Membangun lembang (sebutan untuk “desa” di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara) inklusif adalah suatu upaya untuk membuka ruang bagi semua warga lembang untuk berpartisipasi dalam pembangunan lembang. Lembang inklusif juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang adil dan sejahtera bagi semua warga, tanpa memandang latar belakang atau kemampuannya.

Lembang inklusif menunjukkan kondisi dimana warga dapat menerima perbedaan secara positif, adanya pelayanan yang ramah bagi disabilitas, memiliki kebijakan yang mendorong partisipasi warga, mengakui keberagaman dan memperkuat nilai-nilai budaya setempat, termasuk pula memiliki infrastruktur yang memadai bagi semua warga tanpa kecuali.

Untuk membangun lembang inklusif, diperlukan komitmen dan perubahan cara pandang masyarakat terhadap difabel, lanjut usia (lansia), anak–anak, perempuan, kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya. Selain itu, juga perlu ada data dan informasi yang akurat mengenai difabel, lansia, anak–anak, kelompok rentan dan marginal serta data mengenai sarana dan prasarana yang tersedia di lembang, terutama yang dapat digunakan dengan aman bagi difabel, lansia, anak–anak, dan ibu hamil sesuai kebutuhannya.

Menurut Keputusan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi  Nomor 518 Tahun 2024 tentang Panduan Fasilitasi Desa Inklusif, terdapat lima belas indikator desa inklusif, diantaranya: (1) Tersedianya surat keputusan Kepala Desa terkait pembentukan Kader Desa Inklusif;  (2) Terdapat setidaknya sebesar 50% keterlibatan kelompok rentan dan marginal sebagai Kader Desa Inklusif;  (3) Terdapatnya Forum Diskusi Penggalian usulan kegiatan desa inklusif;  (4) Tersedianya dokumen usulan kegiatan desa; (5) Meningkatnya partisipasi kelompok marginal dan rentan setidaknya sebesar 50 persen dalam dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa; (6) Meningkatnya partisipasi kelompok marginal dan rentan setidaknya sebesar 30% dalam kegiatan publik di desa;  (7) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok perempuan; (8) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok difabel; (9) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok Lansia; (10) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok anak dan remaja;  (11) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok minoritas agama, kepercayaan dan adat tertentu; (12) Terlaksananya kegiatan desa inklusif bagi kelompok resiliensi dan kelompok lainnya (contohnya mantan napi, mantan ODDP, masyarakat dalam rehabilitasi, dan lain lain); (13) Terlaksananya desa yang mendukung keberlanjutan kegiatan kelompok marginal dan rentan di desa; (14) Tersedianya dukungan penganggaran bagi keberlanjutan desa inklusif yang bersumber dari supra desa (pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, pemerintah pusat); (15) Tersedianya nota kesepahaman (MoU) dengan pihak ketiga (swasta, akademisi, organisasi nirlaba/LSM/NGO).

Pendapat pihak pemerhati dan aktivis mengenai desa inklusif layak juga untuk menjadi bahan masukan sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan menteri. Menurut Joni Yulianto (dalam Temu Inklusi 2014 di Yogyakarta) ada sembilan indikator desa inklusif, yaitu: (1) Memiliki data dan informasi tentang aset Desa yang komprehensif dan terus diperbarui, termasuk data difabel; (2) Ada wadah bagi warga difabel; (3) Ada jaminan keterlibatan dalam proses pengambilan kebijakan; (4) Adanya perencanaan anggaran yang mengarusutamakan inklusi difabel (Proses, Alokasi anggaran, realisasi dan evaluasinya); (5) Regulasi yang mendukung (perdes); (6) Kesetaraan akses pada layanan umum di Desa; (7) Keberadaan sarana fisik yang lebih aksesibel; (8) Adanya bentuk tanggung jawab sosial dari masyarakat; dan (9) Adanya ruang untuk berinovasi dan berjejaring.

Program INKLUSI - BaKTI di Tana Toraja yang diimplementasikan oleh Yayasan Eran Sangbure Mayanga (YESMa) juga mendorong terbentuknya lembang inklusif. Ada tiga lembang di Tana Toraja yang didorong untuk menjadi lembang inklusif yaitu Lembang Lea, Limbong, dan Randan Batu. Adapun tahapan yang dilakukan untuk mendorong lembang inklusif, sebagaimana yang dilakukan YESMa, dimulai dengan melakukan pendataan terhadap difabel, lansia, perempuan miskin, kelompok rentan, dan marginal.

Data itu penting untuk mengetahui keberadaan kelompok masyarakat yang selama ini kurang mendapat perhatian dan terabaikan dalam kebijakan pemerintah. Dengan adanya data para difabel dan kelompok marginal serta kelompok rentan lainnya, maka akan sangat membantu meyakinkan pemerintah lembang dan para pihak lainnya bahwa masih ada masyarakat yang belum mendapat perhatian dan terabaikan dari para pembuat kebijakan.

Data itu juga menjadi bahan atau referensi untuk mengadvokasi peraturan lembang (Perlem) tentang lembang inklusif. Program INKLUSI-BaKTI memproses penyusunan Perdes pada ketiga lembang ini dan telah disahkan oleh pemerintah lembang setelah melalui proses pembahasan naskah akademik dan rancangan Perdes bersama Badan Permusyawaratan Lembang (BPL).

Pembentukan peraturan lembang inklusif diawali dengan diskusi bersama Kepala Lembang dan Ketua BPL di lima belas lembang/kelurahan. Diskusi ini dilakukan pada kegiatan penguatan kapasitas kelompok konstituen di lembang. Dalam diskusi itu, YESMa menyampaikan rencana mendorong pembentukan Peraturan Lembang tentang Lembang Inklusif untuk mendukung implementasi Peraturan Daerah Tana Toraja Nomor 5 tahun 2023 tentang Kabupaten Inklusi dan Perlindungan Penyandang Disabilitas.

Dari 15 lembang/kelurahan wilayah program di Tana Toraja, ada 3 kepala lembang yang menyambut baik dan antusias untuk memiliki peraturan lembang itu dan bersedia memberi dukungan data dan informasi untuk penyusunan peraturan lembang. Mereka adalah Kepala Lembang Randan Batu Kecamatan Makale Selatan, Lembang Lea Kecamatan Makale, dan Lembang Limbong Kecamatan Rembon. Dukungan pemerintah lembang memberi harapan akan adanya lembang di Tana Toraja yang memiliki Peraturan Lembang Inklusif sehingga semakin besar pula harapan akan adanya lembang inklusif di Tana Toraja.

Sejak itu, YESMa mulai memproses penyusunan rancangan peraturan lembang dengan melakukan pendataan dan menghimpun informasi untuk menjadi bahan dalam naskah akademik peraturan lembang. Rancangan peraturan lembang dan naskah akademik dibawa dalam pertemuan konsultasi publik di lembang. Kepala desa mengundang  BPL, perangkat lembang, tokoh  masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pimpinan organisasi masyarakat sipil (OMS), difabel, lansia, kelompok rentan dan marginal. Tiga lembang melaksanakan Konsultasi Publik Rancangan Peraturan Lembang (Raperlem) dan naskah akademik. Banyak masukan yang diberikan oleh peserta untuk menjadi bahan penyempurnaan Raperlem tersebut. 

Setelah melengkapi berbagai masukan dalam konsultasi publik, tahap berikutnya adalah pemerintah lembang mengadakan pertemuan bersama BPL untuk menetapkan Raperlem Lembang Inklusif dan Ramah Anak menjadi Peraturan Lembang Inklusif dan Ramah Anak.

Proses pembentukan peraturan di lembang menjadi pembelajaran demokrasi yang menarik dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pemerintah desa, BPL dan semua komponen masyarakat.  Lagi pula dengan adanya Peraturan Lembang Inklusif, semakin banyak kesempatan untuk mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penetapan kebijakan di lembang dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan pemerintah desa untuk menghadirkan para difabel, kelompok perempuan, lansia dan masyarakat miskin dalam Musrembang tingkat desa.

Hal ini dapat juga dilakukan di kelurahan.  Kehadiran difabel, kelompok perempuan, lansia dan masyarakat pra sejahtera tidak untuk sekedar datang di pertemuan, tetapi terutama memberi kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan pendapat, masukan, kebutuhan dan harapan mereka untuk dimasukkan dalam perencanaan pembangunan dan anggaran desa. 

Program INKLUSI-BaKTI juga mendorong terbentuknya wadah atau organisasi tempat berhimpun para difabel untuk menyalurkan atau memperjuangkan aspirasi, wadah untuk meningkatkan kapasitas dan bahkan lebih dari itu menjadi perwakilan kelompok penyandang disabilitas dalam penetapan kebijakan di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi karena memang tidak semua difabel dapat dihadirkan dalam pertemuan di kabupaten, provinsi dan di tingkat nasional. 

Program INKLUSI di Tana Toraja, melalui YESMa telah memfasilitasi terbentuknya organisasi Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) di Tana Toraja, tetapi masih pada tingkat kabupaten, belum di lembang. Namun dengan lahirnya PPDI di kabupaten maka diharapkan akan terbentuk juga di tingkat lembang/kelurahan bila terdapat cukup banyak difabel dan layak untuk dibentuk organisasinya.

Berkaitan dengan anggaran untuk mengakomodir kepentingan difabel, YESMa telah mendorong termuatnya anggaran tersebut dalam APBDes anggaran untuk pembangunan fasilitas ramah disabilitas, terutama pada fasilitas bangunan pemerintah, misalnya kantor lembang, posyandu,  sekolah, poskesdes dan fasilitas pemerintah lainnya. Bahkan juga anggaran untuk sosialisasi lembang ramah disabilitas. Harapannya semua ini dapat direalisasikan di tahun 2025.

 

Info Lebih Lanjut:

Matias Tanan adalah Koordinator Program INKLUSI - BaKTI - YESMa Tana Toraja.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.