karya Novelis, Maria Matildis Banda yang merekam dengan jujur pengabdian paramedis di Nusa Tenggara Timur.
Kisah dalam kedua novel tersebut tidak hanya cerita rekaan semata para penulisnya, tapi bertolak dari fakta lapangan, bagaimana para pekerja kesehatan berjuang di tengah minimnya fasilitas kesehatan. Mereka bertaruh nyawa untuk menyelamatkan nyawa yang lain.
Meski begitu, terkadang mereka mendapat umpatan dari pasien dan keluarganya yang tak puas dengan layanan yang diberikan. Sekalipun mereka tahu betul bahwa pelayanan yang buruk, juga disebabkan oleh minimnya fasilitas pendukung. Tak sedikitpun terbesit dalam pikiran, bahwa Nakes juga punya keluarga yang gelisah menanti kehadiran mereka kembali di rumah dalam keadaan selamat.
Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Flores Timur, dan dihadiri semua stakeholders di tahun 2006 silam, banyak kisah miris perjuangan para medis Flores Timur terungkap. Satu di antaranya adalah perjuangan mereka ketika merujuk pasien dari pulau Solor dan Adonara ke rumah sakit rujukan yang berpusat di Larantuka.
Bagi mereka, bukanlah masalah bila alam sedang bersahabat. Namun tidak demikian ketika gelombang laut mengganas di antara bulan Desember hingga Maret. Sebagai manusia, nyali paramedis juga ciut menghadapi gempuran gelombang laut selat Gonsalu ketika merujuk pasien. Apalagi fasilitas keselamatan kapal terbatas.
Kesulitan yang dihadapi para tenaga medis ini sudah berulang kali disampaikan kepada pengambil kebijakan agar mengambil langkah konkrit dalam mengatasi persoalan ini.
Bidan Ida, salah seorang pekerja kesehatan yang berdinas di Pulau Solor, bahkan meminta agar pemerintah memikirkan keselamatan petugas kesehatan saat melakukan rujukan dengan mengadakan pelampung untuk para medis. Hal ini penting untuk dikenakan petugas ketika merujuk pasien di kala gelombang laut mengganas. Apalagi, tambah bidan Ida, kondisi transportasi laut yang ada jauh dari standar keselamatan sehingga sangat tidak nyaman untuk pasien dan petugas kesehatan.
Walaupun sudah disampaikan kepada pemimpin Flores Timur kala itu, namun hingga pemimpin Flores Timur berganti dari periode ke periode, harapan bidan Ida dan para Nakes lainnya, belum bisa dipenuhi pemerintah karena minimnya anggaran daerah.
Ambulans Laut Solusi Rujukan Cepat
Permintaan bidan Ida ini memantik YKS yang juga turut hadir dalam seminar kala itu, untuk terus berjuang memenuhi harapan bidan Ida dan para Nakes lainnya yang bekerja di wilayah kepulauan. Setelah 15 tahun lamanya menanti, kini bidan Ida dan tenaga medis lainnya boleh berlega hati ketika YKS yang berfokus mengembangkan program pendekatan layanan kesehatan dengan menggunakan sarana transportasi menghadirkan ambulans laut yang akan melayani rujukan cepat antar pulau.
ambulans laut ini dilengkapi dengan fasilitas kesehatan standar yang memungkinkan pasien rujukan merasa nyaman selama perjalanan. Kehadiran ambulans laut ini juga memangkas waktu tempuh agar pasien rujukan terutama yang bersifat kedaruratan, lebih cepat mendapat penanganan medis untuk menekan angka kematian akibat terlambat mendapatkan penanganan.
Didasari atas fakta tentang kondisi geografis Kabupaten Flores Timur, yang merupakan kabupaten kepulauan. Sementara di sisi lain, sarana transportasi laut yang dapat melayani rujukan cepat dari wilayah kepulauan ke satu-satunya rumah sakit rujukan daerah yang berada di ibu kota kabupaten belum ada. Lebih dari itu, kasus rujukan tergolong tinggi. Pada tahun 2019 lalu misalnya, jumlah rujukan dari 11 wilayah kecamatan yang ada di pulau Adonara dan Solor mencapai 4.280 kasus. Alasan lain kehadiran ambulans laut adalah banyaknya kasus ibu melahirkan di atas kapal dengan fasilitas seadanya di antara para penumpang. Hal-hal di atas mendasari lahirnya kerja sama YKS dan Kedutaan Jepang di Indonesia.
Sebelum hadirnya ambulans laut , pasien yang membutuhkan rujukan cepat, harus dengan kapal motor yang juga melayani penumpang umum. Karena itu jam keberangkatan tidak bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Kondisi inilah yang terkadang membuat ibu hamil yang dirujuk, melahirkan di atas kapal dengan fasilitas seadanya, dan di antara penumpang kapal yang berdesakan. Tak jarang terjadi kematian di atas kapal, karena transportasi laut yang digunakan kalah cepat menggapai rumah sakit rujukan untuk ditangani dengan segera.
Kolaborasi Bersama 2H2 Center
Dalam mengoperasikan ambulans laut untuk pelayanan rujukan cepat antar pulau dengan rumah sakit rujukan di Larantuka, YKS bermitra dengan 2H2 center Dinas Kesehatan Flores Timur untuk melayani setiap pasien rujukan dengan alur pelayanan sebagai berikut :
Dibuatkan chart (alur)
- Petugas kesehatan puskesmas menghubungi penanggung jawab ambulans laut di kabupaten.
- Penanggung jawab kabupaten meneruskan pesan ke juru mudi dan kru ambulans laut untuk segera menjemput pasien.
- Pasien rujukan mempersiapkan semua administrasi yang dibutuhkan (surat rujukan dokter FKTP tempat rawat, jaminan kesehatan).
- Ambulans laut dikirim ke titik labuh terdekat dengan keberadaan pasien.
- Pasien dijemput dan dibawa ke pelabuhan dimana rumah sakit rujukan berada.
- Operator ambulans laut mengirim pesan kepada sopir mobil ambulans untuk standby di pelabuhan yang akan menjadi titik labuh ambulans laut .
- Mobil ambulans yang sudah standby membawa pasien ke rumah sakit rujukan saat Ambulan Laut merapat di dermaga.
- Petugas di IGD mengambil tindakan medis untuk menangani pasien rujukan.
Dari Ambulans Motor Hingga Ambulans Laut
Kiprah YKS dalam mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dimulai sejak pertengahan tahun 2002 dengan mengembangkan Program Manajemen Kerusakan Minimum Sepeda Motor untuk pelayanan kesehatan di pedesaan Flores Timur atau lebih dikenal dengan Ambulans Motor. Sejumlah armada sepeda motor dioperasikan untuk memfasilitasi petugas kesehatan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan berjalan sukses saat ini.
Dalam perjalanan program, YKS juga melihat banyak puskesmas memiliki armada mobil ambulans yang terbatas. Setiap Puskesmas hanya memiliki satu unit mobil ambulans. Itu pun ada yang kondisinya sangat memprihatinkan karena sudah termakan usia. Persoalan ini sering menjadi keluhan masyarakat, ketika membutuhkan mobil ambulans untuk mengantar pasien rujukan ke pelabuhan yang menjadi titik penyeberangan menuju rumah sakit rujukan.
Untuk itu di tahun 2019 YKS melakukan pengadaan tiga unit mobil ambulans untuk tiga puskesmas yakni Puskesmas Waiwadan, Puskesmas Lite dan Puskesmas Baniona. Selain tiga unit mobil ambulans, terdapat juga 15 unit sepeda motor Honda CRF 150 untuk meregenerasi sepeda motor yang dioperasikan sebelumnya guna melayani masyarakat di lima kecamatan yakni, Solor Barat, Wotan Ulumado, Adonara Tengah, Adonara Barat dan Lewolema.
Adapun bantuan 15 unit motor tersebut, selain merupakan dukungan dari Kedutaan Jepang, juga diperoleh dari dukungan Overland Magazine melalui Motorcycle Outreach Inggris dan Shell Advance.
Untuk mendukung Program Penjangkauan Layanan Kesehatan dengan menggunakan sarana transportasi ini, YKS mendirikan juga sebuah bengkel yang menjadi pusat pemeliharaan semua kendaraan yang dioperasikan untuk pelayanan kesehatan di lapangan. Selain, bengkel motor ini juga dibuka untuk umum. Dana yang didapat dari usaha ini digunakan juga untuk biaya operasional program.
Meski income bengkel belum bisa menutupi keseluruhan biaya program, namun dapat membantu program ini tetap eksis untuk melayani masyarakat.