Sejak tahun 2012, Maluku telah memiliki Peraturan Daerah terkait perlindungan perempuan dan anak, yaitu Perda Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Maluku. Kewajiban pemerintah daerah Maluku diatur dalam Perda ini.
Idealnya, kehadiran Perda hasil perjuangan kelompok aktivis hak perempuan dan anak di Maluku ini, mesti berkontribusi pada menurunnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Secara normatif, bangunan produk hukum di negara kita telah didirikan dengan cukup kuat, sebagai landasan bagi aparatur negara di daerah menunjukkan keberpihakan bagi mereka yang terinjak-injak hak asasinya, yakni perempuan dan anak korban kekerasan.
Kewajiban Negara Menurut Instrumen HAM
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia terikat pada kesepakatan-kesepakatan internasional. Diantaranya adalah Convention on Elimination of the Discriminations Against Women (CEDAW) atau Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan The Convention on the Right of the Children (CRC) atau Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Sebagai negara peserta CRC, Indonesia terikat pada kewajiban hasil (obligation of result) yaitu kewajiban untuk menghasilkan kemajuan yang nyata dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak anak dan kewajiban pelaksanaan (obligation of conduct) yaitu kewajiban melaksanakan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak secara terukur dan tertanggungjawab.
Kita dapat mengukur sejauh mana pemerintah Indonesia mengimplementasi CEDAW dari beberapa aspek. Misalnya, sejauh mana pemerintah mengambil langkah-langkah menyiapkan regulasi, kebijakan dan program untuk menertibkan otoritas negara di daerah untuk menghormati hak-hak perempuan, melindungi perempuan dari segala bentuk tindak kekerasan dan memenuhi hak-hak korban kekerasan.
Kemajuan Terkini Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTP dan KTA)
Di tingkat nasional telah ada kemajuan berarti dalam upaya pemenuhan hak korban, dimana Komnas Perempuan, atas amanat dari BAPPENAS bersama dengan lembaga-lembaga pengadalayanan, baru saja finalisasi sebuah konsep layanan korban yang mengintegrasikan semua aspek secara paripurna, yang disebut Sistem Peradilan Pidana Terpadu – Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP). Maluku terpilih sebagai salah satu dari 5 provinsi ujicoba implementasi, dengan bermitra dengan Yayasan GASIRA.
Kemajuan penegakan hukum terlihat di Polres Pulau Ambon Pulau-pulau Lease berupa Jumlah penyidik yang sangat memadai (jumlah polisi wanita meningkat). Sebelumnya keterbatasan penyidik menjadi keluhan korban dan keluarga maupun para pendamping korban. Manajemen penanganan perkara yang tertata dengan lebih baik. Proses penanganan perkara sudah sangat cepat dan profesional. Gedung kantor Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) yang semakin ramah korban. Serta adanya kenaikan anggaran operasional bagi UPPA, yang berdampak positif bagi profesionalitas penanganan perkara, termasuk semakin bertambah jumlah korban yang difasilitasi untuk layanan visum et repertum tidak berbayar dari kepolisian. Kemajuan yang sama sebetulnya diharapkan terjadi di pihak pemerintah daerah.
Kemajuan masyarakat sipil juga mulai terlihat yang dimaksudkan di sini organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organisation/CSO) yang bekerja untuk pengadalayanan. Sejumlah kemajuan yang telah dicapai meliputi 90% kasus ditangani UPPA Polres Pulau Ambon Pulau-pulau Lease membutuhkan pendampingan dan ini disediakan oleh CSO, yang kemudian menjadi mitra utama. Hal ini membuktikan telah terbangun mekanisme koordinasi baik di antara CSO maupun antara CSO dengan lembaga penegakan hukum dalam penanganan kasus. Kemajuan terbesar adalah tersedianya Rumah Aman bagi korban, yang dikelola secara swadaya oleh CSO. Rumah Aman ini telah sangat berjasa sebagai tempat berteduh sementara waktu bagi para korban ketika rumah atau lingkungan mereka tidak aman. Tantangannya adalah bagaimana menjamin keberlanjutan dari rumah aman ini.
Kemajuan kebijakan Pemerintah Daerah
Gubernur Maluku mengukuhkan kepengurusan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) periode 2018-2010 pada Mei 2018. Ini merupakan kemajuan besar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Maluku dalam menyusun struktur organisasi sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk menjangkau dan melayani korban, pengukuhan ini menjadi harapan bagi pemenuhan kewajiban negara. Mekanisme perencanaan di level provinsi yang dikomandoi oleh BAPPEDA Provinsi Maluku sangat terbuka mengakomodir pemikiran-pemikiran dari kelompok masyarakat sipil termasuk pegiat HAM Perempuan dan anak. BAPPEDA Provinsi Maluku memberikan ruang bagi P2TP2A untuk memaparkan perkembangan layanan bagi korban.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku sudah sampai pada tingkat yang memprihatinkan, dan menempatkan semakin banyak perempuan dan anak sebagai korban. Melihat kondisi terkini, tanggung jawab dan peran penting dari semua unsur masyarakat dan pemerintah menjadi penting. Bagi pemerintah daerah dituntut mampu membuat terobosan untuk membuat korban mudah mendapatkan akses keadilan, dan koordinasi perangkat daerah untuk melindungi korban tentunya tidak meminimalisir langkah-langkah affirmative untuk mencegah dengan mengedukasi masyarakat dan penguatan peran lembaga-lembaga pendidikan, termasuk menyasar langsung potensi pelaku, orang tua dan anak-anak.
Rekomendasi yang diajukan oleh penulis sebagai risalah kebijakan yang berpihak pada perempuan dan anak korban kekerasan di Maluku antara lain dengan memperkuat kerjasama antara perangkat daerah dengan organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk pengadaan layanan, termasuk memberikan dukungan bagi kerja-kerja layanan. Membangun mekanisme koordinasi dengan institusi-institusi keumatan atau keagamaan dan pendidikan sebagai aktor kunci dalam upaya menurunkan tren KTP dan KTA. Meninjau pelaksanaan program sekolah ramah anak yang menjadi program KPPPA RI. Memberikan rewards bagi sekolah yang berhasil dan punishment bagi yang gagal. Membuat terobosan dalam hal penyelenggaraan layanan, diantaranya memasukkan SPPT-PKKTP dalam mekanisme regulasi daerah, penguatan P2TP2A atau kelembagaan sejenis (UPTD PPA) yang efektif. Menjajaki hadirnya Shelter dan/atau Rumah Aman berbasis pemerintah yang representatif dan memenuhi standar HAM demi memberikan perlindungan bagi korban. Membuat peta situasi perempuan Maluku dengan sistem pendataan yang menjangkau seluruh wilayah Provinsi Maluku, agar didapatkan gambaran yang utuh dan kontekstual. Terakhir memastikan DPPPA memiliki rencana strategis yang berbasis data, berdasar pada hasil kajian dan responsif kepentingan pemenuhan hak korban dan perlindungan perempuan dan anak Maluku secara komprehensif.
Penulis dapat dihubungi melalui email lusipeilouw@gmail.com