Kesempatan untuk belajar di suatu negara dengan budaya masyarakat dan budaya belajar yang berbeda tentu saja menjadi pengalaman berkesan dan berharga bagi setiap orang. Itulah yang kami rasakan sebagai peserta program INSPIRASI. Dua minggu masa orientasi untuk pengenalan dan adaptasi dengan lingkungan New Zealand telah selesai.
Memasuki minggu ketiga di bulan Juli, kami memulai kegiatan pelatihan Bahasa Inggris. Kursus intensif selama 3 bulan hingga akhir September ini bekerja sama dengan International House di Auckland University of Techology (AUT). Kelas ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris kami dalam menulis, membaca maupun berkomunikasi. Dikemas dalam kelas internasional, kami dapat memperkaya kemampuan dan keterampilan melalui interaksi dengan siswa-siswi dari berbagai negara. Kami diajar oleh guru-guru yang berkualitas dan penutur asli Bahasa Inggris.
Selain memperdalam kemampuan bahasa Inggris masing-masing peserta, kelas ini juga memperdalam pengenalan budaya dari negara lain dan mengembangkan pemahaman budaya. Kami bertemu dan berinteraksi dengan masyarakat dan mahasiswa dari berbagai suku bangsa seperti Thailand, China, Korea, Perancis, Arab Saudi dan Jordania membuat kami lebih toleran untuk menerima budaya lain yang berbeda. Kesempatan ini kami manfaat untuk menambah relasi dan pengalaman berinteraksi dan mengenal budaya lain di dunia.
Kami juga mendapat kesempatan mengenal lebih dekat kebudayaan New Zealand melalui kelas Pengantar Budaya. Berbagai infomasi mulai dari sejarah negara New Zealand, penduduk asli dan kebudayaannya, sampai perkembangan modernisasi disajikan dalam kelas ini. Metode penyajian materi yang sangat bervariasi melalui diskusi aktif, kunjungan lapangan dan ekplorasi melalui video dan film membuat pembelajaran ini menjadi menarik. Tak lupa kami diberikan kesempatan mencicipi makanan dan minuman khas dari New Zealand dan mengikuti acara perayaan tahun baru suku Maori (Matariki).
Untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam program pembangunan berkelanjutan, kami pun dilatih dalam kelas kepemimpinan dan penulisan akademik. Kelas ini mengasah keterampilan para peserta dalam kepemimpinan, berpikir kritis dan manajemen proyek. Melalui kelas ini setiap peserta dipersiapkan untuk membuat proyek berkelanjutan yang akan diaplikasikan di organisasi masing-masing.
Setiap peserta pun difasilitasi dengan seorang mentor yang akan membantu dalam merencanakan proyeknya. Salah satunya, Serlinia R. Anawoli dari Koalisi Perempuan Indonesia NTT, yang mendapat mentor, Carol Beaumont, seorang perempuan hebat, penuh inspiratif, aktif dalam Partai Buruh, Kepala Organisasi Perawat di New Zealand, juga Presiden National Council of Women New Zealand – Branch Auckland.
“Senang sekali diberikan kesempatan berbagi cerita pengalaman pergerakan perempuan NTT dalam pertemuan rutin National Council of Women New Zealand – Branch Auckland”, ungkap Serlinia bangga.
Tidak kalah menariknya, peserta lain juga mengunjungi beberapa lokasi untuk melihat pengembangan masyarakat dan usaha sosial bersama mentor. Bahkan dilibatkan dalam kegiatan komunitas mentor dan keluarga angkat. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk berjejaring. Misalnya, Citra Al Rasyid yang ikut dalam Konferensi Perempuan PSA telah membawanya bertemu konsultan perjalanan Indonesia-New Zealand. Citra yang kebetulan fokus mengeksplorasi ekowisata sebagai alternatif penghidupan untuk perburuan ilegal, penebangan dan penambang-an di Gorontalo sedang mencari peluang bagi daerahnya.
Bagi Andi Arifayani, peserta INSPIRASI dari Yayasan Lemina Makassar, menuturkan pengalaman yang berbeda. Tinggal dengan keluarga asuh yang memiliki anak kecil, memberikan exposure baru tentang interaksi anak dan orangtua dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memberikan kebebasan bagi anak untuk mengekspresikan dirinya dan membantu anak dalam setiap proses pertumbuhan. Anak didik dalam lingkungan yang demokratis dan menghargai hak-hak anak. Bahkan dalam percakapan sehari-hari anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Ini adalah sebuah hal yang baru untuk dipelajari sebagai bagian untuk meningkatan kualitas pelayanannya untuk memahami hak-hak anak dalam konteks budaya yang berbeda.
Dalam kesempatan yang lain, kegiatan ini pun membuka ruang memperkenalkan budaya Indonesia melalui kulinernya. Rezky Pratiwi mencoba memperkenalkan ragam makan Indonesia kepada keluarga asuh, seperti Soto Ayam, kari ayam, sate dan pisang goreng. Rangkaian rasa yang unik dan berbeda memberikan mereka sebuah ekplorasi baru tentang makan Indonesia. Hal yang menarik adalah orang New Zealand tidak begitu terbiasa dengan menu pisang goreng coklat keju. Keluarga asuhnya tertarik untuk mencoba pisang goreng meskipun kurang yakin terlihat di wajahnya.
Selain itu, di kelas Bahasa Inggris, kami pun menginisiasi pengenalan budaya melalui lagu, tarian, baju daerah dan sharing makanan Indonesia dengan teman-teman dan guru dari negara lain. Kami menyanyikan beberapa lagu daerah dari Indonesia dengan menggunakan baju dearah kami masing-masing. Beberapa orang menjadi terkesan dan penarasan dengan Indonesia ketika menyaksikan bahwa Indonesia memiliki beragam budaya dan suku yang berbeda. Hal ini memberikan pengetahuan yang baru buat beberapa orang tentang realita Indonesia yang tidak hanya tentang Bali.
Bagi Fauzan Ade Azizi, IT manager social enterprise bernama Tenoon, kesempatan belajar di New Zealand adalah kesempatan seumur hidup. Meski sebelumnya telah merasakan hidup di Australia sebagai pemegang working holiday visa, pengalaman sebagai peserta Indonesia Young Leaders Programme (IYLP) membuat pria yang sering disapa Fauzan ini belajar banyak hal baru salah satunya berkaitan dengan kebijakan bagi difabel. Di Auckland, sangat mudah menemukan orang dengan kursi roda berada di keramaian jalan Queen Street. Fasilitas yang tersedia juga ramah bagi difabel.
Lain halnya dengan Rosa Depanda, perempuan asal Nagekeo yang belajar tentang Water and Sanitation Hygiene (WASH). Melalui berbagai program yang disediakan oleh penyelenggara beasiswa (UnionAID), Rosa dan kawan-kawan difasilitasi dalam pembelajaran tentang Waste Management serta pembuatan dan pemanfaatan kompos. Dalam sesi yang dilaksanakan di Pulau Waiheke, kami belajar praktik baik pengolahan sampah menjadi bahan yang bernilai ekonomis yang bisa meningkatkan pendapatan komunitas.
Pengalaman seru lainnya dirasakan oleh Tirsana Kailola melalui sistem pendidikan PAUD di New Zealand. Pendidikan yang berfokus pada pertumbuhan dan kesejateraan anak menjadikan pendidikan PAUD di negara ini sangat ramah kepada anak. Sistem pembelajaran yang dilakukan melalui free-playing dirancang untuk membuat anak belajar tanpa dipaksa. Praktik ini menghasilkan anak-anak yang mandiri dan kreatif. Sungguh sebuah sistem yang baik yang bisa kita kembangkan di Indonesia.
Berhubungan dengan makan lokal orang Maori, Ester Elisabeth Umbu Tara memperdalam pengetahuannya tentang kesejateraan pangan melalui pemanfaatan makan lokal. Hal ini membantu Ester dalam memperkenalkan dan mempromosikan makanan lokal di NTT.
Para peserta program juga ikut dalam diskusi bersama peneliti-peneliti perempuan di Universitas Auckland tentang ‘Putting Women on the Pathway to Political Representation’, dan berpartisipasi dalam perayaan hari Indigenous People bersama Pacific Women Watch. Selain itu ikut berpartipasi dalam Konferensi Perempuan International bertajuk ‘Strenght in Diversity’ dengan pembicara utama Ibu Helen Clark, Mantan Perdana Menteri perempuan pertama New Zealand.
Tidak hanya belajar di kelas, berdiskusi, dan ikut dalam berbagai kegiatan, kami diberikan juga kesempatan berpetualang dan mengekplorasi keindahan alam New Zealand. Di akhir minggu, kami mengunjungi berbagai tempat wisata yang menakjubkan dan menawarkan banyak pilihan wisata yang bisa dicoba, seperti wisata alam, sejarah dan budaya. Sungguh pengalaman belajar yang sarat dengan makna dan menyenangkan!