Cara Bertahan Rumah Tangga Selama Krisis
Dari penjelasan di atas terdapat bukti bahwa tingkat kesejahteraan sebagian besar rumah tangga di Indonesia menurun selama krisis akibat pandemi COVID-19. Untuk mencukupi kebutuhan hidup selama pandemi, beberapa strategi diterapkan oleh rumah tangga. Gambar 5 menunjukkan beberapa coping mechanism yang umum dilakukan untuk mengatasi penurunan kesejahteraan. Cara yang paling umum dilakukan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari antara lain dengan menjual atau menggadaikan barang, mengurangi pengeluaran non makanan, meminjam uang kepada kerabat, mengurangi pengeluaran makanan, dan mekanisme lainnya. Hanya 15% rumah tangga yang melaporkan bahwa kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi.
Banyak faktor mempengaruhi kemampuan rumah tangga dalam mengatasi krisis; salah satunya adalah adanya tabungan (berupa uang yang mudah dicairkan) atau barang (yang mudah dijual atau digadaikan). Gambar 6 menunjukkan proporsi kepemilikan tabungan uang atau barang rumah tangga secara nasional. Sebanyak 51% rumah tangga di Indonesia tidak memiliki tabungan uang maupun barang. Sementara itu, 14% rumah tangga memiliki tabungan yang dapat mencukupi kebutuhan keluarga selama lebih dari 6 bulan, 10% memiliki tabungan yang dapat mencukupi kebutuhan selama kurang dari sebulan, dan selebihnya memiliki tabungan yang dapat mencukupi kebutuhan selama 1–6 bulan.
Bantuan Sosial Sebagai Pengurang Beban Pengeluaran
Selain usaha coping mechanism dari rumah tangga sendiri, selama 2020 pemerintah juga telah menyalurkan sejumlah program perlindungan sosial baik dalam bentuk subsidi maupun uang tunai atau bantuan sosial (bansos) sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hasil Survei Rumah Tangga 2020 menunjukkan bahwa 85% rumah tangga menerima setidaknya satu program bantuan dari pemerintah. Sementara itu, 95% dari rumah tangga di persentil 20 ke bawah mendapatkan bantuan tersebut.
Empat program besar berupa bantuan tunai, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), BLT Dana Desa (BLT DD), dan Bantuan Sosial Tunai (BST), digunakan untuk memudahkan penghitungan dalam mengukur kecukupan nilai program bantuan. Empat program tersebut mencakup setidaknya 35 juta atau 50% rumah tangga.
Sebanyak 69% rumah tangga termiskin di wilayah perkotaan dan 76% rumah tangga termiskin di wilayah perdesaan menerima setidaknya satu bantuan sosial. Rumah tangga yang lebih miskin memiliki proporsi lebih tinggi sebagai penerima bantuan dibandingkan rumah tangga yang lebih kaya. Pola ini terjadi karena program bansos selama ini memang menarget rumah tangga miskin.
Sementara itu, Gambar 8 menunjukkan rata-rata kecukupan nilai bantuan sosial terhadap pengeluaran rumah tangga berdasarkan peringkat desil pengeluaran rumah tangga pada Maret 2020. Jika empat besar program bansos tunai di atas dikombinasikan, nilai bantuan sosial bernilai sebesar 21% dari total pengeluaran rumah tangga termiskin di wilayah perdesaan dan bernilai sebesar 18% untuk rumah tangga termiskin di wilayah perkotaan. Makin kaya sebuah rumah tangga, relatif makin berkurang proporsi manfaat bantuan sosial yang dirasakan. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat relatif bansos untuk rumah tangga miskin relatif lebih besar.
Selain itu, dari Survei Rumah Tangga 2020, 67% rumah tangga penerima bantuan secara subjektif menyatakan bahwa bantuan yang mereka terima sangat bermanfaat. Di antara penerima bantuan kombinasi tiga hingga empat program, 80% sampai 86% rumah tangga menyatakan bantuan yang mereka terima sangat bermanfaat.
Tantangan Pemulihan
Dari status terkini (per 15 Juli 2021), kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Menanggapi hal ini, Bank Indonesia bahkan sampai menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2021 dari 4% - 5% menjadi 3,8%. Salah satu langkah utama yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengendalikan pandemi adalah mempercepat vaksinasi secara nasional. Selain itu, bantuan sosial masih sangat diperlukan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, terutama rumah tangga miskin, dalam situasi krisis saat ini.
Secara sederhana, ada tiga langkah yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan efektivitas bantuan sosial. Pertama, pemerintah bisa memperbesar nilai bantuan. Misalnya, nilai bantuan dapat diperbesar dari rata-rata 300 ribu rupiah per bulan per rumah tangga pada 2020 menjadi 600 ribu rupiah per bulan per rumah tangga pada 2021. Pada 2020, rata-rata nilai bantuan sosial tunai periode April–Juni sebenarnya sudah sebesar 600 ribu rupiah per bulan, tetapi pada periode Juli–Desember nilai bantuan ini turun menjadi 300 ribu rupiah per bulan per rumah tangga. Angka nominal ini dinilai kurang memadai mengingat beban rumah tangga makin berat selama krisis berkepanjangan akibat pandemi. Sebagai perbandingan, rata-rata garis kemiskinan nasional adalah Rp. 2.216.714 per rumah tangga miskin per bulan. Untuk menambah nilai bantuan, satu program dapat saling melengkapi atau dikombinasikan dengan program lain untuk memperbesar manfaat program terhadap pengeluaran rumah tangga.
Kedua, pemerintah dapat memperluas cakupan program-program perlindungan sosial yang telah ada, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin yang belum tercakup bantuan sosial mana pun. Gambar 7 menunjukkan bahwa sekitar 25% - 30% dari 10% rumah tangga termiskin tidak menerima satu program bantuan sosial pun. Angka rumah tangga yang tidak tercakup juga masih cukup besar untuk 40% rumah tangga termiskin. Untuk keperluan ini, perbaikan pangkalan data rumah tangga miskin, rentan miskin, dan yang terdampak pandemi pun menjadi krusial karena pangkalan data yang baik menentukan tepat sasaran dan berhasil atau tidaknya sebuah program.
Ketiga, pemerintah perlu memastikan tersalurkannya program bantuan sosial secara tepat waktu, yakni sebelum dampak krisis menjadi terlalu besar terhadap rumah tangga. Ketepatan sasaran dan ketepatan waktu penyaluran bantuan menjadi kunci efektivitas program dalam menanggulangi penurunan kesejahteraan rumah tangga.
Artikel ini bersumber dari: https://smeru.or.id/id/content/situasi-kemiskinan-selama-pandemi