Sebagaimana kita ketahui, bahwa pada tanggal 11 Maret 2020 WHO telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Kemudian Indonesia menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional pada 14 Maret 2020. Kasus COVID-19 di Indonesia saat ini sedang memasuki gelombang ketiga setelah sebelumnya gelombang kedua di bulan Juli 2021 yang menelan banyak korban. COVID-19 berdampak pada seluruh kelompok usia termasuk anak usia sekolah dasar.
Masalah kesehatan yang muncul karena pandemi bukan hanya pada aspek fisik namun juga dapat mengganggu kesehatan mental dan psikososial, hal ini diperberat dengan adanya pembatasan aktivitas fisik dan sosial anak di luar rumah, terlebih bagi anak yang harus menjalani karantina atau isolasi akibat COVID-19. Hal ini dapat menyebabkan anak merasa ketakutan, cemas, kehilangan rasa aman, perasaan tidak berdaya, bosan serta putus asa. Hal ini tentu memerlukan upaya berupa kegiatan atau inovasi terintegrasi dan komprehensif guna menangani permasalahan mental dan atau tetap menjaga kesehatan mental dan psikososial anak.
Sebagai lembaga yang fokus pada perlindungan dan pendidikan anak, Yayasan Indonesia Mengabdi (YIM), UNICEF dengan dukungan dari Pemerintah Jepang telah melaksanakan program yang disebut DKMP atau Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial untuk anak-anak sekolah dasar. Program ini telah diujicobakan di 70 sekolah yang terdiri dari 35 SD di Makassar dan 35 SD di Kabupaten Bone. Program ini dimulai dari Juli 2021 hingga Desember 2021.
Sebelum program dimulai, sebuah survei dilakukan di beberapa sekolah dasar piloting yakni di Makassar dan Bone dengan menggunakan metode skala SDQ (Strength and Difficulty Questionnaire) untuk melihat kesulitan-kesulitan yang dialami remaja dan anak. Hasil survei awal cukup mencengangkan, dimana salah satu indikatornya adalah masalah emosi.
Di Makassar, 2.389 siswa termasuk dalam tiga level kategori. Level satu atau normal dimana kondisinya baik-baik saja, level dua atau border line atau di ambang batas dimana kondisi ini butuh diwaspadai dan level tiga atau abnormal yakni kondisi yang membutuhkan dampingan profesional. Sebanyak 27% anak di Makassar berada pada kategori abnormal. Jumlah ini cukup signifikan dimana guru-guru dan orang tua awalnya mengatakan bahwa anaknya baik-baik saja tapi datanya menunjukkan hal yang berbeda. Kebanyakan orang tua baru menganggap masalah jika anak-anak tersebut mulai menyakiti diri mereka atau hal-hal lain yang bisa diamati atau diobservasi. Hal ini menunjukkan bahwa pandemi memang berpengaruh ke kesehatan mental anak
Sasaran dari program DKMP adalah siswa sekolah dasar kelas kelas 4,5 dan 6. DKMP diimplementasikan pada siswa sekolah dasar dengan melibatkan anak untuk berpartisipasi sebagai Duta Kebaikan. DKMP diimplementasikan di sekolah dasar dengan durasi waktu 2 bulan, dimana guru mendampingi duta kebaikan 1-2 kali/pekan.
Fokus program ini adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan emosional siswa dengan cara memberdayakan siswa sebagai duta kebaikan. Duta kebaikan bertanggung jawab untuk berbagi kebaikan, kegembiraan kepada siswa-siswa lainnya.
DKMP berupaya memberi dukungan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dan atau mencegah serta menangani kondisi kesehatan mental dan psikososial siswa sekolah dasar. DKMP akan membantu siswa dapat mewujudkan potensi mereka sendiri, dapat mengatasi permasalahan dan tekanan yang mereka hadapi, dan mampu memberikan kontribusi dan berbagi kebaikan dengan komunitas mereka di sekolah. Pendekatan yang digunakan dalam DKMP adalah pendekatan psikologis, sosial, pendidikan dan partisipatif dengan melibatkan anak sebagai duta kebaikan di sekolahnya.
Program DKMP diawali dengan melatih guru untuk menjadi fasilitator DKMP. Tahapan selanjutnya guru fasilitator yang melatih siswanya menjadi duta kebaikan. Dalam prosesnya, DKMP diperkenalkan dan ditransfer dalam bentuk pelatihan kepada guru-guru sekolah untuk menjadi fasilitator. Fasilitator sekolah adalah guru yang direkomendasikan oleh pihak sekolah dengan kriteria antara lain berusia muda, karena kegiatannya banyak berupa aktivitas, disenangi oleh anak, memahami kode etik berinteraksi dengan anak dan tidak pernah terlibat sebagai pelaku kekerasan dan eksploitasi pada anak. Para guru fasilitator akan memilih dan melatih duta-duta kebaikan sejumlah kurang lebih 20 sampai dengan 30 siswa di tiap sekolah.
Duta kebaikan adalah siswa sekolah dasar yang dipilih dari kelas tinggi yakni kelas 4,5 dan 6. Duta kebaikan dipilih dari kelas tinggi karena dalam kegiatannya membutuhkan kemampuan literasi yang mumpuni. Proses pemilihannya diserahkan sepenuhnya kepada guru. Duta kebaikan dipilih bukan karena nilai tinggi, atau karena anak favorit tapi berdasarkan observasi guru dengan kriteria antara lain memiliki banyak teman dan jejaring sosial, disenangi di kelasnya, memiliki kemampuan berkomunikasi dan peduli terhadap sesama.
Program didesain komprehensif dimana selain pihak sekolah, orang tua juga dilibatkan. Duta Kebaikan saat kembali ke rumah harapannya mendapat dukungan dari orang tua dengan melibatkan orang tua dalam kegiatan. Salah satu bentuk pelibatan orang tua dalam kegiatan adalah siswa diberi pekerjaan rumah yang disebut dengan tantangan. Misalnya dalam tantangan ini siswa diminta untuk membuat kontrak bermedia sosial, di jam-jam mana saja mereka bisa mengakses media sosial. Syaratnya mereka harus mendiskusikan jadwal-jadwal ini kepada orang tuanya atau saudaranya. Pun dengan jadwal harian di rumah, sebisa mungkin dalam prosesnya siswa melibatkan orang tua agar orang tua juga mengetahui dan bisa memantau kegiatan anak-anaknya melalui jadwal tersebut.
Perubahan pada Duta Kebaikan
Dari proses monitoring YIM yang dilaksanakan dalam bentuk FGD daring dan luring bersama pihak sekolah, guru fasilitator, orang tua dan duta kebaikan diketahui bahwa siswa yang terpilih sebagai duta kebaikan merasa bangga. Mereka bangga dianggap memiliki jejaring sosial, bangga diberi tanggung jawab. Terkait kepercayaan diri, dirasakan juga meningkat karena selama 9 kali pertemuan pelatihan, duta kebaikan dipacu untuk dapat berbicara mengutarakan pendapat mereka, mengkomunikasikan ide mereka. Terkait awareness juga meningkat tentang bagaimana mereka mengenali emosinya. Mereka sudah mengetahui apa yang bisa membuat mereka bahagia, sedih, marah dan apa yang mereka bisa lakukan untuk menghadapi emosi tersebut.
Di salah satu SD di Kecamatan Ajang Alle Bone, perubahan juga sudah terlihat terutama terkait pemahaman mengenai bullying. Jika di awal mereka hanya memahami bullying sebatas kekerasan fisik namun di dalam kegiatan Happiness Day di akhir pembelajaran modul mereka sudah bisa membedakan dan memberi contoh bentuk-bentuk bullying lainnya seperti kekerasan psikis, verbal. Bahkan mereka juga sudah paham bahwa menjadi by stander atau orang yang memilih diam ketika melihat perilaku bullying adalah perbuatan yang salah, karena diam menurut mereka adalah membenarkan atau setuju dengan perilaku bullying. Mereka sudah paham bahwa ketika melihat perilaku bullying mereka bisa memilih untuk membela atau melapor kepada guru.
Keberlanjutan
Untuk memastikan kegiatan ini dapat terus dilanjutkan, beberapa sekolah peserta piloting telah berkomitmen untuk merekrut lagi duta-duta kebaikan baru menggantikan siswa kelas 6 yang akan tamat. Untuk itu Dinas Pendidikan Kota Makassar dan Kabupaten Bone berkomitmen untuk menambah dan melatih guru-guru fasilitator yang akan melatih duta kebaikan di sekolah dan melatih fasilitator ke sekolah imbas lainnya.
YIM sendiri sangat terbuka bagi pihak-pihak yang ingin belajar atau mereplikasi program ini, pun mengintegrasikan materi DKMP dalam pembelajaran. Hal yang paling penting untuk dipersiapkan di saat ingin mereplikasi adalah terkait penyiapan guru fasilitator yang betul-betul mampu bekerja sesuai SOP-Standard Operating Procedure/Prosedur Operasi Standar (telah menerima materi terkait safeguard policy/kebijakan pengamanan dan materi terkait kebijakan anak lainnya). Untuk materi pelatihan dan pembelajaran lainya seperti modul sudah tersedia dan free access bagi yang ingin belajar atau mereplikasi.
Informasi lebih lanjut
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Duta Kebaikan untuk Kesehatan Mental Anak, Anda dapat menghubungi:
Yusri, S.Pd., M.A
Program Analyst Yayasan Indonesia Mengabdi (YIM)
email yusri[at]unm.ac.id