Ketahanan pangan akan selalu menjadi isu global yang mendapat perhatian serius dari berbagai negara internasional, tidak terkecuali di Indonesia. Pangan akan selalu menjadi kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Kecukupan pangan merupakan hak asasi untuk semua orang.
Definisi ketahanan pangan dalam rumah tangga menurut FAO (1992) didefinisikan sebagai kecukupan pangan secara kuantitas dan kualitas dengan akses berkelanjutan untuk memastikan kehidupan yang sehat untuk semua anggota dalam rumah tangga. Suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan yang tangguh adalah yang dirancang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan manusia dan lingkungan.
Menurut Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia pada tahun 2022 berada di level 60,2, membaik dibanding dua tahun awal pandemik COVID-19. Kendati membaik, ketahanan pangan Indonesia tahun ini masih lebih rendah dibanding rata-rata global yang indeksnya 62,2, serta di bawah rata-rata Asia Pasifik yang indeksnya 63,4.
GFSI mengukur ketahanan pangan negara-negara dari empat indikator besar, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).
Menurut penilaian GFSI, meskipun harga pangan di Indonesia cukup terjangkau dan ketersediaan pasokannya cukup memadai jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun, infrastruktur pertanian pangan Indonesia masih di bawah rata-rata global. Dengan standar nutrisi dan keragaman makanan pokok masih dinilai rendah. Orang Indonesia cenderung mengonsumsi dan selalu kembali pada pangan homogen atau makanan pokok tunggal, terutama beras. Kecenderungan ini berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pernah berubah sejak dulu terkait produksi, lahan pertanian, tata niaga, dan penyediaan prioritas jenis pangan, yang sebagian besar berorientasi pada beras.
Untuk membuat ketahanan pangan Indonesia bisa terjaga dengan baik dan tidak hanya bergantung pada beras sebagai sumber makanan utama, Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan proyeknya, mengidentifikasi pentingnya peran perempuan dalam proses produksi untuk sistem pangan dan sebagai pengasuh dalam keluarga.
Peran perempuan dalam proses produksi pangan dapat dilihat pada project Indonesia-Postharvest Loss Alliance for nutrition (I-PLAN) yang dilakukan oleh GAIN. Melalui kompetisi rencana bisnis untuk pengelolaan pasca panen produk ikan, pemenang lima besar untuk pebisnis usaha kecil menengah adalah 3 perempuan yang mengajukan rancangan pengelolaan bisnis dengan sangat baik dan inovatif. Selain itu, pada fortifikasi iodine untuk garam di Jawa Timur, peran perempuan sangat signifikan pada proses produksi yaitu sebagai pengusaha usaha kecil menengah untuk garam yang bersedia untuk terlibat dalam fortifikasi yang tergabung dalam koperasi dan berhasil untuk mengelola dana bergulir yang diinvestasikan GAIN.
Pentingnya peran perempuan sebagai pengasuh keluarga dapat dilihat dalam pelaksanaan proyek BADUTA (Bayi dibawah usia dua tahun) yang berlangsung di tahun 2013-2017 di dua kabupaten provinsi Jawa Timur. Proyek ini menggunakan metode Emotional Demonstration (Emo-Demo), yaitu sebuah pendekatan komunikasi perubahan perilaku yang inovatif. Metode ini terbukti efektif dalam memperbaiki perilaku dan pemahaman ibu terkait pemberian makan pada bayi dan anak. Hasil evaluasi proyek yang dilakukan oleh tim Sydney University antara Februari 2015 dan Desember 2016 menunjukan bahwa persentase anak usia antara 6- 11 bulan di wilayah intervensi yang mengonsumsi setidaknya empat kategori makanan (minimum diet diversity), adalah 52 persen, sementara di wilayah pembanding ada 23 persen Untuk anak-anak antara usia 16-18 bulan, angkanya masing-masing 76 persen dan 53 persen Meskipun tidak berdampak pada tingkat pemberian ASI eksklusif atau angka stunting, tetapi kegiatan ini memberikan dampak besar terhadap pemberiaan kualitas makanan. Selain penganekaragaman makanan, kualitas makanan adalah faktor penting yang perlu ditingkatkan untuk memperbaiki gizi anak.
Pelaksanaan proyek ini melibatkan mayoritas perempuan (99 persen) yaitu dengan pelibatan sekitar 21.973 kader perempuan yang berhasil mempengaruhi 294.200 ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk mampu memilih makanan lebih sehat bagi anaknya. Perempuan yang dilatih sebagai kader selama periode proyek ini telah berhasil mempengaruhi ibu-ibu yang memiliki anak BALITA untuk bisa memberikan ASI eksklusif dan memilih makanan yang bergizi untuk disajikan pada keluarganya. Cara pendekatan yang dilakukan antara perempuan ke perempuan dengan bahasa dan demonstrasi perilaku yang disesuaikan ternyata mampu mempengaruhi secara signifikan terhadap pengetahuan ibu-ibu untuk memberikan makanan bergizi.
Bukti bahwa perempuan memegang peranan penting sebagai pengasuh juga bisa terlihat pada proyek edukasi pangan sehat di area perkebunan teh di Assam India yang dilakukan melalui pemberian pelatihan pada kader perempuan berusia 18-45 tahun. Pelatihan ini berhasil terlaksana dengan sangat baik. Dengan metode komunikasi secara langsung , proyek ini dilakukan melalui kunjungan dari rumah ke rumah untuk mengadvokasi ibu-ibu rumah tangga dengan cara meningkatkan pengetahuan mereka terkait pemilihan pangan yang sehat untuk keluarganya. Proyek ini telah berhasil merubah konsumsi diet dari yang sebelumnya didominasi Karbohidrat seperti nasi, roti dan kentang menjadi lebih bervariasi dengan penyediaan nutrien mikro yang lebih baik dan anjuran penggunaan minyak yang difortifikasi dengan Vitamin A sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun 77 persen masyarakat di Assam India ini memahami pentingnya untuk mengkonsumsi diet yang sehat, pada kenyataannya hanya 14 persen dari masyarakat yang secara rutin mau mengonsumsi buah-buahan dan hanya 32 persen yang mengkonsumsi sayuran. Sebagai pengasuh keluarga, perempuan juga perlu untuk ditingkatkan pengetahuannya dalam penggunaan pangan lokal. Itu sebabnya di Kabupaten Katingan , provinsi Kalimantan tengah, GAIN bekerjasama dengan WWF melakukan pelatihan pemberdayaan perempuan untuk penguatan penggunaan pangan lokal yang berkelanjutan.
Ibu rumah tangga mempunyai tanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan pangan dalam keluarga dan memastikan nutrisi yang sehat dapat terpenuhi. Selain itu secara ekonomi, ibu rumah tangga juga menentukan besaran anggaran dalam merencanakan, mengolah, mempersiapkan dan menghidangkan bahan pangan dalam upaya memperbaiki kualitas pangan yang dikonsumsi oleh keluarganya.
Berdasarkan pengalaman pelibatan perempuan dalam aktivitas proyek terkait pangan, GAIN mengusulkan agar pertama, kontribusi perempuan dalam ketahanan pangan perlu untuk dimaksimalkan dengan pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rantai sistem pangan, dimulai dari penyiapan produksi hingga pengolahan pangan. Meningkatkan hak pilihan perempuan atau kekuatan pengambilan keputusan di tingkat individu, rumah tangga, dan komunitas dapat mengarah pada peningkatan produktivitas pertanian, adopsi praktik dan teknologi cerdas iklim, dan hasil gizi rumah tangga yang lebih baik. Kekuasaan pengambilan keputusan perempuan adalah isu lintas sektoral, tetapi masih belum banyak dipelajari dan digunakan sebagai basis data untuk sistem pangan. GAIN mengusulkan agar adanya suatu strategi untuk meningkatkan suara, keterlibatan dan preferensi perempuan dalam solusi pertanian, termasuk desain, perluasan, dan adopsi teknologi, dan dalam menetapkan perempuan sebagai subyek dalam prioritas penelitian dan kebijakan untuk transformasi sistem pangan.
Kedua, dibutuhkan suatu upaya untuk membuat model ketahanan pangan berperspektif gender yang mengakomodir kebutuhan perempuan sebagai aktor penting dalam produksi hingga pengolahan pangan. Melakukan edukasi pada perempuan terkait pangan yang bergizi dan menjadikan perempuan sebagai subyek dalam proses perumusan kebijakan terkait sistem pangan. Untuk proses produksi, GAIN mengusulkan agar kebijakan yang dibuat bisa mempertimbangkan kebutuhan perempuan dengan akses yang dipermudah bagi perempuan untuk bisa mendapatkan bantuan dalam pertanian, akses untuk sumber dana dan pengembangan produksi pangan. Terkait dengan konsumsi, peran perempuan bisa dimaksimalkan dengan memberikan pengetahuan terkait pangan bergizi dan pengaturan makanan yang sehat dalam keluarga.
Ketiga, memberikan pembekalan pada perempuan dalam produksi system pangan untuk lebih mampu berdaya secara ekonomi dan sebagai pengasuh rumah tangga untuk memiliki kemampuan dalam pengolahan pangan lokal, pemilihan dan penyediaan pangan sehat bagi keluarganya.
Perwujudan ketahanan pangan akan bisa terjadi jika pemangku kepentingan bisa menampung aspirasi kebutuhan perempuan dalam sistem pangan dan memikirkan untuk bagaimana memaksimalkan peran mereka dalam seluruh sistem pangan tersebut. Pada dasarnya ketahanan pangan suatu negara tidak akan bisa terwujud jika ketahanan pangan di level rumah tangga tidak diwujudkan , terutama yang perannya ditentukan perempuan sebagai aktor penting.
Info lebih lanjut
Penulis adalah Senior Communications and Fundraising Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN)
Sumber: https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/opini/ketahanan-pangan-dan-peran-perempuan/