Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.
Stunting bukan hanya menjadi persoalan yang berdiri sendiri tetapi stunting adalah akumulasi dari berbagai persoalan yang muncul, salah satunya adalah budaya dan cara perilaku hidupnya yang tidak bersih.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK di samping berisiko pada hambatan pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit, juga menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Pencegahan stunting dapat dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting.
Upaya percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, penganggaran, dan pemantauan program/kegiatan pemerintah secara lintas sektor untuk memastikan tersedianya setiap layanan intervensi gizi spesifik kepada keluarga sasaran prioritas dan intervensi gizi sensitif untuk semua kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin. Dengan kata lain, konvergensi didefinisikan sebagai sebuah pendekatan intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama pada target sasaran wilayah geografis dan rumah tangga prioritas untuk mencegah stunting. Penyelenggaraan intervensi secara konvergen dilakukan dengan menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan bersama.
Urutan angka stunting tertinggi masih berada di Provinsi NTT (37,8 %) dan terendah Provinsi Bali (10,9%) sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan urutan ke 15 tertinggi (27,4%). Kurangnya Pendamping Gizi dalam penanganan stunting yang menyebabkan masih tingginya angka stunting di Sulawesi Selatan.
Provinsi Sulawesi Selatan melalui program Aksi Setop Stunting, tahun 2022 memberikan perhatian penurunan stunting di seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel serta dengan Program GAMMARA’NA (Gerakan Masyarakat Mencegah Dan Memberantas Stunting) sebagai salah satu inovasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam menekan angka stunting.
Gerakan Masyarakat Mencegah Stunting (Gammara’Na) merupakan program inovasi Pemprov Sulsel dalam menekan stunting dengan menghadirkan pendamping pendamping gizi di wilayah Sulsel.
Para pendamping gizi ini akan melakukan pendampingan gizi kepada keluarga pada 1.000 hari pertama kehidupan dan memberikan paket intervensi gizi pada anak dan ibu hamil untuk desa lokus stunting di 24 Kabupaten/Kota. Para pendamping juga akan mensosialisasikan dalam perubahan perilaku pengasuhan kehamilan agar tidak melahirkan anak dalam kondisi stunting.
Program ini menghadirkan pendamping gizi di 40 desa di Kabupaten Bone dan 30 desa di Kabupaten Enrekang. Para pendamping bertugas memberikan pemahaman bagi masyarakat untuk menanam tanaman bergizi khususnya bagi pasangan usia subur guna. Secara spesifik, kegiatan ini berupaya menekan stunting dengan memberikan kapsul daun kelor, suplemen multivitamin bagi ibu hamil, PMT Balita, PMT Ibu Hamil dan Multivitamin Taburia bagi ibu hamil dan pasangan usia subur.
Pendamping gizi juga dilakukan sebagai upaya mengedukasi remaja putri, ibu hamil, dan ibu yang memiliki balita untuk membangun pola hidup sehat. Harapannya aktivitas ini dapat memberikan pengaruh dalam melahirkan generasi anak bangsa yang hebat dan membanggakan.
Beberapa program inovatif untuk menurunkan angka stunting juda telah dilakukan di berbagai kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Angka stunting di Sulsel mulai mengalami penurunan signifikan hingga melampaui target pemerintah pusat. Angka stunting di Sulsel pada tahun 2018 mencapai 35,6 persen (Riskesda 2018), sedangkan tahun 2019 angka stunting menurun hingga 30,5 persen (SSGBI 2019). Pendataan SSGI Tahun 2020 tidak dilaksanakan sebab pandemi COVID-19 dan angka stunting tahun 2021 menurun hingga 27,4 persen.
Saat ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tengah mendorong program Gammara'na untuk menekan angka stunting tersebut dan pada tahun 2021 yang menjadi Lokus Stunting di Provinsi Sulawesi Selatan ada 17 Kabupaten/Kota yaitu Kota Makassar, Kab. Selayar, Bulukumba, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkep, Bone, Wajo, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara dan Toraja Utara.