Setumpuk pakcoy dan sawi segar tersusun rapi di atas tanah perkebunan yang masih setengah basah. Satu kantong besar cabai rawit dan dua buah pepaya lengkap dengan seombyok bunganya juga tampak di sana. “Siap untuk dijual ke Pasar Waimangura esok hari,” ujar Mama Novi dengan wajah berseri.
Sore itu panen kedua di kebun hortikultura milik Kelompok Tani Wanita Iya Ate Desa Lua Koba, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Mama Novi bersama anggota kelompok lainnya begitu semangat mengumpulkan hasil jerih payah mereka.
Di kebun seluas setengah hektar itu terdapat lima bedeng. Selain pakcoy, sawi, pohon pepaya dan cabai yang baru saja dipanen, di bedeng-bedeng tersebut juga ada tomat, kangkung, terong, buncis, bawang merah, dan daun bawang.
Kelompok Tani Wanita Iya Ate belum setahun dikukuhkan, tepatnya pada Februari 2024. Kelompok yang diketuai oleh Yuliani Koni Konda atau yang akrab disapa Mama Novi ini beranggotakan 21 petani perempuan. Mereka sepakat mengelola kebun bersama dan membagi hasilnya secara merata.
Kebun hortikultura Kelompok Iya Ate dikembangkan secara organik. Pada Maret 2024 lalu, Mama Novi dan beberapa anggota lainnya mengikuti pelatihan teknis pertanian organik yang diselenggarakan oleh Program Pengembangan Penghidupan Masyarakat yang Inklusif di Kawasan Timur Indonesia (BangKIT). Pelatihan yang disampaikan oleh GS Organik ini memberikan bekal cukup bagi kelompok tersebut untuk mengolah tanah, cara menanam, menyiapkan pupuk dan pestisida organik, serta manajemen kelompok.
Foto: Kebun Mama Sry dan Pak Lukas, Desa Mere Kehe, Kecamatan Kodi Bangedo (Dokumentasi Yayasan BaKTI).
Hingga kini mereka sudah membuat sekitar 100 kilogram pupuk organik padat dan kurang lebih 30 liter pestisida organik cair. “Pupuknya sudah dipakai untuk menyuburkan tanaman hortikultura, pestisida juga sudah dipakai untuk mengusir hama tanaman,” ujarnya.
Meski belum lama bertanam hortikultura, Kelompok Tani Wanita Iya Ate sudah bisa menikmati hasilnya. “Sayur putih dan sawi sendok sering diborong oleh ibu-ibu dari Kabupaten Sumba Barat untuk dijual lagi di pasar,” kata Mama Novi.
Selain Kelompok Tani Wanita Iya Ate di Desa Lua Koba, desa-desa intervensi program BangKIT lainnya juga semakin bergeliat mengembangkan pertanian hortikultura secara organik. Seperti Kelompok Pucuk Merah dari Desa Mali Mada, Kecamatan Wewewa Utara. Kelompok ini mulanya adalah kelompok usaha minyak kelapa. Namun seiring adanya program BangKIT, kelompok yang semua anggotanya perempuan ini juga tertarik bertanam sayur. Theresia Kaka Bili, ketua Kelompok Pucuk Merah, kemudian menyiapkan sebagian lahan miliknya sekitar 20 x 30 meter untuk dikelola oleh kelompok.
Meski tidak mengikuti Pelatihan Teknis Pertanian Organik bersama GS Organik kala itu, namun Kelompok Pucuk Merah tak ketinggalan. Adanya kegiatan Kelas Belajar sesama pelaku penghidupan yang difasilitasi program BangKIT membuat kelompok ini memiliki kesempatan untuk belajar tentang pembuatan bedengan, pola tanam, perawatan tanaman, dan pembuatan pupuk organik.
Kini, kebun hortikultura mereka sudah bisa dipanen antara lain sawi tosakan dan pakcoy hawaii. Hasilnya pun lumayan, total pendapatan dari menjual sayur sejauh ini kurang lebih 2,3 juta rupiah. Dari hasil penjualan tersebut mereka simpan untuk kas kelompok sebesar 500 ribu rupiah yang akan digunakan untuk membeli benih. Sementara sisanya mereka bagi rata untuk 10 orang anggota kelompok yang aktif saja. Jelang musim hujan seperti sekarang, Kelompok Pucuk Merah lebih fokus bertanam cabe rawit, terong ungu, terong hijau, buncis, kacang panjang, dan pepaya california.
Geliat pertanian hortikultura di desa intervensi program BangKIT tak hanya dalam bentuk kelompok. Ada juga perempuan-perempuan yang mengembangkan pertanian hortikultura dengan cara mengelola lahan sendiri secara individu yang dibantu oleh suami dan anggota keluarga lainnya.
Foto: Mama Sabina, Petani Desa Pandua Tana, Kecamatan Wewewa Utara (Dokumentasi Yayasan BaKTI)
Bertani bukan hanya untuk memenuhi pangan
Perempuan memiliki peran penting dalam menjaga pangan. Berkaca pada pengalaman program BangKIT di Kabupaten SBD, setidaknya petani-petani perempuan telah berkontribusi terhadap tiga hal, antara lain bertani untuk memenuhi kebutuhan pangan (keluarga dan lingkungan sekitar), meningkatkan perekonomian, dan menyelamatkan bumi (dari perubahan iklim).
Mama Adriana Ina Kii, petani sayur dari Desa Maliti Dari Kecamatan Wewewa Timur, mengatakan bahwa 30 persen hasil kebunnya untuk kebutuhan pangan sendiri dan sebagian besar lainnya dijual. Penghasilan yang ia terima pun lumayan, total sekitar 4-5 juta rupiah selama enam bulan terakhir. Mama Adriana telah berperan penting dalam memenuhi pangan keluarga, termasuk masyarakat sekitar, dan meningkatkan perekonomian keluarga.
“Dalam 1 minggu kadang 1-2 kali panen, setiap kali panen sayur dijual ke pasar paling rendah 150 ribu rupiah dan paling tinggi 250 ribu rupiah, kadang hasil sayuran dijual ke pasar Ombarade, kadang dijual keliling oleh suami,” kata Mama Adriana.
Mama Sry, petani perempuan dari Desa Mere Kehe, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten SBD, bersama suaminya Bapak Lukas Loghe Kaka menjadi pemasok sayur-sayuran di Puskesmas untuk makanan tambahan program stunting. “Puskesmas beli sayurnya Bapak Lukas karena sayurnya organik, tidak menggunakan bahan kimia kata bapak Lukas seperti itu,” ungkap Robertus Dai, Fasilitator Program BangKIT untuk Desa Mere Kehe.
Selain memenuhi kebutuhan pangan dan menambah pendapatan, perempuan-perempuan petani sayur organik ini juga telah berkontribusi menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Kini, tak sedikit aktivitas pertanian yang sangat bergantung dengan pupuk kimia. Padahal dampak penggunaan pupuk kimia sangat berbahaya untuk lingkungan dan kesehatan, serta meningkatkan emisi gas rumah kaca yang dapat memperburuk perubahan iklim. Pertanian organik adalah solusi untuk menyelamatkan lingkungan sekaligus aman untuk kesehatan.
Foto: Kelompok Tani Wanita Iya Ate Desa Lua Koba (Dokumentasi Yayasan BaKTI)
Mama Antoneta Tamo Ina dari Kelompok Tani Turut Iya Desa Odi Paurata, Kecamatan Wewewa Utara, Kabupaten SBD, bersama kelompoknya telah memproduksi pupuk organik sebanyak 200 kilogram untuk kebutuhan di kebun mereka. “Kami berkelompok membuat pupuk organik padat setiap bulan dan digunakan bersama, paling banyak membuat pupuk sebanyak 200 kilogram karena pupuk tersebut membuat tanaman tumbuh subur, kami pun tidak menggunakan pupuk urea,” ungkapnya.
Dampak perubahan iklim sungguh nyata dihadapi para petani. Munculnya berbagai hama, curah hujan tidak menentu, dan sulitnya air (kekeringan) adalah tantangan yang kerap mereka hadapi. Noviana Bora, petani perempuan dari Desa Dangga Mangu, Kecamatan Wewewa Timur, harus menerima kenyataan benih lombok yang ia semai tidak tumbuh baik lantaran bedeng kering. “Pompa air rusak, intensitas hujan tidak menentu sehingga benih lombok tidak tumbuh baik,” tuturnya.
Terlepas dari tantangan yang menghadang, semangat para petani perempuan di Kabupaten SBD untuk mengembangkan tanaman hortikultura secara organik tetap menyala. “Bagaimana pun ini sangat membantu kebutuhan hidup, untuk beli beras dan gula-kopi,” ujar Mama Sabina. “Bertanam sayur membantu kami dalam rumah tangga, bisa kami konsumsi secara pribadi bersama keluarga, tidak perlu beli ke pasar, dan uangnya bisa untuk anak sekolah,” imbuh Mama Antoneta.
Dalam konsep kesetaraan gender, kegiatan pengembangan pertanian hortikultura secara organik dapat memperkuat akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat sumber penghidupan bagi perempuan. Mulai dari semakin terbukanya akses perempuan terhadap sumber daya pertanian untuk dikelola (termasuk akses pengetahuan), meningkatnya partisipasi mereka sebagai penyedia bahan pangan dan penopang perekonomian keluarga, hingga keleluasaan dalam mengontrol waktu mereka untuk melakukan kegiatan produktif. Tak ayal perempuan memiliki peran sangat penting dalam menjaga pangan untuk keluarga dan masyarakat sekitar, meningkatkan perekonomian, dan menjaga bumi dari perubahan iklim.
Info Selanjutnya
Nyur Yawati adalah Nyur Yawati, Local Governance & Gender Specialist Program BangKIT-Yayasan BaKTI.
Informasi lebih lanjut mengenai Program BangKIT melalui info@bakti.or.id