Program MAMPU – BaKTI telah berjalan selama kurang lebih enam tahun sejak 2013. Banyak pembelajaran penting yang dipetik dari pengalaman menjalankan program ini. Tidak sedikit capaian yang juga membanggakan dan penting untuk terus dilanjutkan dan direplikasi oleh pemerintah kabupaten/kota tempat di mana kegiatan-kegiatan Program MAMPU-BaKTI dilaksanakan. Berikut adalah beberapa capaian membanggakan yang sengaja diangkat dengan harapan dapat menginspirasi pembaca BaKTINews yang budiman.
Penguatan P2TP2A
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) adalah sebuah institusi yang pembentukannya didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Setiap pemerintah kabupaten/kota hendaknya membentuk pusat layanan ini bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Sayangnya belum semua pemerintah kabupaten/kota menerapkan kebijakan yang dikeluarkan oleh KPPPA pada tahun 2010 tersebut. Sejumlah permasalahan dan alasan menghambat pembentukan P2TP2A, termasuk terbatasnya jumlah dan kapasitas sumber daya manusia yang kompeten untuk dapat mengoperasikan pusat layanan bagi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini.
Di Kabupaten Belu, Program MAMPU-BaKTI melalui Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua (PPSE-KA) mendorong pembentukan dan penguatan P2TP2A. Inisiatif membentuk P2TP2A di Kabupaten Belu ini dimulai pada Desember 2017 dan mendapatkan dukungan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Belu menyiapkan segala perangkat yang diperlukan untuk pembentukan hingga penguatan pusat pelayanan terpadu ini. Pasca pembentukan P2TP2A, Pemerintah Kabupaten Belu telah menerima 159 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Capaian menarik lain yang telah dikerjakan program MAMPU-BaKTI adalah mengaktifkan para paralegal di setiap Kelompok Konstituen. Dengan demikian semakin banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dapat dijaring dan ditangani di setiap wilayah kerja program ini.
Pendampingan dan penguatan P2TP2A dan Kelompok Konstituten juga dilakukan Program MAMPU-BaKTI di wilayah program lainnya seperti di Kabupaten Lombok Timur, Maros, Tana Toraja, Kota Parepare, Ambon dan Kendari. Sejak tahun 2017 sebanyak 1.023 kasus telah diterima oleh Kelompok Konstituen dan 264 di antaranya ditangani oleh P2TP2A di seluruh wilayah program.
Memang tidak semua kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dijaring oleh Kelompok Konstituen diteruskan ke P2TP2A. Hanya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut penanganan saja yang diteruskan. Kasus-kasus yang dinilai lebih ringan dapat diselesaikan di tingkat kelompok oleh paralegal yang telah mendapatkan pelatihan penanganan kasus dari Program MAMPU-BaKTI.
Sementara di Kabupaten Maros, Program MAMPU mendorong Unit Pelayanan Terpadu Sistem Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial Salewangang. Unit ini adalah pelayanan terpadu lintas sektor yang menangani masalah kesejahteraan sosial, termasuk untuk penanganan korban kekerasan. Unit ini menggabungkan unit layanan yang telah ada, termasuk Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial.
Posyandu Tanggap Bencana
Salah satu yang baru dan menarik di Lombok Timur adalah Posyandu Tanggap Bencana yang secara khusus bertujuan meningkatkan pemahaman kaum perempuan mengenai bencana. Ini termasuk bagaimana melakukan upaya preventif untuk meminimalkan risiko bencana, menghadapi situasi saat bencana sedang terjadi, dan upaya yang perlu dilakukan pasca bencana.
Posyandu Tanggap Bencana diinisiasi pada pertengahan 2018, pasca gempa melanda Pulau Lombok. Melalui Posyandu Tanggap Bencana, Program MAMPU-BaKTI Sub-Office NTB memfasilitasi serangkaian penyuluhan tentang tanda-tanda bencana, bagaimana melakukan evakuasi, hingga memperkenalkan beragam upaya pemulihan pasca bencana. Dalam menyampaikan materi penyadartahuan tanggap bencana, Program MAMPU-BaKTI bekerja sama dengan DPBD Kabupaten Lombok Timur Bidang Kesiagaan dan Penanganan Bencana.
Menjelang akhir Program MAMPU, beberapa desa dampingan di Kabupaten Lombok Timur telah mengalokasikan anggaran penguatan kapasitas perempuan terkait kesiagaan bencana. Agar kegiatan Posyandu Tanggap Bencana dapat terus berlanjut, Program MAMPU-BaKTI telah melatih anggota Kelompok Konstituen dan Kader Posyandu sehingga di masa depan mereka dapat melanjutkan penyuluhan mengenai tanggap bencana.
Rumah Rehabilitasi
Rumah Rehabilitasi adalah sebuah inisiatif yang ditujukan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bersama Rumpun Perempuan Sultra (RPS), mitra Program MAMPU-BaKTI di Kendari, mendampingi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan dalam menjalani proses peradilan.
Rumah Rehabilitasi dibentuk karena sering kali perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan tidak mendapatkan fasilitas konseling dan rehabilitasi saat kasus mereka sedang dalam proses peradilan maupun pasca proses peradilan. Di sisi lain, di Kota Kendari belum ada lembaga yang berfokus pada pemulihan korban. Kondisi ini telah sering dikeluhkan oleh berbagai institusi di Kendari, termasuk Polres Kota Kendari maupun di Polsek. Di Rumah Rehabilitasi, korban mendapat pendampingan ketika menjalani proses peradilan. Korban juga menjalani proses konseling untuk pemulihan.
Kepemimpinan Perempuan
Mendorong perempuan untuk ambil bagian dalam aktivitas di ranah publik bukanlah hal yang mudah, apalagi bagi perempuan di akar rumput. Program MAMPU-BaKTI mendampingi Kelompok Konstituen memperkuat peran perempuan dalam mengakses layanan publik dan mendorong kepemimpinan perempuan dalam berbagai lembaga publik.
Kelompok Konstituen didesain untuk menjadi lembaga advokasi sekaligus sebagai tempat pendidikan bagi perempuan untuk mengasah kemampuan kepemimpinan. Sebagian pengurus dan anggota Kelompok Konstituen telah memiliki kemampuan berorganisasi, karena itu keterlibatannya di dalam Kelompok Konstituen menjadi nilai tambah untuk mendorong perempuan masuk dalam ruang-ruang publik, sekalipun itu dianggap sebagai sesuatu yang rendah.
Di Kota Parepare, sebanyak 43 orang pengurus dan anggota Kelompok Konstituen telah menjadi Ketua RT, dan 20 orang menjadi Ketua RW. Pengalaman selama bergabung dengan Kelompok Konstituen menjadi modal bagi perempuan-perempuan yang terpilih menjadi Ketua RT dan RW. Layanan untuk warga di tingkat RT dan RW berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang biasa difasilitasi oleh Kelompok Konstituen. Dengan begitu, pengurus atau anggota Kelompok Konstituen yang menjadi Ketua RT atau RW dengan mudah membantu warganya.
Di Kota Parepare juga sebanyak 15 orang pengurus dan anggota Kelompok Konstituen telah menjadi paralegal P2TP2A Kota Parepare, untuk penanganan kasus-kasus perempuan dan anak. Kemampuan mereka dalam penanganan kasus-kasus perempuan dan anak ditempa di Kelompok Konstituen. Menjadi paralegal P2TP2A Kota Parepare mendapat pengesahan dari Pemerintah Kota Parepare melalui Surat Keputusan Walikota No. 480 Tahun 2019. Ini merupakan kemajuan bagi Pemerintah Kota Parepare dalam penanganan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Ini juga merupakan pengakuan terhadap kemampuan perempuan dan warga dalam berkontribusi pada pembangunan.
Sementara itu di Kota Ambon, Ibu Angelina Angkotamoy menjadi perempuan pertama yang menjadi anggota Saniri di Negeri Hukurila dan Ibu Olin Latupapua menjadi anggota Saniri di Negeri Kilang. Ibu Angelina dan Ibu Olin adalah dua perempuan pertama yang menjadi Saniri yang terpilih karena kapasitas dan keaktifan mereka membantu warga dalam mengakses layanan-layanan publik.
Saniri Negeri adalah sebuah lembaga adat yang berperan mengayomi warga dalam menjalankan adat isiadat dan hukum adat. Saniri bertugas membantu Raja atau Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa atau negeri. Dalam kelembagaan adat, Saniri serupa dengan DPR pada tingkat desa dan selama ini biasanya hanya laki-laki saja yang selama ini bisa menjadi anggotanya dan jarang sekali perempuan mendapatkan kepercayaan untuk menjadi anggota Saniri.
Dalam pemilihan legislatif pada 2019 lalu, beberapa anggota Kelompok Konstituen baik di Ambon mengajukan diri sebagai calon legislatif. Mereka adalah Sri Chandrayeni untuk DPRD Kota Ambon dan Arita Muhlisa untuk DPRD Provinsi Maluku Dapil Kota Ambon. Selain itu di Kota Parepare juga ada Hj. Sudarti dan Rasnah Lukman yang menjadi caleg untuk DPRD Parepare.
Keberanian mereka ikut dalam kontestasi pemilihan caleg adalah sebuah kemajuan. Mereka sepenuhnya telah mengetahui persis dinamika dalam masyarakat di daerah pemilihannya serta apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, terutama kaum perempuan di sana. Keterlibatan aktif keempat perempuan ini dalam mengurusi permasalahan-permasalahan riil di masyarakat melalui Kelompok Konstituen telah menyadarkan mereka akan beragam tantangan pembangunan yang dapat diselesaikan melalui berbagai kebijakan yang dihasilkan parlemen.