Pada sebuah kawasan padat di Makassar, Sulawesi Selatan, Hasnah duduk di teras rumahnya. Ia mengamati tetangganya, Biah, yang sedang menjelaskan cara-cara mencegah penularan COVID-19 menggunakan kertas. Sebagai pemilik warung yang berinteraksi dengan pembeli setiap hari, Hasnah termasuk berisiko tinggi terkena COVID-19.
“Jangan lupa cuci tangan dengan sabun, ya!” Biah mengingatkan Hasnah, yang menganggukkan kepala tanda mengerti. Berkeliling mengunjungi warga untuk menyosialisasikan isu kesehatan sudah sejak lama dilakukan oleh Biah, termasuk sebelum pandemi. Ia telah menjadi kader kesehatan di Makassar sejak tahun 1994 dan telah mengalami banyak suka dan duka.
Sebelum pandemi, Biah dan kader lain membantu kegiatan posyandu. Mereka mengukur tinggi dan menimbang berat anak-anak, membantu pemberian imunisasi, membagikan vitamin, dan mengingatkan jadwal kunjungan berikutnya kepada orang tua.
“Saya bertemu dan berkomunikasi dengan warga yang bermacam-macam pendapat dan sifatnya,” kata Biah saat menceritakan pengalamannya sebagai kader. “Sebagian dengan sukarela membawa anak ke posyandu, tetapi sebagian lain menolak meskipun saya sudah memohon-mohon. Mereka biasanya beralasan anak-anaknya sehat, jadi tidak ada alasan berkunjung ke posyandu.”
Pengalamannya selama ini mengajarkan Biah bahwa cara paling efektif untuk berkomunikasi dengan warga setempat adalah dengan membangun kedekatan. Pesan pun perlu disampaikan sesederhana mungkin.
Sejak pandemi, tanggung jawab kader kesehatan bertambah. Mereka kini ditugaskan untuk memastikan warga menerima informasi yang tepat terkait COVID-19 serta tahu cara-cara dan pencegahan penularan.
Untuk mendukung para kader, UNICEF Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah Sulawesi Selatan, mengadakan pelatihan yang diikuti 321 kader dari seluruh provinsi. Pelatihan ini dilaksanakan oleh Yayasan LemINA pada Juli 2020.
Dari pelatihan ini, Biah belajar cara sosialisasi COVID-19 dan peran kader kesehatan dalam mencegah wabah. Ia juga diberikan informasi terbaru tentang COVID-19 untuk memastikan ia selalu memberikan kabar yang aktual dan akurat kepada warga setempat.
“Saya belajar apa itu COVID-19, gejalanya, cara penularan, cara melindungi diri, dan kebiasaan hidup bersih dan sehat,” jelasnya. Usai menemui Hasnah, Biah melanjutkan perjalanannya menembus lingkungan padat. Di satu tangan, ia menenteng kotak berisi alat-alat kebersihan. Di tangan lain, ia membawa setumpuk kertas. Biah berbelok di muka sebuah gang sempit dan tiba di rumah Nia. Sama seperti Hasnah, Nia juga tergolong rentan karena kondisi jantungnya. Ia jarang meninggalkan rumah sejak wabah terjadi.
Biah menemui Nia untuk memberikannya perlengkapan kebersihan: alat disinfektan, tisu basah, sabun antiseptik, gunting kuku, pembalut, masker kain, jeriken yang bisa dilipat, dan poster edukasi. Kepada Nia, Biah menjelaskan cara menggunakan setiap benda agar rumahnya tetap bersih dan keluarganya aman.
“Kunjungan ke rumah adalah salah satu strategi utama yang digunakan kader kesehatan untuk menjangkau masyarakat selama pandemi,” ujar Wildan Setiabudi, WASH Officer UNICEF Indonesia. “Komitmen dan kerja keras para kader tidak ternilai harganya bagi upaya penanggulangan COVID-19.”
Setelah mengajarkan Nia cara mencuci tangan dengan sabun dan mendoakan Nia agar selalu sehat, Biah pun berpamitan. Masih ada keluarga lain yang perlu ia kunjungi dan Biah bertekad melanjutkan perjalanannya hari itu, berkeliling kota dan menjangkau semua orang.
UNICEF Indonesia menyampaikan terima kasih kepada para donor utama, termasuk Pemerintah Selandia Baru.
Artikel ini bersumber dari: Artikel ini bersumber dari https://www.unicef.org/indonesia/id/stories/memupuk-asa-di-tengah-pandemi