Pagi itu, kami berkendara menyusuri jalan yang mendaki dan berkelok. Tujuannya adalah sebuah desa yang berada di dataran tinggi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Namanya Desa Labbo. Di sepanjang jalan kadang kami temui warga yang sedang menjemur kopi, yang merupakan salah satu komoditi unggulan desa itu.
Desa Labbo adalah desa yang subur dikelilingi hutan yang masih terjaga dengan baik. Di dalam kawasan hutan, selain kopi, warga juga menanam cengkeh atau mengambil rotan. Selain itu ada juga petani pengambil madu, baik dilakukan secara individu ataupun kelompok.
Sebagian kebun warga memang berada di dalam kawasan hutan. Jika dulu mereka melakukannya secara ilegal, kini mereka tercatat memiliki hak kelola sejak ditetapkannya hutan tersebut sebagai hutan desa melalui skema Perhutanan Sosial.
Beragam tanaman dan satwa terdapat dalam Hutan Desa Labbo termasuk anoa yang merupakan salah satu satwa endemik Sulawesi. Hutan Labbo juga memiliki sumber air yang melimpah, yang menghidupi dua dusun yang ada di sekitarnya.
Hasri, Ketua BUMDes Labbo yang merupakan pemegang hak kelola Hutan Desa Labbo bercerita bagaimana Hutan Desa bisa memberi manfaat bagi warga, baik secara ekonomi maupun ekologi. “Meski hutan telah dikelola sejak dulu namun dengan ditetapkannya sebagai Hutan Desa maka warga bisa secara nyaman bertani tidak waswas lagi, sehingga produktivitas meningkat karena dikelola secara maksimal,” ungkap Hasri, pertengahan Agustus 2020 lalu.
Secara ekologi, hutan bisa lebih lestari karena kawasan hutan dikelola dengan baik dengan adanya aturan-aturan perlindungan di dalamnya. “Dulu boleh dikata petani melakukan perambahan hutan. Setelah ditetapkan sebagai hutan desa, dari segi perlindungan masyarakat saling mengawasi. Artinya kalau ada yang melanggar maka akan diawasi oleh yang lain sehingga pelestarian hutan berjalan,” jelasnya.
Menurut Hasri, alasan mendorong hutan Desa Labbo sebagai Hutan Desa karena secara histori masyarakat memang dari dulu sudah masuk dalam kawasan hutan, memanfaatkan hutan secara legal, bahkan melalui penebangan pohon. “Melihat ada program pemerintah melalui skema perhutanan sosial hutan ini diusulkan sebagai Hutan Desa. Masyarakat kemudian dilibatkan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan,” katanya.
Pengajuan Hutan Labbo sebagai Hutan Desa diinisiasi ketika Menteri Kehutanan MS Kaban berkunjung ke Desa Campaga Bantaeng di tahun 2007. Bupati Bantaeng yang ketika itu dijabat Nurdin Abdullah kemudian mengajukan tiga lokasi untuk Hutan Desa, yang salah satunya Desa Labbo.
Desa Labbo sendiri yang luasannya kurang lebih 342 hektar, diusulkan prosesnya dimulai pada tahun 2007 dan baru ditetapkan tiga tahun kemudian, tahun 2010. “Di dalam proses ini beberapa orang dilibatkan dalam perencanaan, diskusi di tingkat dusun, kemudian masyarakat diajak membuat perencanaan hutan ini mau dimanfaatkan seperti apa, supaya bisa diperoleh manfaat secara ekonomi,” jelas Hasri.
Di dalam Hutan Desa Labbo potensi yang ditemukan antara lain kayu, air, rotan, anggrek, kopi dan wisata. Berdasarkan potensi yang ada itu kemudian dibagi menjadi tiga blok, Blok Batu Leppa, Saroangin, dan Patiroang, yang kemudian dibagi menjadi dua zona pemanfaatan, yaitu zona lindung dan zona pemanfaatan.
Pengelolaan Hutan Desa ini diserahkan kepada BUMDes Desa Labbo dengan hak kelola selama 35 tahun. Di dalam BUMDes ini terdapat Unit Usaha Hutan Desa yang di bawahnya terdapat kelompok masyarakat pengelola hutan.
“Dalam pelaksanaannya kami memiliki standar operasional prosedur, ada aturan-aturan termasuk kewajiban masyarakat membagi hasil panen 20% per tahun. Aturan lain adalah batasan pemilikan lahan kelola hanya 0,5 hektar per kepala keluarga.”
Untuk pemanfaatan hasil hutan non-kayu seperti rotan terdapat pengaturan tersendiri. Sementara untuk madu tidak diatur secara spesifik, akan tetapi masyarakat bisa memanen madu yang ada di dalam kawasan hutan.
Dukungan Pemerintah Desa
Pengelolaan Hutan Desa Labbo masih eksis hingga sekarang tak terlepas dari adanya dukungan pemerintah desa, apalagi dalam pengelolaannya dilekatkan pada Bumdes. Menurut Sirajuddin, Kepala Desa Labbo, semua proses kebijakan terkait pengelolaan Hutan Desa Labbo selalu didorong melalui musyawarah desa. Dalam RPJMDes, Hutan Desa menjadi salah satu item program yang mendapat prioritas.
“Pada revieu RPJMDES untuk tahun 2019-2025 secara khusus mencantumkan bahwa Hutan Desa harus diberi penguatan yang lebih maksimal agar berdaya guna bagi masyarakat. Kita prioritas pada pengolahan kopi yang memang telah dikelola warga dengan luas puluhan hektar. Kopi di Hutan Desa ini beda dengan tempat lain sehingga memiliki ciri khas tersendiri,” katanya.
Menurut Sirajuddin, Hutan Desa Labbo adalah salah satu potensi yang harus memang diberikan political will anggaran yang riil tiap tahun dan didorong berinovasi untuk kesejahteraan masyarakat. Apalagi setelah 10 tahun sejak ditetapkan memang terlihat adanya geliat ekonomi yang lebih dinamis dibanding sebelumnya.
“Karena itu pemerintah desa tak henti-hentinya mendorong kebijakan yang bisa kita harapkan bisa menjawab kebutuhan masyarakat di sekitar hutan dan mendorong adanya inovasi untuk pengembangan hutan desa.”
Untuk dukungan di RPJMDes, Sirajuddin menilai sudah cukup riil, yang tinggal diterjemahkan melalui program-program yang diusulkan Bumdes sebagai pemangku anggaran.
“Untuk ‘angka’ saya kira kita ikuti saja dinamika anggaran yang ditentukan pemerintah daerah. Yang pasti bahwa pengelolaan anggaran dan pengelolaan politik anggaran yang akan kita dorong ke Hutan Desa ini bukan hanya dari Dana Desa, tetapi juga dari pemerintah provinsi dan pusat untuk mencoba melihat potensi ini di mana mereka bisa masuk,” katanya.
Beberapa dukungan kegiatan yang sudah diberikan selama ini adalah pelaksanaan pemetaan desa dan pemetaan tata guna lahan, termasuk pemetaan kawasan hutan, yang dilakukan BUMDes kerja sama Balang Institute.
Terkait pengawasan, Pemerintah Desa Labbo melibatkan pengawas internal yaitu Badan Permusyawaratan Desa, yang bersinergi dengan tiga pilar pemerintahan desa, yaitu Pemerintah Desa,Bhabinkamtibmas dan Babinsa.
“Yang kami awasi adalah apakah kemudian hutan ini bisa dimanfaatkan dengan baik atau justru kemudian jauh dari aturan-aturan yang ada. Kami sudah pastikan bahwa pengawasan yang kita lakukan berjalan dengan efektif dan sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena memang selama ini kami ingatkan dengan pola-pola pengelolaan hutan yang benar dan sesuai dengan regulasi yang ada.”
Tantangan yang dihadapi selama ini adalah akses ke lokasi hutan, baik dalam proses membawa peralatan ke kebun ataupun ketika membawa hasil kebun ke rumah.
“Tetapi kami di pemerintahan desa tak henti-hentinya menyampaikan ke masyarakat mendorong agar masalah ini ke musyawarah desa (musdes). Kalau sudah masuk di musdes maka banyak yang bisa dilakukan untuk kemudian diadvokasi di anggaran desa. Kalau pun tak memungkinkan maka kami akan dorong ke kabupaten, provinsi atau kementerian,” pungkas Sirajuddin.
Artikel ini bersumber dari: Artikel ini bersumber dari: https://www.mongabay.co.id/2020/11/07/ekologi-terjaga-warga-sejahtera-dari-hutan-desa-labbo